Efek Tyndall Sifat-sifat Sistem Koloid

227 Kimia XI SMA

3. Koagulasi

Apabila muatan suatu koloid dilucuti, maka kestabilan koloid tersebut akan berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid. Koagulasi koloid karena penambahan elektrolit terjadi sebagai berikut. Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif kation, sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif anion. Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat, maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya tarik- menariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi. Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dan industri sebagai berikut: a. Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena koloid tanah liat lempung dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut. b. Karet dalam lateks digumpalkan dengan me- nambahkan asam format. c. Lumpur koloidal dalam sungai dapat digumpal- kan dengan menambahkan tawas. Sol tanah liat dalam air sungai biasanya bermuatan negatif, sehingga akan digumpalkan oleh ion Al 3+ dari tawas aluminium sulfat. d. Asap atau debu dari pabrik dan industri dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari Cottrel. Asap dari pabrik sebelum meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui ujung-ujung logam yang tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi 20.000 sampai 75.000 volt. Ujung-ujung yang runcing akan mengionkan molekul- molekul dalam udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi oleh partikel asap dan menjadi bermuatan. Selanjutnya, partikel bermuatan itu akan tertarik dan diikat pada elektrode yang lainnya. Pengendap Cottrel ini banyak di- gunakan dalam industri untuk dua tujuan, yaitu mencegah polusi udara oleh buangan beracun dan memperoleh kembali debu yang berharga misalnya debu logam.

4. Pengolahan Air Bersih

Pengolahan air bersih didasarkan pada sifat-sifat koloid, yaitu koagulasi dan adsorpsi. Air sungai atau air sumur yang keruh mengandung lumpur koloidal dan barang kali juga zat-zat warna, zat pencemar, seperti limbah detergen, dan pestisida. Bahan-bahan yang diperlukan untuk pengolahan air adalah tawas aluminium sulfat, pasir, klorin atau kaporit, kapur tohor, Gambar 9.11 Asap pabrik dilewatkan alat Cottrel. Sum- ber: www.yahooimage.com 228 Kimia XI SMA Gambar 9.12 Es krim dengan koloid pelindung dan karbon aktif. Tawas berguna untuk menggumpalkan lumpur koloidal sehingga lebih mudah disaring. Tawas juga membentuk koloid AlOH 3 yang dapat mengadsorpsi zat-zat warna atau zat-zat pencemar, seperti detergen dan pestisida. Apabila tingkat kekeruhan air yang diolah terlalu tinggi, maka digunakan karbon aktif di samping tawas. Pasir berfungsi sebagai penyaring. Klorin atau kaporit berfungsi sebagai pembasmi hama sebagai disinfektan, sedangkan kapur tohor berguna untuk menaikkan pH, yaitu untuk menetral- kan keasaman yang terjadi karena penggunaan tawas. Pengolahan air bersih di kota-kota besar pada prinsipnya sama dengan pengolahan air sederhana yang dijelaskan di atas. Mula-mula air sungai dipompakan ke dalam bak prasedimentasi. Di sini lumpur dibiarkan mengendap karena pengaruh gravitasi. Lumpur dibuang dengan pompa, sedangkan air selanjutnya dialirkan ke dalam bak ventury. Pada tahap ini dicampurkan tawas dan gas klorin preklorinasi. Pada air baku yang kekeruhan dan pencemarannya tinggi, perlu dibubuhkan karbon aktif yang berguna untuk menghilangkan bau, warna, rasa, dan zat organik yang terkandung dalam air baku. Dari bak ventury, air baku yang telah dicampur dengan bahan-bahan kimia dialirkan ke dalam accelator. Di dalam bak accelator ini terjadi proses koagulasi, lumpur dan kotoran lain menggumpal membentuk flok-flok yang akan mengalami sedimentasi secara gravitasi. Selanjutnya, air yang sudah setengah bersih dialirkan ke dalam bak saringan pasir. Pada saringan ini, sisa-sisa flok akan tertahan. Dari bak pasir diperoleh air yang sudah hampir bersih. Air yang sudah cukup bersih ini ditampung dalam bak lain yang disebut siphon, di mana ditambahkan kapur untuk menaikkan pH dan gas klorin postklorinasi untuk mematikan hama. Dari bak siphon, air yang sudah memenuhi standar air bersih selanjutnya dialirkan ke dalam reservoar, kemudian ke konsumen.

D. Koloid Pelindung

Pada beberapa proses, suatu koloid harus dipecahkan. Misalnya, koagulasi lateks. Di lain pihak, koloid perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat distabilkan dengan menambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung . Koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi, sehingga tidak dapat lagi mengelompok. Contoh: 1. Pada pembuatan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pemben- tukan kristal besar es atau gula. 2. Cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan suatu koloid pelindung. 3. Zat-zat pengemulsi, seperti sabun dan detergen, juga tergolong koloid pelindung.