7. Bagaimana metode yang dilakukan dalam menerapkan program
pembiasaan akademik dan non akademik pada proses belajar mengajar di sekolah?
Jawaban : Sejauh ini ada enam hari yang kita laksanakan sebagai fungsi proses belajar mengajar di sdit darul muttaqien. Dari enam hari tersebut ada lima hari
yang efektif lebih cenderung pada kegiatan pembelajaran di kelas dengan metode diskusiberkelompok dengan teman-temannya, ditambah hari kamis
dan jum’at ada kegiatan yang berkaitan dengan fisik yaitu pramuka dan silat. Sedangkan di hari sabtunya hanya kita gunakan untuk eskul pilihan saja, untuk
metodenya sejauh ini hanya itu yang kita gunakan di sekolah ini.
8. Bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam
penerapan program pembiasaan akademik dan non akademik? seperti apa bentuk pengawasan tersebut?
Jawaban : Kalau secara akademiknya kita setiap bulan ada evaluasi, kita gunakan di akhir bulan, tiga minggu pertama untuk kita gunakan pada proses
pembelajaran di sekolah, kemudian minggu terakhir kita gunakan untuk mengevaluasi. Sebelum mengevaluasi dari kegiatan-kegiatan yang ada, kita
mencari informasi atau menanyakan kepada guru-guru di kelas tempat ia mengajar bagaimana kegiatan mengajar di kelas, jika ada problem yang dirasa
baru kita cari bersama-sama solusi seperti apa agar pengawasan itu tetap berjalan. Jadi selain bentuk solusi itu, kepala sekolah memonitoring dan
berkomunikasi disetiap kegiatan sekolah baik dari segi akademik dan non akademik.
9. Kendala apa saja yang dirasakan dalam menerapkan pendidikan
karakter di sekolah?
Jawaban : Kalau yang berkaitan dengan siswa, pertama setiap siswa berbeda karakter yang dimiliki anak itu menjadi salah satu kendala. Ada yang satu kali
dinasehati, ada yang ke dua kali, ada juga yang ke tiga, atau ada juga tanpa di nasehati sudah paham dengan sendiri. Kedua kalo lebih ke KBM kita merasa
ke sarana dan prasarana kita tergolong kurang, artinya setiap pelajaran memang masing-masing punya gaya, punya ritme cara mengajarnya.
Walaupun secara 80 sarana prasarana kita mencukupi, hanya saja pendayagunaan saja yang kurang. Ketiga karena waktu yang singkat dalam
proses pembelajaran, jadi kita harus lebih pintar-pintar menggunakakn waktu yang tersedia. Kemudian kalau dari guru itu sendiri ada, dikatakan demikian
karena di sekolah ini tidak semua guru memahami islam secara utuh, artinya ketika anak melaksanakan sholat dhuha atau sholat berjama’ah, maka guru ada
juga yang tidak mengingatkan kepada anak atau santai-santai saja seperti itu.
10. Selama ini, sejauh mana atau hasil apa yang telah dicapai sekolah dalam
menerapkan pendidikan karakter di sekolah terhadap siswa?
Jawaban : Kami bahagia sekali ketika anak menjadi sholeh atau sholehah, anak yang ketika bertemu guru itu mengucapkan salam dan salaman atau
mengerjakan sholat lima waktunya. Sejauh ini proses yang dapatkan, ketika ada buku catatan sholat di rumah dan guru menanyakan siapa yang tidak
sholat subuh, ada siswa yang mengacungkan tangan, artinya mereka jujur dengan apa yang mereka perbuat. Secara kualitasnya kita senang ketika ada
siswa yang menjaga sholat lima waktunya, belajarnya sudah tidak diingatkan lagi, tutur bahasanya bagus, dan sikapnya memiliki karakter, lebih cenderung
sih hasilnya ke pendidikan agama atau religiusnya. Intinya menjadi anak yang sholeh dan sholehah, bukan segi akademik saja yang menjadi pokok utamanya
tetapi akhlaknya pun juga diterapkan pula.
Mengetahui,
Interviewee Interviewer
Wakabid Kurikulum Penulis
Hendra Gumilar, S.Sos.I Nuning Yulistika
Lampiran 6
Hasil Wawancara Wakil Kepala Bidang Kesiswaan
Nama : Asep Kosasih, S.Hi
Jabatan : Wakil Kepala Bidang Kesiswaan
HariTanggal : Rabu, 19 Oktober 2016 Tempat
: Kantor Wakil Kepala Sekolah Waktu
: 09.30 WIB
1. Bagaimana pendapat BapakIbu mengenai pendidikan karakter di SDIT