Akhir perlawanan Perlawanan Rakyat Bali 1846 - 1849

IPS SMPMTs Kelas VIII 9 3 4 Aceh menolak mengakui kedaulatan Hindia Belanda atas kesultanan Aceh. Maka tanggal 26 Maret 1873 pemerintah Kolonial Belanda mengumumkan perang terhadap Aceh. Sumber: Atlas dan Lukisan SNI, CV Baru, hal 156 Gambar 5.27 Daerah pertempuran dalam Perang Aceh, 1873 – 1904 dan Perang Batak Tapanuli, 1878 – 1807

b. Jalannya Perlawanan

Setelah mendarat pada tanggal 5 April 1873 dengan kekuatan kurang lebih 3000 orang bala tentara, serangan terhadap mesjid dilakukan dan berhasil direbut, tetapi kemudian diduduki kembali oleh pasukan Aceh. Karena ternyata bertahan sangat kuat, serangan ditunda kembali sambil menunggu bala bantuan dari Batavia. Akhirnya penyerbuan tak diteruskan, malahan ekspedisi ditarik kembali. Pada bulan November 1873 Belanda mengirimkan ekspedisi kedua ke Aceh yang berkekuatan 8.000 pasukan dan dipimpin oleh Jenderal Van Swieten. Pada tanggal 9 Desember 1873 ekspedisi telah mendarat di Aceh, kemudian langsung terlibat pertempuran sengit. Belanda menggunakan meriam besar, sehingga laskar Aceh pimpinan Panglima Polim terus terdesak. Sumber: Atlas Sej. Ind. Dunia PT. Pembina hal 27 Gambar 5.28 Teuku Cik Di Tiro pemimpin pasukan Perang Aceh di daerah Pidie, meninggal pada tahun 1891 9 4 IPS SMPMTs Kelas VIII Akibatnya, mesjid raya kembali diduduki Belanda. Belanda terus bergerak dan menyerang istana Sultan Mahmud Syah. Pasukan Aceh terdesak dan Sultan Mahmud Syah menyingkir ke Luengbata. Daerah ini dijadikan pertahanan baru. Namun, tiba-tiba Sultan diserang penyakit kolera dan wafat pada tanggal 28 Januari 1874. Ia digantikan putranya yang masih kecil, Muhammad Daudsyah yang didampingi oleh Dewan Mangkubumi pimpinan Tuanku Hasyim. Perlawanan masih terus dilanjutkan di mana-mana sehingga Belanda tetap tidak mampu menguasai daerah di luar istana. Belanda hanya menguasai sekitar kota Sukaraja saja. Sementara itu, di seluruh Aceh dikobarkan suatu perlawanan bernapaskan Perang Sabilillah. Ulama-ulama terkenal, antara lain Tengku Cik Di Tiro dengan penuh semangat memimpin barisan menghadapi serbuan tentara Belanda. Rakyat di daerah Aceh Barat juga bangkit melawan Belanda dipimpin oleh Teuku Umar bersama istrinya Cut Nyak Dien. Ia memimpin serangan-serangan terhadap pos-pos Belanda sehingga menguasai daerah sekitar Meulaboh pada tahun 1882. Daerah-daerah lainnya di luar Kutaraja juga masih dikuasai pejuang-pejuang Aceh. Mayor Jenderal Van Swieten diganti Jenderal Pel yang kemudian tewas dalam pertempuran di Tonga. Tewasnya 2 perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Kohler dan Jenderal Pel merupakan pukulan berat bagi Belanda. Oleh karena sulitnya usaha untuk mematahkan perlawanan laskar Aceh maka pihak Belanda berusaha mengetahui rahasia kehidupan sosial budaya rakyat Aceh dengan cara mengirim Dr. Snouck Hurgronye, seorang misionaris yang ahli mengenai Islam untuk mempelajari adat-istiadat rakyat Aceh. Dengan memakai nama samaran Abdul Gafar, ia meneliti kehidupan sosial budaya rakyat Aceh dari bergaul dengan masyarakat setempat. Hasil penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut: 1 Sultan Aceh tidak mempunyai ke- kuasaan apa-apa tanpa persetujuan dari kepala-kepala yang menjadi bawahannya. 2 Kaum ulama sangat berpengaruh pada rakyat Aceh. Sumber: Atlas Sej. Ind. Dunia PT. Pembina hal 27 Gambar 5.29 Teuku Umar, pemimpin Perang Aceh di bagian barat bersama istrinya Cut Nyak Dien, gugur pada tahun 1899 Sumber: Atlas Sej. Ind. Dunia PT. Pembina hal 29 Gambar 5.30 C. Snouck Hurgronye Sumber: Atlas Sej. Ind. Dunia PT. Pembina hal 27 Gambar 5.31 Panglima Polim salah seorang tokoh dalam Perang Aceh