Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Jalannya Perlawanan

IPS SMPMTs Kelas VIII 8 1 Pattimura dihukum gantung di depan benteng Victoria Ambon. Sebelum digantung, Pattimura berkata ”Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi sekali waktu kelak Pattimura-Pattimura muda akan bangkit”. Tertangkapnya para pemimpin rakyat Maluku yang gagah berani tersebut menyebabkan perjuangan rakyat Maluku melawan Belanda melemah dan akhirnya Maluku dapat dikuasai oleh Belanda.

2. Perlawanan Kaum Padri 1821 – 1837

a. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan

Kaum Adat di Minangkabau mempunyai kebiasaan yang kurang baik yaitu minum-minuman keras, berjudi, dan menyabung ayam. Kebiasaan itu dipandang oleh kaum Padri sangat bertentangan dengan agama Islam. Kaum Padri berusaha menghentikan kebiasaan itu, tetapi Kaum Adat menolaknya maka kemudian terjadilah pertentangan antara kedua golongan tersebut. Gerakan Padri di Sumatera Barat, bermula dengan kedatangan tiga orang haji asal Minangkabau dari Mekkah tahun 1803. Ketiga haji tersebut adalah Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang. Ketiga haji itu membawa perubahan baru dalam masyarakat Minangkabau dan sekaligus ingin menghentikan kebiasaan yang dianggapnya menyimpang dari ajaran agama Islam. Tujuan gerakan Padri adalah untuk membersihkan kehidupan agama Islam dari pengaruh-pengaruh kebudayaan dan adat istiadat setempat yang dianggap menyalahi ajaran agama Islam. Diberantasnya perjudian, adu ayam, pesta-pesta dengan hiburan yang dianggap merusak kehidupan beragama. Gerakan ini kemudian terkenal dengan nama “Gerakan Wahabi”. Kaum adat tidak tinggal diam, tetapi mengadakan perlawanan yang dipimpin oleh Datuk Sati, maka terjadilah perang saudara. Perang saudara mulai meletus di Kota Lawas, kemudian menjalar ke kota-kota lain, seperti Bonjol, Tanah Datar, dan Alahan Panjang. Tokoh-tokoh kaum Padri yang terkenal adalah Tuanku Imam Bonjol, Tuanku nan Cerdik, Tuanku Pasaman, dan Tuanku Hitam. Kaum adat mulai terdesak. Ketika Belanda menerima penyerahan kembali daerah Sumatera Barat dari Inggris, kaum adat meminta bantuan kepada Belanda menghadapi kaum Padri. Oleh karena itu, kaum Padri juga memusuhi Belanda. Sumber: Atlas dan Lukisan Sejarah, CV. Baru hal 151 Gambar 5.15 Peta Perang Padri 1821 – 1837 8 2 IPS SMPMTs Kelas VIII

b. Jalannya Perlawanan

Musuh kaum Padri selain kaum adat adalah Belanda. Perlawanan dimulai tahun 1821 dengan serbuan ke berbagai pos Belanda dan pencegatan terhadap patroli Belanda. Pasukan Padri bersenjatakan senjata tradisional, sedangkan pihak musuh menggunakan meriam dan jenis senjata lainnya. Pertempuran berlangsung seru sehingga banyak menimbulkan korban kedua belah pihak. Pasukan Belanda mendirikan benteng pertahanan di Batusangkar diberi nama Fort Van Der Capellen. Benteng pertahanan kaum Padri dibangun di berbagai tempat, antara lain Agam dan Bonjol yang diperkuat dengan pasukan yang banyak jumlahnya. Tanggal 22 Januari 1824 diadakan perjanjian Mosang dengan kaum Padri, namun kemudian dilanggar oleh Belanda. Pada April 1824 Raaf meninggal digantikan oleh Kolonel De Stuers. Dia membangun Benteng Fort De Kock, di Bukit Tinggi. Tanggal 15 November 1825 diadakan perjanjian Padang. Kaum Padri diwakili oleh Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Pasaman. Seorang Arab, Said Salimuljafrid bertindak sebagai perantara. Pada hakikatnya berulang-ulang Belanda mengadakan perjanjian itu dilatarbelakangi kekuatannya yang tidak mampu menghadapi serangan kaum Padri, di samping itu bantuan dari Jawa tidak dapat diharapkan, karena di Jawa sedang pecah Perang Diponegoro. Tahun 1829 daerah kekuasaan kaum Padri telah meluas sampai ke Batak Mandailing, Tapanuli. Di Natal, Tapanuli Baginda Marah Husein minta bantuan kepada kaum Padri mengusir Gubernur Belanda di sana. Maka setelah selesai perang Diponegoro, Natal di bawah pimpinan Tuanku Nan Cerdik dapat mempertahankan serangan Belanda di sana. Tahun 1829 De Stuers digantikan oleh Letnan Kolonel Elout, yang datang di Padang Maret 1931. Dengan bantuan Mayor Michiels, Natal dapat direbut, sehingga Tuanku Nan Cerdik menyingkir ke Bonjol. Sejak itu kampung demi kampung dapat direbut Belanda. Tahun 1932 datang bantuan dari Jawa, di bawah Sentot Prawirodirjo. Dengan cepat Lintau, Bukit, Komang, Bonjol, dan hampir seluruh daerah Agam dapat dikuasai oleh Belanda. Melihat kenyataan ini baik kaum Adat maupun kaum Padri menyadari arti pentingnya pertahanan. Maka bersatulah mereka bersama-sama menghadapi penjajah Belanda.

c. Akhir Perlawanan