Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher and

1 kakak merasa tidak nyaman dengan disentuh pundaknya. Adik berkata dengan intonasi normal, tetapi si kakak menjawab dengan intonasi tinggi dan membentak. Dari percakapan antara kakak dan adik di atas, dapat diketahui bahwa kakak menanggapi adiknya dengan rasa kesal yang mengancam muka si adik secara sepihak. Hal tersebut mengakibatkan si adik sebagai mitra tutur merasa terancam dan malu dengan tanggapan kakaknya. Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi lebih menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang memiliki maksud mengancam muka sepihak mitra tuturnya, tetapi di sisi lain penutur tidak menyadari bahwa perkataannya menyinggung mitra tutur.

2.4.5 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher and

Watts Locher and Watts 2008 berpandangan bahwa perilaku tidak santun adalah perilaku yang secara normatif dianggap negatif negatively marked behavior, lantaran melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Juga mereka menegaskan bahwa ketidaksantunan merupakan peranti untuk menegosiasikan hubungan antarsesama a means to negotiate meaning. Selengkapnya pandangan mereka tentang ketidaksantunan tampak berikut ini, ‘…impolite behaviour and face-aggravating behaviour more generally is as much as this negation as polite versions of behavior.’ cf. Lohcer and Watts, 2008:5. 1 Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher and Watts ini dapat diilustrasikan dengan situasi berikut. Situasi: Pada suatu malam pukul 22.00 WIB, seorang ibu menegur anaknya yang pulang terlambat. Sebelum pergi, si anak sudah menyetujui akan pulang pukul 21.00 WIB sesuai dengan aturan dari ibunya. Namun, sang anak justru baru pulang pukul 22.00 WIB. Wujud Tuturan: Ibu : “Udah puas mainnya?” ibu menyambut kepulangan anaknya dengan nada sinis. Anak : “Apa to, bu? Wong baru jam segini kok.” menjawab pertanyaan ibunya dengan nada santai Ibu : “Oalah, Nduk. Wong udah telat, kok masih ngomong baru jam segini.” berlalu dengan nada semakin sinis. Anak : “Ibu ki gak tau anak zaman sekarang.” Dari ilustrasi tersebut, tuturan ibu menunjukkan bahwa ia menegur anaknya yang pulang terlambat, tidak sesuai dengan kesepakatan sebelum pergi. Namun, si anak justru tidak merasa bersalah telah melanggar aturan yang telah disepakati. Hal itu mengakibatkan sang ibu semakin jengkel dan sinis menanggapi tuturan anaknya. Tuturan sang ibu yang semakin sinis justru tetap tidak dihiraukan oleh sang anak dengan tuturan ibu ki gak tau anak zaman sekarang. Tuturan sang anak tersebut merupakan tuturan yang tidak sopan kepada ibunya karena telah mengacuhkan dan melanggar kesepakatan yang telah disepakatinya sebelum pergi. Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher and Watts lebih menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur 1 yang secara normatif dianggap negatif, karena dianggap melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Peneliti memahami sejumlah teori ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan beberapa tokoh di atas dengan megaskan bahwa 1 dalam pandangan Miriam A. Locher ketidaksantunan berbahasa sebagai tindak berbahasa yang menyinggung perasaan mitra tutur dengan melecehkan muka atau memain- mainkan muka, 2 ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Bousfield adalah perilaku berbahasa yang dilakukan dengan adanya sebuah kesembronoan yang akhirnya menimbulkan adanya koflik antara penutur dan mitra tutur, 3 ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Culpeper adalah perilaku berbahasa untuk membuat orang benar-benar kehilangan muka face loss, atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka dengan maksud untuk mempermalukan mitra tuturnya, 4 ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi adalah perilaku berbahasa yang bilamana mitra tutur merasakan ancaman terhadap kehilangan muka atau penutur mengancam muka mitra tuturnya tetapi di sisi lain penutur tidak menyadari bahwa perkataannya menyinggung mitra tutur, dan 5 ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher and Watts adalah perilaku berbahasa yang secara normatif dianggap negatif, lantaran melanggar norma- norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Kelima teori ketidaksantunan tersebut akan digunakan dalam penelitian ini. 1

2.5 Konteks