60
kemiskinan dan ketakberdayaan serta pelbagai krisis nilai-nilai hidup yang melanda sesama di sekitarnya. Hal ini berarti hidup Yesus harus menjadi
hidup kita dan misi Yesus menjadi misi kita. Doa, cinta dan pelayanan kasih harus menjadi bagian yang utuh dalam diri kita. Dengan demikian kita diutus
untuk memberi harapan baru bagi mereka yang tertimpa kemalangan dan penderitaan.
B. SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN
Kaul ketaatan tidak terletak dalam ketaatan pada pimpinan atau pada aturan-aturan belaka, melainkan bagaimana bersikap terhadap pemimpin dan
aturan-aturan itu sendiri atau bagaimana bersikap taat dengan bebas dan dewasa, tidak hanya asal menjadi penurut.
Menghayati ketaatan zaman sekarang ini bukan berarti tunduk dengan sikap pasif, penyesuaian diri didasarkan atas kebutuhan afektif melulu,
melainkan ketaatan itu merupakan suatu kesediaan untuk terus-menerus mengadakan pembaharuan diri dengan kemampuan untuk mendengarkan
sesama saudara dan keterbukaan terhadap tuntutan situasi serta menjawabnya, jadi tidak hanya menjawab tuntutannya sendiri. Motivasi ketaatan adalah
demi cinta kepada Tuhan. Ketaatan tidaklah menyesuaikan diri dengan aturan umum belaka, tidak hanya untuk menyenangkan orang lain, dan tidak pula
hanya untuk mencari kepuasan pribadi Darminta, 1981:73-74. Taat berarti memilih lingkungan dan memutuskan untuk hidup menurut tuntutan-
tuntutannya. Ketaatan juga merupakan pilihan pada orang-orang, aturan-
61
aturan, tradisi hidup dan segala sesuatu yang menjadi milik lingkup pilihan itu. Dengan demikian ketaatan merupakan tindakan orang yang dewasa dan
penuh kesadaran, sehingga menuntut suatu ketaatan yang total, yaitu memberikan diri seutuhnya kepada pilihannya itu dan melaksanakannya
sesuai dengan kehendak Allah. Dan ini berlaku bagi semua suster yang telah berkaul kekal atau berkaul sementara. Selanjutnya, Darminta 1981:71
mengatakan: Untuk menjamin ketaatan yang sejati, yaitu ketaatan yang merdeka,
spontan dan penuh kesadaran, perlulah memperbaiki-meninggalkan- mental kekanak-kanakan, yang menjadi ciri khas seorang pribadi yang
melaksanakan perintah secara lahiriah… Bagi seorang religius taat dengan penuh keyakinan; dan pihak pembesar, mereka harus tahu
bagaimana caranya memberikan perintah dan menumbuhkan ketaatan yang lincah dan berprinsip pada para anggota. Mereka harus melakukan
dengan penuh cinta, ramah, dengan baik hati dan penuh pengertian. Maka perlulah dialog.
Kaul ketaatan mempunyai nilai untuk memperkembangkan hidup dan
pribadi manusia. Dengan ketaatan, seseorang merasa bebas dan dewasa untuk mencari kehendak Allah lewat cara hidup yang ia pilih. Yang menjadi
pegangan dalam refleksi tentang ketaatan adalah Kitab Suci melalui ajaran dan teladan Yesus Kristus yang menjadi manusia bebas, yang hidup bagi
Allah dan sesama manusia. Hayon 1987:225 mengatakan: “Ketaatan religius adalah suatu sikap iman yang berarti bahwa dalam melayani sesama,
harus kentara bahwa kita mau hidup bagi Allah. Ketaatan religius tidak lain adalah kesetiaan kepada panggilan yang diterima”. Sebagai religius yang
berjanji untuk hidup dalam ketaatan, dia mempersembahkan dirinya di hadapan Allah demi pelayanan bagi sesama manusia. Dan di dalam pelayanan
62
itu, perlu diperjuangkan agar benar-benar kelihatan bahwa ia sungguh- sungguh melayani Tuhan. Yesus sungguh memberikan teladan ketaatan. Ia
rela berkorban dan menderita untuk mencapai keselamatan. Bagi Kristus, ketaatan berarti meninggalkan diri dan mengosongkan diri untuk mencapai
dan ikut ambil bagian dalam hidup orang yang dicintai, sampai pada titik kematian. Di sini perlulah diingat bahwa ketaatan juga akan mencakup
penderitaan batiniah, yang berarti ketaatan yang menderita dan ambil bagian dalam salib Kristus.
Spiritualitas kaul ketaatan menurut Kongregasi Carmelite Missionaries mengajak para suster sadar dalam menghadapi tantangan zaman yang sedang
berubah yang dikuatkan dalam iman yang hidup. Memang, tanpa spiritualitas para suster hanya akan terbawa arus, di mana arus itu sangat deras, pasti
kehidupan para suster dalam komunitas pasti terkena arus tersebut. Dengan demikian spiritulitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau yang didalami
dalam hidup bersama, akan memampukan para suster untuk berenang, meski berada di arus yang deras para suster tidak terbawa begitu saja.
Kaul ketaatan mempunyai beberapa dimensi yang satu sama lain saling melengkapi dan membangun ketaatan menjadi ketaatan yang manusiawi dan
rohani utuh:
a. Dimensi Teosentris
Dimensi teosentris kaul ketaatan bagi hidup religius ialah mewajibkan orang untuk sungguh-sungguh menyerahkan diri bagi Allah, mencintai-Nya
dan berusaha hidup hanya untuk Dia lewat kesetiaan pada panggilannya.
63
Dalam dokumen konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius PC. art. 14 dikatakan: “Dengan mengikrarkan ketaatan,
mempersembahkan bakti kehendak mereka yang sepenuhnya bagaikan korban diri kepada Allah”.
Demikian para suster Carmelite Missionaries, dengan kaul ketaatan diharapkan untuk semakin mencintai Allah dengan selalu mencari kehendak-
Nya di dalam hidupnya. Dengan bebas melaksanakan apa yang dihendaki Allah lewat perutusan yang diberikan oleh kongregasi. Selanjutnya Dokumen
Konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius PC, art. 14 mengatakan:
… hendaknya mereka mengerahkan daya kemampuan akal budi dan kehendak maupun bakat-bakat alamiah serta kurnia-kurnia rahmat dalam
menjalankan perintah-perintah dan menyelesaikan tugas-tugas yang diserahkan kepada mereka. Hendaknya mereka sadari, bahwa mereka
sedang berkarya demi pembangunan Tubuh Kristus menurut rencana Allah. Demikianlah ketaatan religius sama sekali tidak mengurangi
martabat pribadi manusia, melainkan justru membawanya kepada kematangan, karena kebebasan putra-putri Allah.
Para suster Carmelite Missionaries sebagai seorang religius yang
mengabdi dan melayani Allah melalui semangat dan teladan Francisco Palau, hendaknya berusaha untuk hidup sesuai dengan teladan Yesus Kristus untuk
mencapai keselamatan bagi banyak orang. Selalu berusaha hidup dalam kerendahan hati, dalam pelayanannya kepada sesama saudara dan
kemampuan untuk bersikap rendah hati, maka mampu juga untuk menyebarkan kasih Tuhan dalam pelayanannya.
64
b. Dimensi Kristologi
Ketaatan Kristus, baik dalam hubungan-Nya dengan Bapa juga para rasul dan murid-murid-Nya, merupakan sikap taat yang Dia hayati demi suatu
kewajiban tanpa dipaksakan dari luar, namun tumbuh dari dalam hati-Nya. Ketaatan Yesus bukan cuma model untuk dikagumi melainkan suatu bentuk
hidup yang harus diikuti. Teladan Kristus yang taat pada kehendak Bapa-Nya menjadi contoh bagi semua orang beriman khususnya para religius yang
mengikrarkan kaul ketaatan. Kaum religius dengan kerendahan hati diharapkan mampu meneladan sikap Yesus yang taat pada kehendak Bapa-
Nya melalui ketaatannya kepada pemimpin. Dalam Dokumen Konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius PC, art. 14;
1993:258 dikatakan : …. hendaknya melalui mereka itu pemimpin para religius dituntun
untuk melayani semua saudara dalam Kristus, seperti Kristus sendiri demi kepatuhan-Nya terhadap Bapa telah melayani para saudara-Nya dan
menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang lih. Mat 20:28; Yoh 10:14-18.
Kaum religius, melalui ketaatanya pada pemimpin sebagai wakil Allah yang kelihatan dalam menuntun hidupnya, diharapkan mampu melayani
sesama saudara demi keselamatan jiwa mereka. Demikian pula para suster Carmelite Missionaries diharapkan untuk taat
pada kehendak Allah yang diwujudnyatakan secara konkret dalam ketaatannya pada pemimpin sebagai wakil Allah yang kelihatan, sejauh
pemimpin tersebut memerintahkan sesuatu seturut ketentuan konstitusi.
65
Sebagai mana ditegaskan lagi dalam konstitusi Carmelite Missionaries art.43a mengatakan bahwa:
”Ketaatan dan otoritas merupakan dua aspek yang saling melengkapi atas keterlibatan kita dalam korban Kristus. Para suster yang dipercayai
sebagai pemimpin, hendaknya mempertahankan dalam roh pelayanan persaudaraan dalam komunitas, dengan demikian setiap suster tetap setia
untuk menjadi taat, meskipun suatu ketika ketaatan itu sendiri menuntut suatu pengorbanan secara nyata dari dirinya”.
Francisco Palau menasehati kepada para susternya bahwa sebagai anggota dalam suatu komunitas persaudaraan kendaknya mentaati pemimpin
yang telah ditunjuk bersama sebagai wujud ketaatannya kepada Allah. Ketaatan pada pemimpin menurut Francisco Palau, merupakan suatu ketaatan
yang penuh kasih, sebab ia taat untuk menyenangkan Allah dan Gerejanya. Sebagai konsekuensinya, ia harus rela mengorbankan dirinya untuk diusir
dari biara dan dibuang ke pulau lain karena terjadi pertentangan dengan penguasa negara, kadang juga dengan hirarki gereja. Baginya hal ini bukan
berarti taat buta, tetapi taat sejauh pemimpin menyampaikan hal yang tidak bertentangan dengan isi konstitusi yang berlaku.
Taat kepada Kristus dan taat seperti Kristus merupakan patokan ketaatan religius. Tetapi ketaatan akan tetap merupakan sesuatu yang kabur bila tidak
diwujudkan dalam relasi antar manusia. Karena itu ketaatan pada pemimpin, komunitas dan aturan harus merupakan perwujudan yang konkret dari
ketaatan kepada Tuhan. Dengan demikian ketaatan haruslah merupakan suatu transformasi diri kita ke dalam diri Kristus. Itulah tujuan dari ketaatan yaitu
untuk mencapai transformasi atau peleburan diri kita dalam diri Kristus.
66
Dengan demikian Kristus adalah Hukum kita yang harus kita taati secara mutlak Leo Ladjar, 1983:65-66.
c. Dimensi Roh Kudus
Dalam hidup sebagai orang beriman, Roh Kudus mempunyai fungsi sebagai yang menggerakkan, menghidupkan dan sekaligus menyemangati.
Dan yang paling penting untuk kehidupan orang Katolik ialah bahwa Roh Kudus mampu membuat manusia sanggup mengasihi Komkat, 1997:157.
Tindak keterlibatan Roh Kudus menunjukkan bahwa pelaksanaan ketaatan dan otoritas merupakan penghayatan cinta kasih; cinta Allah kepada
manusia terungkap pada otoritas PC 14, 3 dan cinta manusia kepada Allah terungkap dalam ketaatan. Dengan demikian hubungan antara otoritas dan
ketaatan menjadi hubungan cinta, karena ketaatan lewat Roh Kudus mempunyai asal dan akhir pada Allah sendiri. Yesus Kristus sendiri dalam
hidup-Nya selalu terbuka dan memperhatikan gerakan-gerakan Roh Allah Darminta, 1981:76.
Francisco Palau dalam penziarahan hidupnya untuk mencari kehendak Allah dan taat kepada-Nya, senantiasa mendengar dan mengikuti bisikan Roh
Kudus yang selalu membimbing dan memimpinnya. Ia pun meneladan sikap Maria yang selalu berkata “Ya” dalam pemenuhan kehendak Allah. Bagi
Francisco Palau, Maria adalah seorang hamba Allah yang selalu patuh dan setia kepada bisikan dan gerakkan Roh yang diberikan kepadanya. Dengan
demikian Maria sanggup menjadi ibu Tuhan dan ibu Gereja konst. art. 47.
67
Karena ketaatannya pada bimbingan dan pimpinan Roh Kudus yang ia alami dalam perjalanan hidupnya untuk mencari dan menemukan yang dicintainya
yakni “Gereja” Francisco Palau diambil dari biara Karmel dan ditahbiskan menjadi seorang imam projo. Cita-cita kaul membiaranya ia pegang secara
utuh, ia perkaya dengan kekuatan kharismanya yang menyebabkan cita-cita tersebut menjadi sungguh gerejawi TCAG, 1997:50-51.
Suster Carmelite Missionaries sebagai satu kongregasi yang mengikrarkan ketaatan dalam hidup panggilannya, dijiwai, disemangati dan
dikuatkan oleh Roh Kudus dalam memenuhi janji ketaatan pada Tuhan. Dalam hidup bersama para suster Carmelite Missionaries diharapkan untuk
senantiasa terbuka dan sekaligus melibatkan Roh Kudus dalam seluruh langkah dan gerak hidup. Memberikan tempat bagi Roh Kudus dan
membiarkan Roh Kudus bekerja dalam segala seluk beluk kehidupan. Dimensi Roh Kudus dari kaul ketaatan yaitu mewajibkan orang untuk
melibatkan Roh Kudus yang mendorong, menjiwai dan memberi kekuatan dalam mencintai Tuhan melalui ketaatan yang diikrarkan yang membuat
mereka bersatu hati konst, art. 43. Demikian hendaknya para suster Carmelite Missionaries
selalu melibatkan Roh Kudus dalam setiap gerak dan langkah hidupnya, sehingga mampu hadir di tengah-tengah masyarakat
sekaligus dapat membagikan buah-buah Roh Kudus itu bagi orang yang mereka jumpai dalam perutusannya.
68
d. Dimensi Gerejani
Dimensi Gerejani dari kaul ketaatan yaitu mewajibkan orang untuk sungguh-sungguh menyerahkan diri kepada kehendak Allah melalui
pelayanannya terhadap Gereja. Dalam Dokumen Konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius PC 14,1 dikatakan bahwa
para pemimpin hendaknya semakin erat terikat untuk melayani Gereja serta berusaha mencapai tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
Kristus Ef 4:13. Darminta 1981:76 mengatakan bahwa ketaatan yang disanggupi secara
global memberikan ukuran masuknya ke dalam persatuan gerejani. Hubungan dengan Gereja berakar dalam cinta dan ketaatan AA, 12, 2. Tubuh Gereja
terbentuk dan tumbuh pada setiap pelaksanaan konkret dari pelayanan. Palayanan imamat merupakan pelayanan Gereja sendiri, terdorong oleh cinta
kasih, mereka dengan bijaksana merintis jalan-jalan baru untuk meningkatkan kesejahteraan Gereja dengan penuh kepercayaan mengemukakan prakarsa-
prakarsa serta menekankan kebutuhan-kebutuhan umat yang dipercayakan kepada mereka. Mereka juga bersedia menjadi taat atas keputusan-keputusan
yang dibuat PO, 15, 2. Ketergantungan pada otoritas itu menekankan sifat gerejani dari hidup religius, sekaligus merupakan kesanggupan khusus untuk
menghayati pelayanan Gereja LG 44, 2; PC 5, 2 untuk membangun Tubuh Kristus menurut rencana Allah PC 114, 2. Ketaatan memberikan jaminan
akan kerjasama dengan karya Gereja pada tempat yang dikehendaki oleh Allah dalam karya keselamatan AG 25, 2.
69
Eulogio Pacho dalam buku Terpukau Cinta Akan Gereja, mengatakan bahwa Francisco Palau mengalami suatu pengalaman rohani yang
mengungkapkan misteri Gereja kepadanya sebagai kenyataan yang memberi kedamaian. Francisco Palau melihat Gereja sebagai suatu cita-cita bahkan
tujuan luhur dan terakhir dari cintanya. Allah telah menunjukkan kepadanya “jalannya, langkahnya dan misinya”. Dalam hal ini Francisco Palau telah
pasti untuk melaksanakan perutusannya yang baru. Visi yang dialami oleh Francisco Palau merumuskan suatu keterlibatan untuk bersedia berkotbah
kepada orang-orang bahwa Gereja itu indah dan pantas dicintai tanpa tara, dan menghayati hidup Gereja ialah mematuhi dan memenuhi perintah
mencintai Allah dan mencintai sesama. Francisco Palau mengatakan “Inilah perutusanku dan anda, Gereja, adalah sesama yang membentuk satu
kenyataan di dalam Allah” My Relations with the Church, hal. 34. Baginya untuk melaksanakan perutusan dalam Gereja menuntut suatu pilihan dan
dedikasi hidup yang penuh, sebab tidak ada orang yang dapat berkata bahwa Gereja itu indah jika ia tidak mencintai Gereja dan membuktikan cinta itu
melalui pelayanan yang tanpa syarat. Cinta dan pelayan menuntut tindakkan konkret, dan kadang-kadang dengan kepahlawanan.
Para suster Carmelite Missionaries ditantang untuk menghidupi kembali warisan rohani yang ditinggalkan oleh Francisco Palau. Para suster
diharapkan agar dalam pelayanan kerasulan di tengah Gereja sangat diperlukan suatu sikap penyangkalan diri dan pelayanan tanpa pamrih.
Dengan demikian para suster turut ambil bagian dalam kerasulan yang
70
dibutuhkan oleh Gereja sebagai bentuk penghayatannya dalam pelayanan Gereja sehari-hari.
e. Dimensi Komuniter
Dimensi komuniter dari kaul ketaatan mewajibkan orang untuk melayani semua saudara dalam Kristus, seperti Kristus sendiri demi kepatuhan-Nya
terhadap Bapa Ia telah melayani saudara-saudara-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang PC, art. 14. Ketaatan
merupakan prinsip dan sumber kesatuan antara saudara-sauadara yang dipanggil oleh Allah untuk hidup dan bekerja bersama-sama.
Kaum religius dalam penyerahan dirinya kepada Allah, diharapkan mampu untuk hidup bersama dan bekerjasama dengan saling melayani satu
dengan yang lain. Melalui ketaatannya pada pemimpin, mereka dapat saling melayani dengan kerendahan hati yang membuahkan hasil dalam kehendak
Allah yang meyelamatkan. Francisco Palau Letters, no.7: 1053-1054 dikatakan bahwa dalam hidup
berkomunitas hendaknya para suster bersatu hati yang dijiwai oleh Roh yang satu dan sama Kis, 2:44-46; 4:32. Jika dalam hidup bersama para suster
dijiwai oleh satu hati; yang dibangun, disemangati, dibimbing dan dipimpin oleh Roh Allah, dengan segala kelimpahan Allah akan mencurahkan rahmat-
Nya atas setiap pribadi. Dengan demikian Francisco Palau menasehati para susternya agar melakukan keutamaan ketaatan dalam hidup mereka sehari-
hari.
71
Dalam Konstitusi Carmelite Missionaries art. 52 dikatakan: Kita menunjukkan rasa kesatuan terhadap semua suster dengan cinta
yang sama. Perhatian khusus akan diberikan kepada para suster tua dan sakit. Kita seharusnya membagikan kepada mereka mengenai kegiatan
kerasulan yang kita laksanakan, supaya melalui doa-doa dan korban mereka, pelayanan kita dalam Gereja dapat menghasilkan buah
berlimpah. Menurut Francisco Palau ketaatan buta berarti, menjadi rendah hati,
bersikap patuh, siap sedia, gembira, sederhana, tanpa alasan, tidak membantah pada suster yang dipercayakan sebagai pemimpin. Taatilah
mereka sebagaimana para suster menaati Allah, karena mereka adalah wakil Allah Lk, 10:16. Hal ini mau menyampaikan bahwa dalam hidup bersama,
hendaknya para suster saling mendukung satu sama lain lewat perhatian, pelayanan, sapaan dan senyuman yang tulus kepada setiap anggota
komunitas. Komunitas Carmelite Missionaries merupakan komunitas iman. Ikatan
hidup komunitas yang utama adalah cinta kasih. Setiap anggota yang tinggal dalam satu komunitas tentunya membutuhkan suatu keadaan yang dapat
mendukung hidupnya bagi pelayanan. letak dari bagaimana susunan anggota komunitas, diharapkan anggota satu dengan yang lain terdapat ungkapan yang
saling mendukung. Dalam hidup bersama, masing-masing anggota komunitas memiliki karakter dan keunikan beraneka macam. Relasi satu dengan yang
lain, tidak diandaikan mudah dibangun secara ideal. Dengan demikian, masing-masing perlu berusaha menciptakan kondisi yang sehat agar masing-
masing anggota tumbuh dan berkembang.
72
Seringkali dalam sutu komunitas terasa ada persaingan antar anggota untuk berusaha mencapai yang terbaik. Situsi seperti itu perlu ditanggapi
secara positif agar memperkembangkan anggota yang lain. Lewat perkataan, tindakkan dan sikap hidup terhadap anggota lain, diusahakan sedemikian rupa
agar tidak mematikan perkembangan pribadi anggota komunitas lain.
f. Dimensi Apostolik
Dimensi apostolik dari kaul ketaatan mewajibkan orang selalu siap sedia
untuk tugas kerasulan. Menurut Darminta 1981:77: “Kerasulan mengandaikan ketaatan, atau lebih baik, sejauh orang melaksanakan tugas
perutusan dan perintah yang diterima, sejauh itu pula ketaatan dilaksanakan. Kerasulan dan ketaatan tidak dapat dipisah-pisahkan, karena kaul ketaatan
secara khusus merupakan kesanggupan untuk menerima tugas kerasulan institut”. Para religius dalam ketaatannya, bersedia diutus untuk tugas yang
diberikan oleh pemimpin. Berani mengucapkan kaul ketaatan berarti siap untuk menerima dan melaksanakan tugas perutusan yang diberikan oleh
pemimpin dan kongregasi. Eulogio Pacho dalam buku Terpukau Cinta akan Gereja 1997: 69
menekankan bahwa dalam pelayanan kerasulan menuntut jerih payah dan sikap tanpa pamrih. Pelayanan memerlukan pengikraran diri dan kesediaan
melupakan diri, supaya dengan bebas dapat memperhatikan kebutuhan- kebutuhan orang lain. Francisco Palau tidak saja menghendaki motivasi
adikodrati yang dihidupkan oleh doa dan keutamaan-keutamaan rohani untuk
73
pelayanan kerasulan; ia juga menuntut pengikraran diri, kemiskinan dan matiraga.
Konstitusi Carmelite Missionaries art. 96 menegaskan: Dalam setiap pekerjaan dari evengelisasi, tujuan dari kongregsai adalah
menghantar orang pada suatu pengetahuan yang hidup dari misteri keselamatan, untuk membantu mereka mencapai kepenuhan hidup dalam
Kristus yang datang untuk ”mewartakan Kabar Gembira, mengajarkan, menyembuhkan berbagai penyakit dan kelemahan” Mat 9:35; Lk 4:18-
19. Untuk dapat mencapai kepenuhan itu ”kita hidup oleh Gereja dan untuk Gereja”.
Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries diharapkan selalu siap sedia dalam tugas kerasulan yang dipercayakan oleh pemimpin,
membagikan kepada semua orang aspirasi serta melakukan kerasulannya agar doa dan pengorbanan mereka akan menghasilkan buah berlimpah dalam
pelayanannya kepada Gereja. Para suster Carmelite Missionaries hendaknya selalu bersedia untuk
melupakan diri, supaya orang dengan bebas dapat memperhatikan kebutuhan- kebutuhan Gereja secara konkret. Francisco Palau tidak saja menghendaki
motivasi adikodrati yang dihidupkan oleh doa dan keutamaan-keutamaan rohani dalam karya pelayanan, ia lebih menuntut pada pengingkaran diri,
kemiskinan, matiraga dan ketaatan. Semua itu menjadi syarat utama untuk melestarikan bangunan kerasulannya agar tetap kokoh. Oleh sebab itu,
sebagai Carmelite Missionaries perlu menyadari bahwa ia harus mampu menjadi tanda kehadiran Allah lewat tugas perutusannya.
Maka ketaatan merupakan sumber efisiensi karya kerasulan, menyatukan karya dengan karya-karya orang lain berdasarkan kehendak Ilahi dan secara
74
lebih dalam membuat orang berpartisipasi pada tanggung jawab apostolik Gereja Darminta, 1987:7.
C. GAMBARAN DAN ASPEK HIDUP KOMUNITAS CARMELITE