60
Pemirsa akan menerima subtitles sebagai teks yang wajar dan tidak aneh. Apabila hal ini dapat dicapai, tujuan pemirsa untuk menonton film dengan puas tidak akan
terganggu. Untuk menerjemahkan teks BSu ke dalam BSa yang berterima, penerjemah film tidak hanya melihat pada dialog yang diujarkan para karakter
namun ia harus mengintegrasikannya dengan aspek non verbal, seperti aspek visual dan aspek aural seperti yang telah disinggung sebelumnya.
2. Analisis Wacana
Teks didefinisikan oleh Cook 1989: 14 sebagai rentangan suatu bahasa yang diinterpretasikan secara formal, yang berarti tanpa konteks. Interpretasi
secara formal tersebut dilakukan dengan melihat fakta-fakta yang ada didalam bahasa. Sedangkan wacana adalah rentangan bahasa yang dirasa bermakna, utuh
satu kesatuan dan mempunyai tujuan h. 156. Untuk memahami bahasa sebagai wacana, hal-hal diluar bahasa perlu diperhatikan seperti konteks situasi yang
meliputi orang-orang yang terlibat, tempat dimana ujaran diucapkan, apa yang mereka tahu, dan apa yang sedang mereka lakukan. Faktor-faktor diluar bahasa
tersebut yang membuat rentangan bahasa sebagai sesuatu yang mempunyai makna dan utuh. Keutuhan dalam wacana, menurut Cook, karena adanya konteks.
Nunan 1993: 6 menyatakan bahwa teks adalah rekaman tertulis dari peristiwa komunikasi yang melibatkan bahasa baik secara lisan maupun secara
tertulis. Definisi Nunan tersebut secara jelas menyebut bahwa teks dapat berbentuk lisan dan tertulis. Teks yang berbentuk lisan dapat berupa transaksi
61
berbelanja, percakapan sehari-hari, khotbah, dan sebagainya. Sedangkan puisi, iklan dalam surat kabar, dan novel adalah contoh teks yang berbentuk tertulis.
Dari penjelasan Nunan ini, film yang notabene berisi percakapan antar karakter yang bermain didalamnya dapat dikategorikan sebagai teks yang berbentuk lisan.
Dengan kata lain, film merupakan suatu teks lisan yang utuh. Oleh Nunan 1993: 6-7, wacana didefinisikan sebagai interpretasi peristiwa komunikasi dalam suatu
konteks. Oleh karena itu, konteks merupakan konsep penting dalam analisis wacana. Wacana yang berkaitan erat dengan masalah konteks ini juga selaras
dengan definisi wacana yang dikemukakan oleh Cook, yang memandang konteks sebagai hal diluar bahasa yang perlu diperhatikan.
Wacana, didefinisikan oleh Bell 1991: 163, sebagai a communicative event which draws on the meaning potential of the language and other system of
communication to carry communicative value the illocutionary force of speech acts through utterances which are linked by means of coherence. Definisi tersebut
memberikan pengertian bahwa wacana merupakan suatu peristiwa komunikasi yang mempunyai makna dari suatu bahasa. Makna bahasa yang direalisasikan
melalui ujaran tersebut membawa berbagai daya ilokusi maksud suatu tindakan yang dihubungkan oleh masalah koherensi. Dengan kata lain, makna suatu ujaran
harus dicari dengan memperhatikan peristiwa komunikasi yang meliputi situasi komunikasi siapa, dimana, bagaimana, kapan, dan sebagainya. Definisi wacana
dari Bell ini menggambarkan bahwa pragmatik merupakan bagian erat dari wacana.
62
3. Pragmatik