Karakteristik Perkembangan Emosi Anak

185 yang juga dipengaruhi dari luar individu. Moralitas berkaitan dengan sistem kepercayaan, penghargaan, dan ketetapan yang terjadi di bawah sadar tentang tindakan yang benar dan yang salah, dan untuk memastikan individu tersebut akan berusaha berbuat sesuai dengan harapan masyarakat. Menurut Immanuel Kant moral adalah kesesuaian sikap dan perbuatan kita dengan norma atau hukum batiniah kita, yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban kita. Berdasarkan pendapat beberapa para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa moralitas adalah sistem kepercayaan, penghargaan, dan ketetapan tentang perbuatan benar dan salah yang terbentuk dari kebiasaan-kebiasan dari standar sosial yang dipengaruhi dari luar individu atau sesuai dengan harapan masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Perkembangan moral itu sendiri berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Moral berhubungan dengan penerapan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, dalam perbuatan yang seharusnya dilakukan dalam interaksi sosial. Menurut Gibs dan Power, perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal yang mengatur aktivitas seseorang ketika dia tidak terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik. Tindakan, sikap dan tingkah laku anak dan setiap individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya tidak lepas dari perilaku moral yang dimiliki. Melalui perilaku moral tersebut setiap individu akan mampu menempatkan diri dan diterima oleh lingkungan yang sesuai dengan standar norma-norma yang berlaku. Pendidikan moral akan berhasil apabila pendidikan itu dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangan moral anak. Perilaku moral tidak diperoleh begitu saja, melainkan harus ditanamkan. Hal ini dikarenakan pada saat lahir anak belum memiliki konsep tentang perilaku anak yang baik dan tidak baik. Selain itu, pemahaman anak tentang mana yang benar, bertindak untuk kebaikan bersama, dan menghindari hal yang salah belum dikembangkan dalam diri anak. Awalnya anak 186 berperilaku hanya karena dorongan naluriah saja yang seolah tak terkendali. Atas dasar tersebut maka pada diri anak harus ditanamkan perilaku moral yang sesuai dengan standar yang berlaku dalam kelompok masyarakat di mana ia tinggal. Pada usia 4-6 tahun anak mulai menyadari dan mengartikan bahwa sesuatu tingkah laku ada yang baik dan tidak baik. Anak memperlihatkan sesuatu perbuatan baik tanpa mengetahui mengapa ia harus berbuat demikian. Ia melakukan hal ini untuk menghindari hukuman yang mungkin akan dialami dari lingkungan sosial atau memperoleh pujian. Anak pada usia 4 tahun, umumnya mereka mulai memasuki dunia barunya, yaitu dunia sekolah. Di sekolah anak dituntut untuk berinteraksi dengan teman-teman di sekolah dan juga guru-guru mereka. Jadi dalam hal ini interaksi anak lebih luas dari yang awalnya hanya berinteraksi didalam lingkungan keluarga dan sekarang bertambah menjadi lingkungan sekolah. Pada usia 4 tahun perkembangan moral anak semakin luas di usia ini pengetahuan anak tentang nilai dan norma sebagai dasar perilaku moral berkembang luas. Anak belajar mengetahui tentang apa yang seharusnya ia lakukan dalam berinteraksi dengan teman-teman dan guru mereka di sekolah. Selain itu anak dapat membedakan apa yang berlaku di rumah dan di sekolah, hal ini membuat anak agar dapat berlaku sopan dimanapun ia berada. Tahapan Perkembangan Moral Menurut Piaget dalam pengamatan dan wawancara pada anak usia 4-12 tahun menyimpulkan bahwa anak melewati dua tahap yang berbeda dalam cara berpikir tentang moralitas yaitu : 1. Tahap Moralitas Heteronom Anak usia 4-7 tahun menunjukkan moralitas heteronom, yaitu tahap pertama dari perkembangan moral. Anak berpikir bahwa keadilan dan peraturan adalah properti dunia yang tidak bisa diubah dan dikontrol oleh orang. Anak berpikir bahwa peraturan dibuat oleh orang dewasa dan terdapat pembatasan- pembatasan dalam bertingkah laku. 187 Pada masa ini anak menilai kebenaran atau kebaikan tingkah laku berdasarkan konsekuensinya, bukan niat dari orang yang melakukan. Anak juga percaya bahwa aturan tidak bisa diubah dan diturunkan oleh sebuah otoritas yang berkuasa. Anak berpikir bahwa mereka tidak berhak membuat peraturan sendiri, melainkan dibuatkan aturan oleh orang dewasa. Orang dewasa perlu memberikan kesempatan pada anak untuk membuat peraturan, agar anak menyadari bahwa peraturan berasal dari kesepakatan dan dapat diubah. 2. Tahap Moralitas Otonomi Usia 7-10 tahun, anak berada dalam masa transisi dan menujukkan sebagian ciri-ciri dari tahap pertama perkembangan moral dan sebagian ciri dari tahap kedua yaitu moralitas otonom. Anak mulai sadar bahwa peraturan dan hukum dibuat oleh manusia, dan ketika menilai sebuah perbuatan, anak akan mempertimbangkan niat dan konsekuensinya. Moralitas akan muncul dengan adanya kerjasama atau hubungan timbal balik antara anak dengan lingkungan dimana anak berada. Pada masa ini anak percaya bahwa ketika mereka melakukan pelanggaran, maka otomatis akan mendapatkan hukumannya. Hal ini seringkali membuat anak merasa khawatir dan takut berbuat salah. Namun, ketika anak mulai berpikir secara heteronom, anak mulai menyadari bahwa hukuman terjadi apabila ada bukti dalam melakukan pelanggaran. Piaget yakin bahwa dengan semakin berkembang cara berpikir anak, anak akan semakin memahami tentang persoalan- persoalan sosial dan bentuk kerjasama yang ada di dalam lingkungan masyarakat. Selain Piaget, Kohlberg juga menekankan bahwa cara berpikir anak tentang moral berkembang dalam sebuah tahapan. Kohlberg menggambarkan 3 tiga tingkatan penalaran tentang moral, dan setiap tingkatannya memiliki 2 dua tahapan, yaitu : 1. Moralitas Prakonvensional, Penalaran prakonvemsional adalah tingkat terendah dari penalaran moral, pada tingkat ini baik dan buruk diinterpretasikan melalui reward