Penilaian Unjuk KerjaKinerja Penilaian Kompetensi Keterampilan
204
keterampilannya tinggi biasanya tak kasih yang pertama yaitu untuk contoh model yang belum, seperti itu. Nanti baru yang kira-kira keterampilannya itu belum lalu
diperbaiki. Dengan melihat yang terampil tadi jadi siswa melihat sebenarnya kurangnya apa. Tapi yang paling sering saya pakai yang ini, secara tertulisnya kan
ada dokumennya, yang pakai folio itu. Setiap hari itu yang di folio itu adalah penilaian keterampilan, tetapi lebih banyak di isinya. Misalnya mengolah informasi
dari teks, dari penilaian unjuk kerja kita pakai sampel yang paling atas dengan yang paling bawah yang lain sedengan. Lagi pula nilainya kan juga hanya diantara
1, 2, 3, dan 4 dan kebanyakan hanya nilai 3 dan 4. Yang namanya 1 itu kan jarang- jarang, karena 1 itu artinya tidak punya keterampilan sama sekali, ibaratnya tidak
mau, tidak melakukan, seperti itu kan jarang. Yang paling sering itu kan nilai 3 yaitu sudah sering atau 4 yaitu selalu.”
Peneliti “Kemudian cara Bapak membandingkan sikap siswa dengan rubrik itu bagaimana
Pak? Apakah setiap menilai harus dilihat rubriknya atau bagaimana Pak?” Guru
“Kita kan rubriknya itu bikin sendiri, digunakan sendiri. Kita tuh sudah hafal kok yang namanya, misalnya rubrik diskusi itu yang dinilai 4 aspek. 4 aspek itu kan
berarti dari degreenya kan ada 3 atau 4. Kalau kita ambil 4 kan berarti 4 x 4 itu 16. Berarti kan skor maksimal itu 16. Anak itu kan hanya berada di kisaran antara 12
dari 16, 13 dari 16. Kan jarang yang misalnya 2 dari 16 kan gak mungkin. Jadi kisaran nilai itu kan hanya dikisaran baik dan sangat baik. jarang kok anak itu njuk
terus kurang, kurang itu kan nilai 1. Kurang itu kan jika tidak melakukan sama sekali. Kan kita kebanyakan 3 aspek, jadi 3 dikali 4 kan 12. Jadi nilai diantara 10
per 12. Dan untuk unjuk kerja itu biasanya nilainya bagus mbak. Ya unjuk kerja itu bagus, dalam taraf anak SD itu lo mbak. Mengolah informasi itu udah pandai,
hampir setiap hari dikembangkan jadi anak terbiasa mengolah informasi. Terus mengamati itu juga sudah terbiasa. Walaupun kelas IV ini baru 1 semester ini lo
mbak, kan kelas 3 kemaren belum, tapi selama 1 semester ini sudah enak. Hanya perlu beberapa yang perlu motivasi. Kadang anak tidak segera melakukan, nah itu
yang perlu kita motivasi. Tapi hanya beberapa anak.”
Peneliti “Lalu untuk hambatannya apa saja Pak?”
Guru “Hambatannya yang paling banyak memang di penilaian. Jadi di penilaian itu dari
awal pembelajaran sampai nanti pulang itu seakan-akan guru mbiji terus. Hambatanya yaitu waktunya. Terus kadang kalau kita keasyikan pembelajaran tuh
kita kadang lupa menilai. Misalnya kita baru serius-seriusnya diskusi atau apa, kadang kita lupa menilai diskusinya. Ya itu kendalanya. Ya jadi karena penilaian
itu aspeknya banyak, rubriknya pun lengkap, sehingga membutuhkan waktu dan tenaga ekstra untuk menilai. Sehingga kadang harus selesai pembelajaran baru kita
nilai, kadang malah sampai lupa to kalau tadi ternyata ada yang belum dinilai.”
Peneliti “Lalu solusinya apa Pak?”
Guru “Ya kalau bisa itu memang idealnya di proses itu semuanya selesai penilaian itu,
tapi memang kalau ada yang belum selesai bisa kita lihat dari hasil pekerjaan siswa bisa kita agendakan. Pekerjaan siswa dilihat lagi. Kan ada waktu luang kalau sudah
selesai pelajaran, anak sudah pulang njuk dilihat lagi. Disini saya gak pernah kasih nilai huruf, hanya saya kasih tanda, misalnya kurang tentang apa, jadi dikoreksi.
Sebenarnya yang ideal itu seperti ini, diamati langsung kejadian, itu dideskripsikan pencapaiannya. Jadi format penilaian itu selain diamati lalu disimpulkann capaian
kompetensinya. Jadi si A ini sudah bagus di apa dan kurangnya di apa. Tapi kan kadang kita gak nyampe tenaga dan waktunya itu tadi. Sehingga di akhir pelajaran
itu sudah tau, oh jadi ternyata keterampilan ini belum maksimal. “
Peneliti “Misalnya pekerjaan siswa yang sudah dikumpulkan itu langsung diserahkan ke
siswa lagi atau tidak Pak?” Guru
“Nanti, biasanya setelah saya kasih komentar, tanda, biasanya anak 2 atau 3 hari kemudian tanya, Pak hasilnya sudah dinilai? Udah silakan diliat. Oh saya kurang
ini Pak. Iya kamu kurang gini gini gini. Tapi tidak semua anak itu termonitoring dengan baik, hanya beberapa anak yang kemungkinan yang aktif, biasanya saya
205
salahnya dimana to Pak, nah baru kita oh kamu salahnya disini sini sini. Karena kalau kita ladenin 28 anak ya tidak cukup waktunya. Saya pernah berpikir seperti
ini, mungkin bagusnya 1 kelas 2 guru ya, jadi 1 itu bisa fokus di pembelajaran, 1 itu fokus di anak yaitu penilaiannya. Tetapi anggaran dan SDMnya belum ada.”
Peneliti “Kemudian untuk penilaian kompetensi pengetahuan Pak. Disini Bapak lebih
sering menggunakan teknik penilaian apa Pak?” Guru
“Kan disini ada istilahnya itu ulangan harian, ada istilahnya ulangan. Kalau ulangan harian itu paling banyak menggunakna tes tulis dan itu setiap 1 subtema
pada akhir pembelajaran 6. Ulangan harian jelas tertulis. Lalu dalam aspek pengetahuan ada yang namanya ulangan. Pelaksanaan ulangan itu tidak masuk
dalam pengolahan nilai, tapi masuknya itu nanti di ketuntasan hari itu. Jadi ini tidak mesti secara tertulis, dan lebih banyak di lisankan. Soalnya di tulis di RPP
bagian belakang, tetapi hanya dilisankan. Kita pilih beberapa anak yang kira-kira itu belum memahami. Misalnya tadi ini tentang teknologi zaman batu, saya tanya
ke siswa, kalau siswa sebagian besar sudah bisa berarti ini kan sudah tuntas. Paling-paling hanya 3 nomor, karena pengetahuan di hari itu paling cuma sedikit
kok. Misalnya hari ini hanya tentang peninggalan zaman logam, kewajiban, sama grafik. Jadi soalnya cuma hanya 3. Misalnya sebutkan 7 peninggalan zaman logam,
sebutkan kewajiban sebagai warga negara, gambarkan grafik dari data pengunjung berikut. Dan itu biasanya include di pembelajaran. Jadi kami pengetahuannya
hanya sedikit.”
Peneliti “Kemudian tentang cara siswa dalam menulis jawabannya Pak, bagaimana itu
Pak?” Guru
“Kalau kami menyusun tes ulangan lebih banyak uraian. Jadi di 1 subtema itu kan banyak KD, banyak muatan mapel, komplit, bahkan sampai selain tematik kan ada
agama, bahasa jawa pun masuk disitu, lalu SBdP juga diulangannya itu ada. KD- KD SBdP, olahraga itu saya masukkan di ulangan.”
Peneliti “Apakah guru olahraga tidak memberikan ulangan harian sendiri Pak?”
Guru “Di pengetahuannya enggak. Guru olahraga hanya menilai keterampilan dan sikap.
Untuk pengetahuannya include di pembelajaran. Biasanya saya tanya ke guru olahraga, Pak materi ini sudah diajarkan apa belum. Misalnya ya sudah praktek di
lapangan. Atau sebelum dia mengajar saya welingke, Pak tolong besok mengajar tentang ini supaya nanti ada kesesuaian dengan saya ambil ulangannya. Enggak
banyak kok aspek pengetahuan di olahraga dan SBdP itu. Misalnya kalau di SBdP itu tentang kolase, paling hanya menjelaskan bahan, menjelaskan urutan langkah,
nanti keterampilannya ada di aspek keterampilan produk biasanya.”
Peneliti “Untuk soal pilihan ganda jarang diberikan Pak?”
Guru “Jarang. Pilihan ganda disamping membuatnya sulit, juga nanti untuk mengukur
KD yang tertentu gak bisa. Jadi lebih banyak uraian dan terbatas biasanya kalau saya. Jadi menyebutkan 4 atau 5 atau berapa sesuai degree.”
Peneliti “Kemudian untuk tes tulis hambatannya apa saja Pak?”
Guru “Tes tulis yang ulangan harian hambatannya kita itu anggaran untuk penggandaan
soal itu sangat besar. Jadi membutuhkan dana yang sangat besar. Bayangkan dari 343 anak, misalnya 1 anak itu 2 lembar atau 3 lembar, kali subtema itu 3, kali
temanya itu ada 4, dikali rupiahnya itu 175 itu hampir puluhan juta. Masalah utama di penilaian yaitu biaya. Sehingga saya kadang itu soal gak saya gandakan, soal itu
tak tampilkan di layar, dan anak menjawab supaya ngirit. Tapi resikonya tidak bisa tampil seluruh halaman. Jadi di cek, nomor 1 sudah selesai lalu nomor 2 lalu
nomor 3. Memang kalo di copy enak tinggal mbagi, kerjakan.”
Peneliti “Kalau ulangan hariannya lisan pernah tidak Pak?”
Guru “Enggak. Ulangan harian mesti tulis. Tapi perbaikan lebih banyak saya lisan. Jadi
gini, ulangan harian setelah diproses kan banyak yang gak tuntas misalnya seperti itu, itu biasanya anak itu hanya kurang memahami, jadi memang harus dipahami
apa maksud dari soal ini. Jadi setelah kita lisankan baru anak itu tau, oh maksudnya itu to Pak. Nah baru dia tahu jawabannya. Sehingga dalam perbaikan