IPS SMPMTs Kelas VIII
113
Akibat lain dari meluasnya pengajar- an ini ialah berkembangnya berbagai
ideologi. Karena pelajar berasal dari berbagai daerah dan lingkungan budaya
serta tingkat sosial dan ekonomi yang berbeda, cara mereka menilai lingkungan
berbeda-beda pula. Karena rumusan cita- cita mereka berbeda-beda pula. Sebagian
dari mereka mengkaitkan diri dengan kebangkitan Islam.
Dari hasil pendidikan Islam, akan muncul pula cendikiawan Islam, ulama
dan kyai yang mempelopori Pergerakan Nasional. Mereka mendorong masyarakat untuk mencintai tanah air dan agamanya.
Pergerakan tersebut tidak hanya bersifat kedaerahan tetapi terus meluas ke Nasional. Akhirnya munculah jiwa Nasionalisme Indonesia.
Sumber: SNI 3 Nugroho Notosusanto, Depdikbud hal. 38
Gambar 6.99 Di antara tokoh cendekiawan Islam pelopor pendidikan dan perguruan Islam
Kecakapan Personal dan Sosial
1. Diskusikan bersama dengan kelompokmu tentang persamaan dan perbedaan antara pengaruh pendidikan Barat dengan pengaruh pendidikan Islam terhadap munculnya
nasionalisme Indonesia. 2. Kemudian presentasikan hasil diskusi kelompok tersebut di depan kelas hal ini dilakukan
secara bergiliran antarkelompok. 3. Berilah kesempatan pada kelompok lain untuk memberi sanggahan dan tanggapan.
4. Di akhir diskusi, bersama guru pengajar buatlah kesimpulan atas hasil diskusi kelompok.
B Peranan Golongan Terpelajar, Profesional
dan Pers dalam Menumbuhkembangkan Kesadaran Nasional Indonesia
Salah satu realisasi dari pelaksanaan politik etis adalah didirikannya sekolah- sekolah di Indonesia. Walaupun sebenarnya sekolah-sekolah tersebut untuk
kepentingan pemerintah Belanda. Namun ada juga rakyat Indonesia yang mengenyam pendidikan. Golongan inilah yang nanti sangat berperan dalam
menumbuhkembangkan kesadaran Nasional Indonesia. Golongan inilah yang kemudian disebut golongan terpelajar.
114
IPS SMPMTs Kelas VIII
1. Timbulnya Golongan Terpelajar dan Profesional
Dalam masyarakat secara umum terdapat tiga lapisan berdasarkan status sosialnya, yaitu sebagai berikut.
1. Lapisan bawah, yang biasanya disebut rakyat jelata. Yaitu terdiri dari para buruh,
tani biasa, nelayan dan sebagainya. 2.
Lapisan menengah yaitu terdiri dari para pedagang, petani-petani kaya, dan para pegawai yang terdiri dari berbagai profesi.
3. Lapisan atas yaitu biasa disebut golongan elite. Golongan elite ialah orang-orang
yang sangat dihormati di dalam masyarakat. Biasanya mereka adalah keturunan bangsawan atau kerabat raja dan pemuka-
pemuka agama, seperti ulama dan kyai yang sangat berpengaruh di dalam masyarakat. Golongan ini pada umumnya sudah banyak mengenyam pendidikan.
Sebelum abad ke-20, kesadaran Nasional Indonesia belum berkembang mantap. Golongan elite dan golongan terpelajar terdapat di dalam masyarakat masih bersifat
kedaerahan. Mereka hanya terpandang dan dihormati terbatas dalam lingkungan daerah masih-masing. Kekuasaan pemerintah kolonial Belanda yang telah menguasai
daerah-daerah di Indonesia ternyata tidak merubah kedudukan golongan elite tersebut.
Hal ini disebabkan karena tenaga dan kekuasaan mereka tetap dipertahankan oleh pemerintah kolonial, untuk membantu kelancaran administrasi pemerintah
kolonial. Selain itu kebijakan ini untuk menghemat biaya pemerintah dan murahnya tenaga bangsa Indonesia.
Politik etis yang dijalankan di Indonesia pada akhir abad ke-19 mulai mengubah keadaan yang tradisional tersebut. Perluasan pengajaran dan pengaruh penerobosan
ekonomi uang telah memungkinkan terjadinya pergeseran-pergeseran dan perubahan status sosial seseorang. Kota-kota besar yang menjadi pusat pengajaran
pendidikan, perdagangan, dan industri merupakan tempat bertemunya pelajar- pelajar dan pemuda-pemuda dari berbagai daerah yang berbeda-beda adat-istiadat
dan kedudukan sosial mereka. Ilmu yang sama-sama mereka terima dari bangku sekolah memberikan kepada mereka suatu keseragaman berpikir mengenai sesuatu.
Hal ini memudahkan pendekatan-pendekatan sesama mereka. Khususnya dalam diskusi-diksusi yang dilakukan. Semua aspek yang terjadi di dalam masyarakat,
mereka bicarakan dan perbandingkan antara satu daerah dengan daerah lainnya sehingga diperoleh suatu kesimpulan bersama.
Kesimpulan mereka bahwa tanpa pendidikan, kemajuan bangsa Indonesia akan lambat. Dalam bidang politik dapat dilihat tekad organisasi-organisasi daerah dan
partai-partai politik untuk persatuan dan kesatuan bangsa. Jadi kelihatan secara lambat laun bahwa jangkauan pemikiran mereka sudah keluar dari batas daerah masing-
masing. Muncullah waktu itu beberapa tokoh pemimpin nasionalis yang ber- pengaruh di kalangan rakyat, seperti dr. Sutomo, HOS. Tjokroaminoto, dr. Tjipto
Mangunkusumo, H. Agus Salim dan Abdul Moeis pada masa-masa awal Pergerakan Nasional; Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, Mr. Muh. Yamin dan sebagainya
pada waktu berikutnya.
IPS SMPMTs Kelas VIII
115
2. Peranan Golongan Terpelajar dan Profesionalisme dalam Perkembangan Kesadaran Nasional Indonesia
Dalam menumbuhkan golongan terpelajar ini pengaruh sistim pendidikan Barat, terutama di perguruan tinggi, sangat menonjol. Dengan ilmu, mereka mencari ide
dan pemikiran sendiri untuk kemajuan masyarakat. Keahlian seseorang dalam suatu ilmu mendesak keturunan sebagai ukuran bagi penentuan status seseorang. Kaum
terpelajar yang tumbuh menjadi elite nasional sadar bahwa belenggu tradisional yang mengikat daerah-daerah, dan juga diskriminasi rasial yang dijalankan pemerintah
kolonial, sangat menghambat bagi cita-cita nasionalisme Indonesia, yaitu menggalang persatuan nasional dan mencapai kemerdekaan nasional.
Elite nasional yang telah mempunyai dasar baru dalam memandang masyarakat sekitarnya, yaitu nasionalisme Indonesia, berusaha merubah pandangan yang bertolak
dari lingkungan daerahnya masing-masing. Mereka yakin bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia hanya akan berhasil apabila nasionalisme telah tumbuh
dengan subur sehingga merupakan kekuatan yang merata yang mengikat semua suku di Indonesia dalam ikatan persatuan nasional yang kokoh. Mereka juga sadar
bahwa untuk mempercepat proses tercapainya hal tersebut perlu diadakan organisasi terhadap rakyat dengan membentuk partai dan perserikatan massa yang mempunyai
keanggotaan luas.
Ada beberapa faktor yang memudahkan proses pertumbuhan nasionalisme itu, yakni : pendidikan, bahasa dan media komunikasi massa surat kabar, majalah, buku,
dan brosur. Pemimpin-pemimpin pergerakan nasional sadar, bahwa langkah pertama untuk mengembangkan nasionalisme adalah melalui pendidikan. Karena
itu partai-partai politik maupun tokoh nasionalis secara perorangan mendirikan sekolah-sekolah dengan berbagai macam dan tingkat yang tujuannya di samping
untuk mendidik kader-kader partai juga mendidik murid-muridnya dalam iklim nasionalisme. Adalah menarik bahwa kaum ibu Indonesia yang dipelopori oleh
R.A. Kartini juga telah membantu pertumbuhan nasionalisme di kalangan kaum wanita. Kongres Wanita Pertama tanggal 22 Desember 1928 di Yogyakarta
memperkuat peranan wanita dalam Pergerakan Nasional.
Puncak peranan elite nasional dalam menumbuhkan nasionalisme tercapai dengan diucapkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam
Kongres Pemuda di Jakarta. Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa : Indonesia. Di sini dengan tegas telah dipatrikan arti nasionalisme Indonesia untuk wilayah dari Sabang
sampai Merauke. Semenjak itu bahasa Melayu disebut bahasa Indonesia, yang peng- gunaannya kemudian semakin luas. Lagu Indonesia Raya karangan W.R. Supratman
yang diperdengarkan pada Kongres Pemuda tahun 1928 itu makin memantapkan rasa nasionalisme itu.
Peranan para profesional yang terdiri dari para dokter, ahli hukum, insinyur, seniman, ahli pertanian, ahli kehewanan, para pendidik, dengan kesadarannya
menulis di dalam pers Indonesia dan organisasi pergerakan. Dengan demikian, mereka telah ikut serta dalam pendidikan nasional bagi rakyat Indonesia.
116
IPS SMPMTs Kelas VIII
3. Peranan Pers Media Komunikasi dalam Perkembangan Kesadaran Nasional Indonesia
Pers atau media komunikasi me- megang peranan sangat penting dalam
menyadarkan rakyat Indonesia dalam menempuh perjuangan.
Di bidang media komunikasi massa puluhan surat kabar dan majalah yang
diterbitkan oleh orang Indonesia pada waktu itu. Menyerukan agar rakyat
Indonesia bangkit dan bersatu-padu untuk menghadapi imperialisme,
kolonialisme, dan kapitalisme Belanda. Kemiskinan, kesengsaraan dan keter-
belakangan sebagai rakyat terjajah akan
dapat diatasi apabila rakyat di tiap daerah bersatu untuk berjuang mencapai kemerdekaan.
Pers memang merupakan alat komunikasi massa yang sangat tepat untuk menggerakkan semangat perjuangan karena langsung berhubungan dengan
masyarakat luas. Meskipun pers masih terbatas pada pers cetak yang jumlahnya masih terlalu sedikit, ternyata peranannya sangat besar. Khususnya dalam mem-
bangkitkan rasa kebangsaan dan persatuan. Melalui pers perkembangan setiap pergerakan dapat segera diketahui masyarakat, baik masyarakat pergerakan maupun
masyarakat pada umumnya. Sejalan dengan perkembangan pergerakan, berkembang pula kesadaran masyarakat akan arti pers dalam perjuangan mencapai
kemerdekaan.
Pers yang ada pada waktu itu, pada umumnya berupa harian surat kabar dan majalah. Beberapa surat kabar yang terkenal waktu itu ialah De Expres, Oetoesan
Hindia , dan lain-lain. Majalah yang banyak pengaruhnya adalah Indonesia Merdeka
yang diterbitkan oleh Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda. Tidak heran bila banyak dari surat kabar dan majalah itu dibrangus oleh pemerintah kolonial karena
dipandang sangat berbahaya.
Contoh surat kabar yang terbit, yang sangat mempengaruhi kesadaran rakyat Indonesia, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Bintang Soerabaja 1861 di Surabaya
Surat kabar ini merupakan surat kabar berbahasa Melayu yang tertua di Indonesia. Isinya selalu menentang pemerintah dan berpengaruh di kalangan orang-
orang Cina dari partai modern di Jawa Timur. Pemimpin redaksi surat kabar ini adalah Courant.
Sumber: SNI V Marwati D. Balai Pustaka, hal. 343
Gambar 6.100 Pers Nasional di Masa Pergerakan