38
Konstitusi Carmelite Missionaries art. 48,49 menegaskan bahwa dalam hidup berkomunitas para suster menghidupi dan menjalani kharisma yang
satu dan sama sebagai anggota dari suatu keluarga yang benar yang dipersatukan dalam nama Tuhan. Panggilan kita pada persekutuan hidup
merupakan sumber dari persatuan Trinitas dan memperoleh ungkapan tertinggi dalam Gereja sebagai suatu misteri persatuan. Dengan demikian
dalam hidup berkomunitas hendaknya selalu mencari cinta Bapa yang dicurahkan oleh Roh Kudus ke dalam hati kita masing-masing. Di dalam
komunitas kita saling mengasihi satu sama lain sebagaimana Kristus mengasihi kita. Kita menjadi saksi kegembiraan kepada dunia sebagai satu
komunitas yang percaya dan dipersatukan oleh kasih, ”oleh satu hati yang degerakkan oleh Roh yang satu dan sama”.
5. Ketaatan Merupakan Pelayanan Misi
Pada pertengahan bulan November 1860 Francisco Palau mengalami suatu pengalaman mistik tentang Gereja. Pengalaman itu merupakan saat
yang akan tetap menyala selama-lamanya dalam ingatannya. Pengalaman tersebut mengungkapkan misteri Gereja kepadanya sebagai kenyataan yang
memberi kedamaian. Francisco Palau melihat Gereja sebagai suatu cita-cita, tetapi lebih dari itu, bahkan merupakan tujuan luhur dan terakhir dari
cintanya. Pengalaman mistik tersebut merubah Francisco Palau secara menentukan. Doanya selama bertahun-tahun dikabulkan, doa di mana ia
meminta dengan air mata dan sepenuh hati, disertai dengan jeritan hati, ialah
39
mengetahui ”perutusanku”. Allah telah menunjukkannya kepadanya dengan jelas. Ia menentukan ”jalannya, langkahnya dan misinya”. ”Sekarang aku
telah pasti”, demikian pengakuan yang diberikan oleh Francisco Palau Letters, no. 57:1175. Ia telah pasti untuk melaksanakan perutusannya yang
baru dan dengan keteguhan hati yang tegas, ia akan mempersembahkan sisa- sisa hidupnya untuk melayani Gereja.
Berdasarkan pengalaman mistiknya Francisco Palau merasa sungguh terpanggil untuk terlibat dan bersedia berkotbah mewartakan kepada orang-
orang bahwa Gereja itu indah dan pantas dicintai tanpa tara, dan menghayati hidup Gereja ialah memenuhi perintah mencintai Allah dan mencintai
sesama. Ia mengatakan : ”Inilah tujuan perutusanku dan anda, Gereja adalah sesama yang membentuk satu kenyataan di dalam Allah” MRel, 2000:341.
Bagi Francisco Palau kata-kata di atas sangat menuntut suatu pilihan dan dedikasi hidup yang penuh, dan itulah yang dilaksanakannya. Sebab, tidak
ada orang yang dapat berkata bahwa Gereja itu indah jika ia tidak mencintai Gereja dan membuktikan cinta itu melalui pelayanan yang tanpa syarat. Cinta
dan pelayanan menuntut tindakan dan kadang-kadang dengan kepahlawanan. Elogio Pacho 2006:1455 menyajikan tulisan-tulisan Francisco Palau
tentang ”The Ministry of Exorsist” salah satu kegiatan kerasulan yang dilakukan oleh Francisco Palau. Motivasinya sangat kuat sehingga
mendorong dirinya menaruh seluruh kemampuannya untuk membantu orang- orang yang tertindas akibat peperangan. Bagi Francisco Palau orang-orang
yang menderita dan tersisihkan dari masyarakat adalah korban dari kuasa roh
40
jahat. Roh jahat yang muncul melalui kebrutalan para penguasa negara dan tentara yang menindas rakyat kecil.
Pada bulan Desember 1866 dan Maret 1867 Francisco Palau mendapat ijin resmi dari uskupnya pergi ke Roma untuk menerangkan kepada Sri Paus
mengenai gagasannya dalam hal exorsisme dan menjelaskan mengenai karya- karyanya di keuskupan Montauban. Ia mempergunakan kesempatan
keberadaannya di Roma untuk membereskan karyanya sebagai pendiri suatu kongregasi. Melalui majalah ”EL Ermitanõ” majalah minggguan yang
ditulisnya Francisco Palau memperluas lingkup perjuangannya melawan kejahatan dan mengajak orang untuk berbakti kepada Tuhan.
Enam tahun terakhir dari hidupnya, di samping karyanya sebagai pengkotbah dan pendiri, Francisco Palau menambahkan kerasulan yang
sangat menuntut keterlibatannya di dalam mengabdi Gereja: pendampingan rohani dan jasmani bagi orang-orang yang sakit jiwa. Para penderita sakit
yang tidak dapat disembuhkan ini memberi gambaran penyakit yang paling kompleks, dari ketidakseimbangan jiwa sampai semacam dikuasai oleh setan.
Mereka adalah orang yang sungguh-sungguh direndahkan dan disingkirkan oleh masyarakat TCAG, 1997: 41.
Melihat situasi demikian Francisco Palau didorong oleh rasa belaskasihan. ia lalu melayani mereka dengan memperbaiki keadaan mereka
sedapat mungkin. Francisco Palau memandang bahwa penyakit yang diderita oleh orang-orang itu sebagai sesuatu yang datang dari setan, sehingga ia
mempergunakan cara penyembuhan rohani Gereja seperti exorsisme dan doa.
41
Francisco Palau kemudian mencoba mendirikan lembaga sosial di mana ia dapat memberikan pertolongan dan perlakuan yang menyeluruh kepada
mereka yang sakit TCAG, 1997: 43. Kegiatan kerasulan tersebut sejak awal sudah menimbulkan
kesalahpahaman di kalangan pejabat Gereja. Francisco Palau merasa dirinya tidak bebas, seolah-olah diikat oleh berbagai tanggapan negatif dari pejabat
Gereja setempat. Namun Francisco Palau sangat yakin bahwa Gereja memanggilnya untuk melaksanakan perutusan yang sukar tersebut. Meskipun
demikian Francisco Palau tunduk dan taat kepada pimpinan Gereja yang tidak menyetujuinya TCAG, 1997: 43.
Dengan ketaatan yang muncul dari kedalaman hatinya Francisco Palau selalu melaksanakan kegiatan kerasulan yang sesuai dengan situasi dan
kebutuhan Gereja setempat. Ia selalu memiliki hati yang siap sedia untuk pergi kapan dan di mana pun ketaatan memanggilnya Letters, no. 161,2
:1365. Ajaran Francisco Palau tentang ketaatan dalam tulisan-tulisannya, secara
khusus dalam surat-suratnya kepada para suster, bruder, sahabat dan penguasa Gereja dan negara, mau mengingatkan para suster Carmelite Missionaries
untuk kembali pada ajaran awalnya. Francisco Palau menjadi taat karena ia mau mencari dan menemukan kehendak Allah dalam perjalanan hidupnya
sebagai seorang imam Karmelit St. Teresa. Ketaatan bagi Francisco Palau dan para pengikutnya merupakan suatu panggilan untuk meneladan ketaatan
Yesus kepada Bapa-Nya.
42
D. KETAATAN MENURUT KONSTITUSI KONGREGASI