Aspek Psikososial dalam Transportasi
pada fungsi faal organ tubuh, seperti paru-paru dan pembuluh darah atau menyebabkan iritasi pada mata dan kulit.
Pencemaran udara karena partikel debu biasanya menyebabkan penyakit pernafasan kronis, seperti emfiesma paru-paru, asma bronchial, dan
bahkan kanker paru-paru. Sedangkan bahan pencemar gas yang terlarut dalam udara dapat langsung masuk ke dalam tubuh sampai ke paru-paru, yang pada
akhirnya diserap oleh sistem peredaran darah. Kadar timah Pb yang tinggi di udara dapat mengganggu pembentukan sel darah merah. Gejala keracunan dini
mulai ditunjukkan dengan terganggunya fungsi enzim untuk pembentukan sel darah merah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan
lainnya, seperti anemia dan kerusakan ginjal. Sedangkan keracunan Pb bersifat akumulatif Soedomo, 2001.
Keracunan gas CO timbul sebagai akibat terbentuknya karboksi hemoglobin COHb dalam darah. Afinitas CO yang lebih besar dibandingkan
oksigen O
2
terhadap Hb menyebabkan fungsi Hb untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu. Bekurangnya penyediaan oksigen ke seluruh
tubuh ini akan membuat sesak napas dan dapat menyebabkan kematian apabila tidak segera mendapat udara segar kembali. Sedangkan bahan pencemar udara
seperti SOx, NOx, H
2
S dapat merangsang saluran pernapasan yang mengakibatkan iritasi dan peradangan Soedomo, 2001.
Lapisan udara yang mengelilingi bumi merupakan suatu campuran gas dengan komposisi yang selalu berubah-ubah. Beberapa di antaranya, yang
konsentrasinya paling bervariasi, adalah H
2
O dan CO
2
. Konsentrasi CO
2
di udara selalu rendah, yaitu sekitar 0,03. Konsentrasi ini kadang-kadang sedikit lebih
tinggi pada tempat-tempat pembusukan sampah tanaman yang menghasilkan CO
2
, tempat pembakaran, atau ditempat kumpulan manusia dalam suatu ruang tertutup. Proses fotosintesis pada tanaman juga menyerap CO
2
sehingga konsentrasi CO
2
di tempat-tempat yang ‘hijau’ relatif lebih rendah. CO
2
juga larut dalam air sehingga konsentrasi CO
2
udara yang baru melewati lautan juga rendah Fardiaz, 1992.
Komposisi udara kering dengan semua uap air telah dihilangkan relatif konstan. Komposisi udara kering yang bersih, yang dikumpulkan di sekitar laut,
dapat dilihat pada
Tabel 8. Konsentrasi gas dinyatakan dalam persen atau per
sejuta part per million, ppm, tetapi untuk gas yang konsentrasinya sangat kecil
biasanya dinyatakan dalam ppm. Selain gas-gas yang tercantum dalam Tabel
2.8, masih ada gas-gas lain yang mungkin terdapat di udara, tetapi jumlahnya sangat kecil, yaitu kurang dari 1 ppm Fardiaz, 1992.
Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali Fardiaz, 1992. Proses-proses alami, seperti aktivitas vulkanik, pembusukan
sampah tanaman, dan kebakaran hutan, dapat melepas beberapa gas, seperti SO
2
, H
2
S, dan CO ke udara sebagai produk sampingan. Selain itu partikel- partikel padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh angin,
letusan vulkanik, atau gangguan alam lainnya. Selain disebabkan polutan alami tersebut, polusi udara juga dapat disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti
pabrik dan transportasi.
Tabel 8. Komposisi Udara Kering dan Bersih
Komponen FormulaLambang Persen
Volume Ppm
Nitrogen N
2
78,08 780.800
Oksigen O
2
20,95 209.500
Argon Ar 0,934 9.340
Karbon dioksida CO
2
0,0314 314
Neon NE 0,00182
18 Helium HE
0,000524 5
Metana CH
4
0,0002 2
Kripton Kr 0,000114
1
Sumber: Stoker dan Seager dalam Fardiaz, 1992
Polutan udara primer, yaitu polutan yang mencakup 90 dari jumlah polutan udara seluruhnya dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1 Karbon monoksida CO, 2 Nitrogen oksida NOx, 3 Hidrokarbon HC, 4 Sulfur dioksida SO
2
, dan 5 Partikel SPM. Menurut Fardiaz 1992, sumber polusi utama berasal dari transportasi,
dengan sekitar 60 adalah karbon monoksida dan 15 hidrokarbon. Sumber- sumber polusi lainnya meliputi pembakaran, proses industri, dan pembuangan
limbah. Polutan yang utama adalah karbon monoksida, yang mencapai hampir setengah seluruh polutan yang ada. Tingkat toksisitas polutan tersebut berbeda-
beda, seperti tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Tingkat Toksisitas Polutan
Polutan Level Toleransi
ppm ugm³ Toksisitas Relatif
CO HC
So
x
NO
x
Partikel 32,0 40.000
- 19.300 0,50 1.430
0,25 514
- 375 1,00
2,07 28,0
77,80 106,70
Sumber: Babcock 1971 dalam Fardiaz 1992
Udara yang normal mengandung gas yang terdiri atas 78 nitrogen, 20 oksigen, 0,93 argon, 0,03 300 ppm karbondioksida, dan sisanya terdiri atas
neon, helium, metan, dan hidrogen. Komposisi ini dapat mendukung kehidupan manusia. Karbondioksida C0
2
, metana CH
4
, nitrogen oksida N
2
O merupakan efek rumah kaca berguna bagi makhluk hidup di bumi. Jika tidak ada gas rumah
kaca, temperatur di bumi rata-rata hanya -18 C. Temperatur ini terlalu rendah
bagi sebagian besar makhluk hidup, termasuk manusia. Tetapi dengan adanya efek rumah kaca temperatur rata-rata di bumi menjadi 33
C lebih tinggi, yaitu 15
C. Temperatur ini sesuai bagi kehidupan makhluk hidup Soemarwoto, 1994. Karbondioksida merupakan gas rumah kaca yang paling dominan yang terjadi
secara ilmiah dan sangat berperan dalam sistem biologis di dunia. Karbondioksida bersama dengan air merupakan bahan baku fotosintetis.
Aliran karbon dari atmosfer ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO
2
ke atmosfer melalui proses dekomposisi dan pembakaran dan penyerapan CO
2
oleh tanaman. Secara alamiah berada di atmosfer bumi, berasal dari emisi gunung berapi dan aktivitas mikroba di tanah
perombakan bahan organik dan respirasi tumbuhan serta hasil pernapasan manusia. Selain dari itu gas ini juga dihasilkan dari proses pembakaran bahan
bakar minyak dan gas yang banyak di pergunakan menghasilkan jumlah emisi gas CO
2
yang berbeda-beda.
Sumber : IPCC, 2007
Gambar 8. Efek Gas Rumah Kaca 1970 – 2004
Pada Tabel 10 dapat dilihat nilai emisi karbondioksida yang dihasilkan
dari beberapa jenis bahan bakar, yang disebut juga sebagai faktor emisi atau nilai yang digunakan untuk mendapatkan berat karbondioksida berdasarkan
besaran-besaran yang dinilai, misalnya minyak tanah, bensin, solar, LPG dan sebagainya.
Tabel 10. Emisi Gas CO2 Yang Dihasilkan Oleh Beberapa Macam
Bahan Bakar
No. Jenis Bahan Bakar
Jumlah Emisi Satuan
1. Bensin 23,1
kglt 2. Solar
2,68 kglt
3. Minyak Tanah
2,52 kglt
4. LPG 1,51
kgkg Sumber: DEFRA 2005
Perhitungan emisi CO
2
yang dihasilkan bahan bakar minyak solar dan gas adalah sebagai berikut: 1 solar mempunyai densitas 0,7329 kgliter, 2
atom C diasumsikan sama dengan 12, dan 3 berat 1 liter solar sama dengan 0,7329 kg. Kandungan CO
2
dalam 1 liter solar sama dengan 4412 dikalikan dengan 0,7329 kg sama dengan 2,687 kg. Jadi faktor emisi solar adalah sebesar
2,687 kg CO
2
liter, yang artinya setiap liter solar akan menghasilkan emisi 2,687
kg min
ma kea
ban me
jam seb
bum ata
teru oil
50. me
ber hid
pem me
min me
CO
2
. Deng nyak tanah, d
Menuru khluk hidup
adaan seha nyaknya se
mbutuhkan m. Jumlah g
banyak 39,6 Manusia
mi. Minyak b s atas hid
utama alkan mengandun
Dalam kim mpunyai tit
rbanding lur rokarbon, s
murnianrefin misahkan m
nyak bumi njadi bahan
Sumber
Gamba
gan cara ya dan LPG.
t Goth 20 juga meng
at dan tidak kitar 500 m
6-9 liter ud as CO
2
yan gr.
a membutu bumi adalah
rokarbon. H na C
n
H
2n+2
, ng sekitar 5
ia organik, s tik didih m
rus dengan semakin be
ning minyak minyak men
setelah did bakar minya
: McKinsey, 2
r 9. Propors
ang sama, d 005 diacu
hasilkan gas k bergerak
ml udara pa dara dalam 1
ng dihasilka uhkan bahan
suatu camp Hidrokarbon
kemudian 500 jenis hid
senyawa hid masing-masin
titik didih d esar titik d
k bumi dila ntah dalam
destilasi ber ak dan gas.
2007
si Konsumsi diperoleh ha
dalam Dah s CO
2.
Rata sebanyak
ada setiap 1 menit atau
an dari pern n bakar miny
puran komple n yang terk
sikloaltana drokarbon de
drokarbon te ng, dengan
dan densita idih dan d
akukan mela kelompok-k
rdasarkan ti
Energi Di In asil faktor e
hlan 2007, -rata manus
12-18 ka tarikan nap
u sekitar 36 apasan ma
yak yang dip eks yang se
kandung da C
n
H
2n
. Min engan jumla
erutama par n panjang
snya. Sema densitasnya.
alui destilas kelompok f
itik didihnya
ndonesia emisi untuk
manusia sia bernapas
ali per men pas. Jadi m
0-540 liter d nusia dalam
peroleh dari ebagian besa
alam minya nyak mentah
ah atom C-1 rafinik dan a
rantai hidro akin panjang
. Oleh kar si bertingka
raksi-fraksi a dapat dib
bensin, sebagai
s dalam nit yang
manusia dalam 1
m 1 jam minyak
ar terdiri ak bumi
h crude
hingga aromatik
okarbon g rantai
rena itu at, yang
. Fraksi bedakan
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senjawa karbon monoksida CO sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon
dioksida CO
2
sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa, dan pada temperatur
udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi
sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia, Korban monoksida yang berasal dari alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan,
kebakaran hutan dan badai listrik alam. Sumber CO buatan, antara lain, adalah kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin.
Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang
menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak, seperti pembakaran batubara dan minyak dari industri dan
pembakaran sampah domestik. Dalam laporan WHO 1992 dinyatakan bahwa paling tidak 90 dari CO di udara perkotaan berasal dari emisi kendaraan
bermotor. Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat merusak dirinya sendiri dari asap rokok yang sedang dihisapnya. Sumber
CO dari dalam ruang indoor termasuk dari tungku dapur rumah tangga dan dari tungku pemanas ruang.
Dalam beberapa penelitian ditemukan kadar CO yang cukup tinggi dalam kendaraan sedan maupun bus. Kadar CO diperkotaan cukup bervariasi
bergantung pada kerapatan kendaraan bermotor dalam lalulintas yang menggunakan bahan bakar bensin dan umumnya ditemukan kadar maksimum
CO yang bersamaan dengan jam-jam sibuk pada pagi dan malam hari. Selain cuaca, variasi kadar CO juga dipengaruhi oleh topografi jalan dan
bangunan di sekitarnya. Pemajanan CO dari udara ambien dapat direfleksikan dalam bentuk kadar karboksi-haemoglobin HbCO dalam darah yang terbentuk
dengan sangat pelahan, karena butuh waktu 4-12 jam untuk tercapainya keseimbangan antara kadar CO di udara dan HbCO dalam darah. Oleh karena
itu kadar CO dalam lingkungan cenderung dinyatakan sebagai kadar rata-rata dalam 8 jam pemajanan. Data CO yang dinyatakan dalam rata-rata setiap 8 jam
pengukuran sepajang hari moving 8 hour average concentration lebih baik
dibandingkan dengan data CO yang dinyatakan dalam rata-rata dari 3 kali
pengukuran pada periode waktu 8 jam yang berbeda dalam sehari. Perhitungan tersebut akan lebih mendekati gambaran respons tubuh manusia terhadap
keracunan CO yang berasal dari udara. Karbon monoksida yang bersumber dari dalam ruang indoor terutama berasal dari alat pemanas ruang yang
menggunakan bahan bakar fosil dan tungku masak. Kadarnya akan lebih tinggi bila ruangan tempat alat tersebut bekerja tidak mempunyai ventilasi yang
memadai. Namun umumnya kadar pemajanan yang berasal dari dalam ruangan lebih kecil dibandingkan dengan kadar CO hasil pemajanan asap rokok.
Beberapa Individu juga dapat terpajan oleh CO karena lingkungan kerjanya. Kelompok masyarakat yang paling terpajan oleh CO termasuk polisi
lalulintas atau tukang pakir, pekerja bengkel mobil, petugas industri logam, industri bahan bakar bensin, industri gas kimia, dan pemadam kebakaran.
Pemajanan Co dari lingkungan kerja tersebut perlu mendapat perhatian. Misalnya kadar CO di bengkel kendaraan bermotor ditemukan mencapai 600
mgm
3
dan dalam darah para pekerja bengkel tersebut bisa mengandung HbCO sampai lima kali lebih tinggi daripada kadar nomal. Para petugas yang bekerja di
jalan raya diketahui mengandung HbCO dengan kadar 4-7,6 porokok dan 1,4-3,8 bukan perokok selama bekerja sehari. Sebaliknya kadar HbCO
pada masyarakat umum jarang yang melampaui 1 walaupun studi yang dilakukan di 18 kota besar di Amerika Utara menunjukan bahwa 45
masyarakat bukan perokok yang terpajan oleh CO udara, dalam darahnya terkandung HbCO melampaui 1,5. Perlu juga diketahui bahwa manusia sendiri
dapat memproduksi CO akibat proses metabolismenya yang normal. Produksi CO dalam tubuh sendiri ini endogenous bisa sekitar 0,1-1 dari total HbCO
dalam darah. Karakteristik biologik CO yang paling penting adalah kemampuannya
untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengakut oksigen keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan
karboksihaemoglobin HbCO yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin HbO2. Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan
terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal,
karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil
tersebut. Dampak keracunan CO sangat berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah periferal yang parah.
Dampak dari CO bervasiasi bergantung pada kondisi kesehatan seseorang pada saat terpajan. Beberapa orang yang berbadan gemuk dapat
mentolerir pajanan CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40 dalam waktu singkat. Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-
paru akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5- 10 . Pengaruh CO kadar tinggi terhadap sistem syaraf pusat dan sistem
kardiovaskular telah banyak diketahui. Namun respons masyarakat berbadan sehat terhadap pemajanan CO kadar rendah dan dalam jangka waktu panjang
masih sedikit diketahui. Misalnya kinerja para petugas jaga, yang harus mempunyai kemampuan untuk mendeteksi adanya perubahan kecil dalam
lingkungannya yang terjadi pada saat yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membutuhkan kewaspadaan tinggi dan terus menerus, dapat terganggu
atau terhambat pada kadar HbCO kurang dari 10 dan bahkan sampai 5 hal ini secara kasar ekivalen dengan kadar CO di udara masing-masing sebesar 80
mgm
3
dan 35 mgm
3
Pengaruh ini tidak terlalu terlihat pada perokok, karena kemungkinan sudah terbiasa terpajan dengan kadar yang sama dari asap rokok.
Timah hitam Pb merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5° C dan titik didih 1.740° C
pada tekanan atmosfer. Senyawa Pb-organik, seperti Pb-tetraetil dan Pb- tetrametil, merupakan senyawa yang penting karena banyak digunakan sebagai
zat aditif pada bahan bakar bensin dalam upaya meningkatkan angka oktan secara ekonomi. PB-tetraetil dan Pb tetrametil berbentuk larutan dengan titik
didih masing-masing 110° C dan 200° C. Karena daya penguapan kedua senyawa tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan daya penguapan unsur-unsur lain dalam bensin, penguapan bensin akan cenderung memekatkan kadar P-tetraetil dan Pb-
tetrametil. Kedua senyawa ini akan terdekomposisi pada titik didihnya dengan adanya sinar matahari dan senyawa kimia lain di udara, seperti senyawa holegen
asam atau oksidator. Pembakaran Pb-alkil sebagai zat aditif pada bahan bakar kendaraan
bermotor merupakan bagian terbesar dari seluruh emisi Pb ke atmosfer. Berdasarkan estimasi, sekitar 80–90 Pb di udara ambien berasal dari
pembakaran bensin, dan kondisi ini tidak sama antara satu tempat dengan
tempat yang lain, karena bergantung pada kerapatan lalulintas kendaraan bermotor dan upaya untuk mereduksi kandungan Pb pada bensin.
Penambangan dan peleburan batuan Pb di beberapa wilayah sering menimbulkan masalah pencemaran. Tingkat kontaminasi Pb di udara dan air
sekitar wilayah tersebut bergantung pada jumlah Pb yang diemisikan tinggi cerobong pembakaran limbah. Senyawa Pb organik bersifat neurotoksik dan
tidak menyebabkan anemia. Hampir semua Pb–tetraetil diubah menjadi Pb Organik dalam proses pembakaran bahan bakar bermotor dan dilepaskan ke
udara. Pengaruh Pb dalam tubuh belum diketahui dengan lengkap tetapi perlu diwaspadai pemajanan Pb untuk jangka panjang. Timah Hitam dalam tulang
tidak beracun tetapi pada kondisi tertentu bisa dilepaskan karena infeksi atau proses biokimia dan memberikan gejala keluhan. Garam Pb tidak bersifat
karsiogenik terhadap manusia. Gangguan kesehatan adalah akibat bereaksinya Pb dengan gugusan
sulfhidril dari protein yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat pembuatan haemoglobin. Gejala keracunan akut didapati bila tertelan dalam
jumlah besar yang dapat menimbulkan sakit perut, muntah, atau diare akut. Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilang nafsu makan, lelah, sakit
kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan, kejang, dan gangguan penglihatan.. Peleburan Pb sekunder, penyulingan dan industri senyawa dan
barang-barang yang mengandung Pb, serta insinerator juga dapat menambah emisi Pb ke lingkungan. Karena batubara, seperti juga mineral lainnya, pada
umumnya mengandung Pb dengan kadar rendah, kegiatan berbagai industri, terutama yang menghasilkan besi dan baja, peleburan tembaga, dan
pembakaran batubara, harus dipandang sebagai sumber yang dapat menambah emisi Pb ke udara.
Penggunaan pipa air yang mengandung Pb di rumah tangga, terutama pada daerah yang kesadahan airnya rendah lunak, dapat menjadi sumber
pemajanan Pb pada manusia. Demikian juga dengan rumah tua, yang masih banyak menggunakan cat yang mengandung Pb, dapat menjadi sumber
pemajanan Pb. Pemajanan Pb dari industri telah banyak tercatat, tetapi kemaknaan
pemajanan di masyarakat luas masih kontroversi. Kadar Pb di alam sangat bervariasi tetapi kandungan dalam tubuh manusia berkisar antara 100–400 mg.
Sumber masukan Pb adalah makanan, terutama bagi mereka yang tidak bekerja
atau kontak dengan Pb. Diperkirakan rata-rata masukan Pb melalui makanan adalah 300 ug per hari, dengan kisaran antara 100–500 mg perhari. Rata-rata
masukan melalui air minum adalah 20 mg, dengan kisaran antara 10–100 mg. Hanya sebagian asupan
intake yang diabsorpsi melalui pencernaan. Pada manusia dewasa, absorpsi untuk jangka panjang berkisar antara 5–10 . Bila
asupan tidak berlebihan, kandungan Pb dalam tinja dapat untuk memperkirakan asupan harian karena 90 Pb dikeluarkan dengan cara ini.
Kontribusi Pb di udara terhadap absorpsi oleh tubuh lebih sulit diperkirakan. Distribusi ukuran partikel dan kelarutan Pb dalam partikel juga
harus dipertimbangkan. Biasanya kadar Pb di udara sekitar 2 mgm
3
dan dengan asumsi 30 mengendap di saluran pernapasan dan absorpsi sekitar 14 mgper
hari. Mungkin perhitungan ini bisa dianggap terlalu besar dan partikel Pb yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor ternyata bergabung dengan filamen karbon
dan lebih kecil dari yang diperkirakan walaupun agregat ini sangat kecil 0,1 mm dan jumlah yang tertahan di alveoli mungkin kurang dari 10 . Uji kelarutan
menunjukkan bahwa Pb berada dalam bentuk yang sukar larut. Hampir semua organ tubuh mengandung Pb dan kira-kira 90 dijumpai
di tulang. Kandungan Pb dalam darah kurang dari 1 dan dipengaruhi oleh asupan yang baru dalam 24 jam terakhir. Manusia dengan pemajanan rendah
mengandung 10–30 mg Pb per 100 g darah Manusia yang mendapat pemajanan kadar tinggi mengandung lebih dari 100 mg per 100 g darah.
Kandungan Pb dalam darah sekitar 40 mg Pb per 100 g dianggap terpajan berat atau mengabsorpsi Pb cukup tinggi walau tidak terdeteksi tanda-tanda keluhan
keracunan. Terdapat perbedaan tingkat kadar Pb di perkantoran dan perdesaan.
Wanita cenderung mengandung Pb lebih rendah dibandingkan dengan pria, dan pada perokok lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok. Gejala klinis
keracunan Pb pada individu dewasa tidak akan timbul pada kadar Pb yang terkandung dalam darah kurang dari 80 mg Pb per 100 g darah, namun
hambatan aktivitas enzim untuk sintesis haemoglobin sudah terjadi pada kandungan Pb normal, yaitu 30–40 mg.
Pb berakumulasi di rambut sehingga dapat dipakai sebagai indikator untuk memperkirakan tingkat pemajanan atau kandungan Pb dalam tubuh. Anak-
anak merupakan kelompok dengan risiko tinggi. Menelan langsung bekas cat yang mengandung Pb merupakan sumber pemajanan, selain emisi industri dan
debu jalan yang berasal dari lalulintas yang padat. Mungkin keracunan Pb ada juga hubungannya dengan keterbelakangan mental tetapi hingga saat ini belum
ada bukti yang signifikan. Kendaraan di jalan mengeuarkan banyak emisi CO
2
ke udara. Bila lalulintas dibiarkan tumbuh seperti sekarang dan kemacetan lalulintas yang
terjadi dibanyak kota semakin parah, emisi CO
2
total tahun pada 2020 yang dihasilkan oleh kendaraan di jalan diperkirakan mencapai sekitar 222 juta ton,
atau ekivalen dengan berat 63 Candi Borobudur.
Sumber : Susantono, 2011
Gambar 10. Estimasi Emisi CO
2
Nasional Tahun 2020 akibat Transportasi Jalan Bila Kemacetan Lalulintas Dibiarkan
Bertumbuh Seperti Sekarang Do Nothing
Masalah pencemaran udara di kota-kota besar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu topografi, kependudukan, iklim dan cuaca, serta tingkat
atau angka perkembangan sosio-ekonomi dan industrialisasi. Keadaan masalah- masalah ini akan meningkat jika jumlah penduduk perkotaan semakin meningkat,
yang mengakibatkan jumlah penduduk yang terpapar polusi udara juga meningkat. Perkiraan PBB menunjukkan bahwa sampai tahun 2000 terdapat 47
jumlah keseluruhan populasi tinggal di daerah perkotaan. Pada tahun1990, terdapat 60 kota di dunia yang mempunyai jumlah penduduk sekitar 3 juta orang
dan pada tahun 2000 diproyeksikan 85 kota-kota akan termasuk jenis kategori ini.
Pertumbuhan polusi kota dan tingginya tingkat industrialisasi yang membutuhkan energi yang lebih besar, umumnya akan menghasilkan
pembuangan limbah atau zat pencemar lebih banyak. Pembakaran bahan bakar fosil, untuk pemanasan rumah tangga, untuk pembangkit tenaga listrik,
ken pad
zat
dan dar
tera der
Clim teru
kac aka
tem aka
me dae
seb ini.
yan gur
ndaraan ber dat dengan
pencemar d
Sumber:
Gamba
Menuru n Teknologi
ratan bumi m akhir, rata-ra
rajat Fahren mate Chang
utama diseb ca ke atmos
an meningka mperatur ini,
an mencair naikkan per
erah pantai bagai negara
Selain i ng lebih ting
run, yang m rmotor, dala
pembakaran di daerah pe
: Kementerian
r 11. Konstr
t Pusat Info PIRBA, m
menyebabka ata tempera
heit. Dalam ge IPCC p
babkan oleh sfer. IPCC m
at 1,4-5,8 jika seluruh
r, yang m rmukaannya
atau bahk a kepulauan
tu, daerah d ggi, tetapi t
menyebabka am proses–
n, merupaka erkotaan.
n Perhubunga
ribusi Sektor rmasi Riset
meningkatny an terjadinya
atur ini telah m laporan ya
ada tahun 2 h aktivitas m
memprediks derajat Ce
bangsa di d mengakibatka
a sekitar 9-1 kan dapat
n patut khaw
dengan iklim tanah juga
n kerusakan proses indu
an sumber u
an RI, 2011
r Terhadap P Bencana Al
a temperatu a pemanasa
meningkat ng dikeluark
2001, disimp manusia yan
si peningkat elsius pada
dunia tidak m an meningk
100 cm, ya menenggela
watir dengan
m yang hang lebih cepat
n pada tana ustri, dan pe
utama pemb
Polusi Udara lam, Kemen
ur rata-rata n global. Se
sebesar 0,6 kan Intergov
pulkan bahw ng menamb
tan tempera tahun 2100
melakukan a katkan volu
ng akan me amkan pula
n peningkat
gat akan me kering dan
aman bahka embuangan
buangan limb
a di Indones terian Nega
atmosfer, la elama seratu
6 derajat Ce ernmental P
wa perubah bah gas-gas
atur rata-rata 0. Akibat k
apa-apa, es ume lautan
enimbulkan b au-pulau. In
an perubah
nerima cura n potensial
an mengha 48
limbah bah zat-
i ra Riset
aut, dan us tahun
elsius 1 Panel on
an iklim s rumah
a global kenaikan
di kutub n serta
banjir di donesia
an iklim
ah hujan menjadi
ncurkan
suplai makanan di beberapa tempat di dunia. Hewan dan tanaman akan bermigrasi ke arah kutub yang lebih dingin dan spesies yang tidak mampu
berpindah akan musnah. Meningkatnya frekuensi kebakaran hutan dan menyebarnya penyakit tropis, seperti malaria ke daerah-daerah baru karena
bertambahnya populasi serangga, akan menyebabkan daerah-daerah tertentu menjadi padat dan sesak karena arus pengungsian.
Sumber: IPCC, 2007
Gambar 12. Perubahan Temperatur Bumi Tahun 1970 - 2004
Selain karena penambahan gas rumah kaca ke atmosfer, pemanasan yang cepat ini disebabkan karena pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu
bara, dan minyak bumi. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, maka atmosfer semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas
dari matahari yang dipancarkan ke bumi. Sedangkan penggunaan batu bara, yang dinilai paling berpengaruh dalam pemanasan global, saat ini mencapai 5,3
milyar ton dengan produksi gas buang berupa karbon dioksida untuk setiap kilogram batubara sebanyak 2,7 kilogram. Karena itu lebih dari 13 milyar ton gas
CO
2
yang dilepas ke atmosfir setiap tahunnya. Hal inilah yang berdampak pada perubahan iklim dunia.