Perilaku Sub-Model Manajemen Lalulintas

kapasitas jalan tol akibat rendahnya kecepatan yang ada. Dengan kondisi rasio volume terhadap kapasitas jalan tol antara 0,190 sampai 0,320 seharusnya kecepatan lalulintas dapat mencapat 90 kmjam hingga 120 kmjam. Gambar 46. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Hambatan Transaksi, dan Hambatan Kecelakaan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama-Cikampek Grafik hasil simulasi sub-model Manajemen Lalulintas pada Gambar 46 menunjukkan bahwa selama kurun waktu 20 tahun hambatan transaksi mengalami kenaikan dari 0,019 menjadi 0,032, hambatan kecelakaan mengalami kenaikan dari 0,039 menjadi 0,064, tetapi kecepatan mengalami penurunan dari 69,70 kmjam menjadi 66,30 kmjam. Kondisi ketiga variabel ini mengindikasikan atau menunjukkan adanya penggunaan bahu jalan ketika hambatan kecelakaan dan hambatan transaksi cukup rendah. Kecepatan lalulintas mengalami penurunan dari 69,70 kmjam menjadi 66,30 kmjam. Gambar 47. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Hambatan Transaski, Hambatan Kecelakaan, Rasio Volume Per Kapasitas, LHR dan Pendapatan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek Sedangkan Gambar 47, yang berisi hasil simulasi sub-model Manajemen lalulintas, merupakan gabungan antara variabel-variabel yang terdapat pada Gambar 45 dan 46. Dari gabungan variabel-variabel tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel yang mengalami kenaikan selama kurun waktu 20 tahun adalah pendapatan, LHR, rasio volume per kapasitas, hambatan kecelakaan, hambatan transaksi, sedangkan variabel kecepatan mengalami penurunan. Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa tingkat pelayanan jalan tol belum tercapai dengan indikasi penurunan kecepatan lallintas jalan tol. Dari hasil simulasi kedua sub-model tersebut diperoleh perilaku model pengelolaan tingkat pelayanan jalan tol sebagai berikut sebagai berikut: 1. Pertumbuhan LHR terus melaju hingga tahun 2030 dan terlihat signifikan untuk setiap ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek. 2. Seluruh komponen menunjukkan trend peningkatan hingga tahun 2030 yang akan datang. 3. Kondisi jalan akan tetap tidak mengalami perubahan apabila biaya OM kondisi jalan tetap sama dianggarkan seperti tahun-tahun sebelumnya, yaitu sebesar 20 dari pendapatan, dan untuk mencapai nilai 1 harus dianggarkan sesuai dengan standar, yaitu sebesar 24 dari pendapatan. 4. Apabila tidak ada perubahan kebijakan yang berlaku saat ini, ruas jalan tol Jakarta-Cikampek masih belum mencapai batas kapasitasnya pada tahun 2030, namun perlu diperhatikan penanganan untuk tahun-tahun mendatang agar tetap menjaga tingkat pelayanan jalan tol. 5. Seiring dengan kenaikan hambatan transaksi, hambatan kecelakaan, rasio VC, LHR, dan pendapatan akan menurunkan tingkat kecepatan sehingga tingkat pelayanan akan mengalami penurunan. 6. Rasio VC tertinggi dari ruas yang dijadikan sampel masih lebih rendah daripada 0,60 namun kecepatan cukup rendah. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan lalulintas pada lajur atau kehilangan satu atau dua lajur jalan yang mengakibatkan hilangnya kapasitas jalan, kondisi ini akibat rendahnya kecepatan kendaraan berat truk, trailer, tronton, dan yang sejenis yang melewati ruas jalan tol tersebut. 7. Hambatan kecelakaan dan hambatan transaksi cukup rendah walaupun mengalami kenaikan, tetapi kecepatan kendaraan mengalami penurunan secara signifikan. Sedangkan rasio volume per kapasitas mengalami kenaikan tetapi masih dalam keadaan normal. Hal ini menunjukkan bahwa adanya penggunaan bahu jalan sebagai jalur lalulintas.

BAB 7 PEMILIHAN KEBIJAKAN

7.1. Pendahuluan

Pada sub bab ini akan dibahas pemilihan kebijakan dari beberapa skenario yang ada dengan menggunakan analisis sensivitas model. Dari beberapa skenario, diambil skenario terbaik dengan mempertimbangkan perilaku model yang paling menguntungkan dilihat dari sisi keberlanjutan pengelolaan tingkat pelayanan jalan tol tersebut.

7.2. Pilihan Skenario

Hasil penelitian terhadap perilaku model simulasi, diperoleh 4 empat bagian besar skenario untuk pengelolaan tingkat pelayanan jalan tol, yaitu: 1. Tidak mengadakan perubahan kebijakan do nothing. 2. Pembatasan kendaraan berat, yakni golongan III, golongan IV, dan golongan V, pada siang hari. dan maksimalisasi satu lajur atau dua lajur kapasitas jalan tol. 3. Peningkatan biaya OM kondisi jalan dari 20 menjadi 24 sesuai standar anggaran. 4. Penambahan lajur jalan atau Capacity Expansion CAPEX, dari 5 lajur menjadi 6 lajur. Adapun 4 skenario yang diambil tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Skenario 1: Tidak mengadakan perubahan kebijakan do nothing.

Kebijakan ini diambil sebagai pembanding dalam pengambilan kebijakan lainnya dan sebagai pilihan kebijakan apabila kenyataan kebijakan lainnya tidak lebih baik dari yang sudah ada sekarang. Dalam pemilihan kebijakan ini tidak ada perubahan parameter. 2. Skenario 2: Pembatasan kendaraan berat yakni golongan III, golongan IV, dan golongan V dan maksimalisasi satu lajur atau dua lajur kapasitas jalan tol. Kebijakan ini adalah kebijakan dengan membatasi kendaraan berat masuk pada ruas jalan tol dan maksimalisasi satu atau dua lajur kapasitas jalan tol sehingga diharapkan akan mengurangi gangguan lalulintas karena umumnya golongan kendaraan tersebut berkecepatan rendah sehingga mengurangi kapasitas jalan.

3. Skenario 3: Peningkatan biaya OM kondisi jalan dari 20 pendapatan menjadi 24 pendapatan.

Kebijakan ini adalah kebijakan dengan peningkatan biaya OM kondisi jalan sehingga diharapkan kondisi fisik jalan menjadi lebih baik dan mendekati nilai 1. Kecepatan dan waktu tempuh akan bertambah seiring dengan perbaikan kondisi jalan.

4. Skenario 4: Penambahan lajur jalan atau Capacity Expansion CAPEX.

Kebijakan ini adalah kebijakan dengan menambah lajur jalan sehingga akan menambah kapasitas jalan sehingga menambah kecepatan dan mengurangi waktu tempuh. Untuk melihat skenario mana yang terbaik, penelitian dilakukan terhadap perilaku simulasi model dengan mengubah beberapa parameter yang menggambarkan kondisi yang akan terjadi di alam nyata apabila suatu kebijakan tertentu diambil. Dengan mengubah parameter-parameter tersebut diperoleh gambaran kondisi tingkat pelayanan jalan tol yang akan dialami oleh pelaku perjalanan pada ruas jalan tol tersebut. Dari keempat skenario yang disimulasikan, akan diambil skenario yang paling baik dengan melihat pada kondisi kecepatan, hambatan baik hambatan transaksi maupun hambatan kecelakaan, tingkat pelayanan jalan tol, pencemaran udara dan kebisingan pada tahun-tahun setelah pelaksanaan kebijakan pengelolaan tingkat pelayanan jalan tol, dari tahun 2010 sampai 2030.

7.3. Perilaku Model Hasil Simulasi Skenario 1

7.3.1. Perilaku Sub-model Tata Guna Lahan, Kondisi Fisik Jalan Tol Serta Lingkungan Skenario 1

Setelah diadakan perubahan parameter sesuai dengan skenario yang diinginkan skenario 1, diperoleh grafik perilaku model sebagai hasil simulasi dari skenario tersebut sebagaimana tergambar pada Gambar 48 sampai 53.