yaitu belajar untuk tahu, belajar untuk berbuat, belajar untuk memiliki keberadaan, dan belajar untuk hidup bersama. Hal ini merupakan
pengejawentahan gagasan belajar sepanjang hayat dan memiliki konsekuensi pada penerapan konsep pendidikan untuk semua, termasuk pendidikan tinggi untuk
semua. Setiap anggota masyarakat memiliki hak dasar untuk menempuh pendidikan sampai jenjang tertinggi, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
39
Pendidikan jarak jauh merupakan penerapan prinsip-prinsip teknologi pendidikan untuk memecahkan masalah keterpisahan antara pengajar, sumber
belajar, dan pembelajaran. Pembelajaran dalam pendidikan jarak jauh lebih dikendalikan oleh kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Seluruh program dan
pelayanan dapat diakses oleh peserta didik tanpa terkendala jarak, ruang, dan waktu. Durri Andriani dan Nurmala menjelaskan suatu studi yang didasarkan pada
355 laporan penelitian menyatakan bahwa secara konsisten tidak ada perbedaan hasil belajar antara peserta didik yang belajar melalui sistem belajar tatap muka
dengan sistem belajar jarak jauh. Dalam dunia pendidikan hal ini dikenal sebagai The No Significant Difference Phenomenon.
40
Jadi sangat rasional bila jumlah negara yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh semakin lama semakin
bertambah, bukan hanya di negara-negara maju yang memiliki teknologi tinggi, tetapi juga di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Mengatasi keterpisahan dan membuka kesempatan memperoleh pendidikan untuk semua nampaknya menjadi urgensi pokok dari sistem
pendidikan jarak jauh. Paulina Pannen
41
juga mengungkapkan hal demikian, bahwa keberadaan sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh selain untuk
mencapai tujuan pendidikan sebagaimana tercantum dalam kurikulum, juga diarahkan untuk peningkatan akses terhadap pendidikan, mengatasi keterpisahan
dan membuka kesempatan memperoleh pendidikan. Dengan sendirinya, hal tersebut sangat erat kaitannya dengan masalah keadilan sosial, pemerataan antar
39
Asnah Said ed., Perkembangan Universitas Terbuka, Perjalanan Mencari Jati Diri Menuju PTJJ Unggulan, Jilid 3, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007, h. 177.
40
Durri Andriani dan Nurmala Pangaribuan, Mahasiswa di Institusi Pendidikan Tinggi Jarak Jauh. Jakarta: Universitas Terbuka, 2006, h. i.
41
Paulina Pannen, op. cit., h. 25.
kelompok, dan liberalisasi pendidikan lintas ruang dan waktu bagi seluruh individu dalam suatu masyarakat.
Pemikiran awal pendidikan jarak jauh memang terletak pada penekanan permasalahan akses terhadap penyelenggaraan pendidikan. Tian Belawati
menjelaskan pada awalnya pemikiran mengenai sistem pendidikan jarak jauh didominasi oleh pengertian sebagai suatu bentuk pendidikan yang didasarkan pada
penggunaan bahan ajar standar yang diproduksi secara masal untuk mencapai keuntungan ekonomis. Pemikiran ini mencerminkan penekanan pada isu
aksesibilitas sebagai fokus penyelenggaraan pendidikan. Garrison pun mengungkapkan hal yang sama berkaitan dengan aksesibilitas pada sistem
pendidikan jarak jauh. Dikutip oleh Belawati, Garrison menjelaskan bahwa keinginan untuk meningkatkan akses terhadap pendidikan telah menjadi pemicu
utama penyelenggaraan pendidikan jarak jauh di banyak negara.
42
Konklusi dari urgensi sistem pendidikan jarak jauh berdasarkan dari berbagai penjelasan diatas adalah bahwa pencapaian terhadap perwujudan
pendidikan sepanjang hayat life long education dan pendidikan untuk semua education for all menjadi urgensi pokok sistem pendidikan jarak jauh. Sistem
pendidikan jarak jauh dapat meningkatkan aksesibilitas penyelenggaraan pendidikan. Sehingga jarak, ruang, dan waktu yang selama ini menjadi
permasalahan klasik dalam penyelenggaraan pendidikan konvensional, sekarang sudah tidak menjadi masalah lagi semenjak hadirnya sistem pendidikan jarak jauh.
4. Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Memberi pengertian terhadap Pendidikan Agama Islam perlu pemaknaan secara mendalam. Karena didalamnya terkandung tiga kat
a; “pendidikan”, “agama”, dan “Islam”, yang masing-masing kata juga memiliki kandungan makna
yang luas dan dalam. Maka demi mendapatkan pengertian yang komprehensif, alangkah lebih baiknnya terlebih dahulu mengelaborasi dari setiap kata yang ada.
42
Tian Belawati , “Perkembangan Pemikiran Tentang Pendidikan Terbuka dan Jarak
Jauh”, dalam Tian Belawati ed., Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Jakarta: Universitas Terbuka, 1999, h. 31.
Kata “pendidikan” sering dipadankan dengan kata education dalam bahasa Inggris. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata pendidikan terdiri dari kata
“didik” yang mendapat awalan “pen” dan akhiran “an”. Sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
kata “pendidikan” memiliki arti perbuatan hal, cara, dan sebagainya mendidik.
43
Pengertian ini menunjukkan bahwa kata “pendidikan” lebih mengacu pada cara melakukan suatu perbuatan
dalam hal ini mendidik. Kata “mendidik” dalam kamus tersebut memiliki makna
tersendiri yaitu memelihara dan member latihan ajaran, pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Apabila diposisikan dalam konteks Islam secara inheren, Azyumardi Azra menjelaskan bahwa kata “pendidikan” sering dikonotasikan dengan istilah
tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib, ketiga istilah ini harus dipahami secara bersama-sama
karena mengandung makna yang sangat dalam, menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling
berkaitan satu sama lain. Istilah itu juga sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam; “informal”, “formal”, dan “nonformal”.
44
Hery Noer Aly
45
menjelaskan secara terperinci tiga istilah tersebut. Istilah tarbiyah berakar pada tiga kata. Pertama, kata raba yarbu yang berarti bertambah
dan tumbuh. Kedua, kata rabiya yarba yang berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, kata rabba yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin,
menjaga, dan memelihara. Istilah ta’lim berarti proses pembelajaran secara terus
menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan, dan hati. Proses
ta’lim tidak berhenti pada pencapaian pengetahuan dalam wilayah kognisi semata, tetapi terus menjangkau wilayah psikomotor dan
afeksi. Sedangkan istilah ta’dib digunakan untuk menandai konsep pendidikan
dalam Islam yang ditawarkan oleh Al-Attas, yaitu berasal dari kata adab, berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat
43
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1961, h. 205.
44
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, 2002, h. 4-5.
45
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999, h. 4-9.
teratur secara hirarkis sesuai dengan berbagai tingkatan dan derajat tingkatannya. Maka demikian kata adab mencakup pengertian
„ilm dan „amal. Beberapa terminologi pendidikan muncul dari beberapa tokoh pendidikan.
Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, menjelaskan pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan
dan kebahagiaan manusia. Pendidikan merupakan sebuah perjuangan, memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan, dan pendidikan adalah usaha kebudayaan
berasas peradaban yang memajukan hidup agar mempertinggi derajat manusia.
46
Intelektual muslim Al-Ghazali yang sangat terkenal pandangannya dalam hal pendidikan. Memandang pendidikan sebagai ibadah dan upaya peningkatan
kualitas diri. Baginya, pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
47
Selanjutnya Ahmad D. Marimba memiliki pandangan tersendiri mengenai arti pendidikan. Menurut Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan
secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
48
Marimba menyebutkan ada lima unsur utama pendidikan, yaitu 1 Usaha atau kegiatan yang bersifat bimbingan,
pimpinan, atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2 Ada pendidik, pembimbing atau penolong yang dilakukan secara sadar. 3 Ada yang dididik atau
si terdidik. 4 Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut. Dan 5 ada alat- alat yang dipergunakan dalam usaha tersebut.
Memberikan terminologi terhadap pendidikan dapat juga melihatnya dalam sudut pandang yang berbeda. Suparlan Suhartono melihat pendidikan dari
dua sudut pandang yaitu sudut pandang luas dan sempit.
49
Menurut sudut pandang luas pendidikan adalah segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong
timbulnya minat belajar untuk mengetahui dan kemudian bisa mengerjakan
46
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos, 1997, h. 9.
47
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005, h. 87.
48
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al- Ma’arif,
1962, h. 19.
49
Suparlan Suhartono, Wawasan Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008, h. 43- 46.