31
C. KETAATAN DALAM TULISAN-TULISAN FRANCISCO PALAU
Francisco Palau adalah sosok pribadi yang tidak kenal lelah untuk mencari kehendak Allah dalam segala hal. Sikapnya yang tetap dan teguh
untuk berkomunikasi dan berkonsultasi dengan Allah dalam mencari, merenungkan, merefleksi dan menemukan apa yang menjadi objek utama
dalam pencariannya tentang Gereja dan misterinya. Para suster CM sebagai pengikut semangat dan teladan Francisco Palau
ingin mewujudkan cintanya kepada Tuhan dengan mendengarkan-Nya melalui keheningan kontemplasi, retret dan ketenangan diri yang dapat
membantu mereka untuk menemukan dan memberinya kekuatan serta kesediaan untuk menaati-Nya. Kesediaan ini menuntut suatu penyangkalan
diri secara total, dimana apa yang menjadi kehendak Allah kadang-kadang bertentangan dengan yang mereka kehendaki Konst. art. 67:46 .
1. Membuka Hati Bagi Tuhan
Kaul ketaatan merupakan tuntutan bagi setiap orang yang memilih untuk hidup membiara. Ketaatan merupakan jalan menyeluruh dalam membina
kepekaan terhadap kehendak Allah lewat situasi dan peristiwa hidup. Kepekaan dan keterbukaan merupakan dasar hidup seseorang yang sungguh-
sungguh taat. Dengan kaul ketaatan seseorang bebas untuk mencintai Tuhan, mendengarkan dan melaksanakan kehendak-Nya dalam segala situasi dan
peristiwa hidupnya.
32
Dalam salah satu surat kepada para pengikutnya, Francisco Palau mengatakan bahwa ketika Tuhan memanggilnya hendaknya ia mampu
melupakan dirinya sendiri dan mempercayakan seluruhnya pada penyelenggaraan Ilahi yang akan membimbing dan mendampinginya Letters,
no. 54,1:1171. Isi surat tersebut, Francisco Palau mau menegaskan bahwa dalam
menanggapi panggilan Tuhan hendaknya para suster CM semakin peka dalam mendengarkan bisikan-Nya, sanggup memahami kehendak-Nya, siap sedia
melaksanakan rencana-Nya. Sikap hati yang terbuka bagi Tuhan memungkinkan kita untuk mampu menghayati kaul ketaatan dan berusaha
memahami apa yang dikehendaki-Nya serta siap untuk melaksanakannya.
2. Penyerahan Diri
Fransisco Palau selama masa-masa pencariannya akan apa yang diperlihatkan Tuhan tentang misteri Gereja kepadanya, sungguh menyerahkan
diri secara total kepada Tuhan. Ia membiarkan Tuhan bekerja dalam seluruh hidupnya. Sebagai wujud penyerahan diri kepada Tuhan, ia menyerahkan
dirinya bagi sesama saudara para suster dan bruder yang dibimbingnya dan orang lain yang menderita karena pengejaran dan penganiayaan akibat
pergolakan politik di Spanyol. Francisco Palau diutus oleh para uskup Catalonia pada waktu itu berada di wilayah yang dikuasai kelompok Carlist.
Dengan semangat berkobar-kobar dan ketekunan yang mengagumkan Francisco Palau melayani kotbah-kotbah bagi umat di diosis-diosis yang
33
berada di wilayah itu. Francisco Palau memiliki semangat merasul yang sangat kuat. Ia dijuluki ”Rasul Terutus” oleh para uskup setempat
TCAG,1997:19. Pada bulan Juli 1840 partai Carlist mengalami kekalahan. Selama tiga
tahun Francisco Palau hidup dan menjalankan pelayanan sebagai imam di daerah pengikut Carlist, tetapi Francisco Palau selalu taat dan setia terhadap
peraturan-peraturan yang berlaku di daerah tersebut. Ia tidak pernah berbuat sesuatu yang lain di luar batas pelayanan pastoralnya. Namun pada saat itu
partai liberal yang menang menekankan pengaruh liberalnya pada mereka yang tidak secara terbuka menggabungkan diri dengan partainya. Banyak
orang merasa takut termasuk Francisco Palau akan mengalami pembalasan. Mereka melarikan diri ke Perancis untuk mencari keamanan. Meskipun
demikian Francisco Palau tetap menyerahkan dirinya pada penyelenggaraan dan bimbingan Allah. Ia menjalani masa pengasingan selama 11 tahun di
Perancis. Francisco Palau sungguh mengalami kesulitan dengan panggilannya. Baik pejabat pemerintahan maupun Gereja menganggapnya
sebagai imam biasa. Tetapi Francisco Palau sungguh menyadari bahwa dirinya sebagai seorang biarawan melebihi apa pun, meskipun ia tidak
mempunyai harapan sedikit pun untuk dapat kembali ke biara. Pada saat itu ordo Karmel dilarang di Spanyol dan Perancis. Francisco Palau tidak
mempunyai banyak pilihan. Ia tetap memegang teguh keinginannya untuk ”menepati sesetia mungkin” kewajiban-kewajiban panggilannya. Ia
34
melaksanakan kegiatan kerasulan di Aytona, lalu disusul dengan menyepi untuk berdoa. TCAG, 1997:19-21.
Francisco Palau meneladan cara hidup rohani yang diwariskan oleh St. Teresa Avila dalam menyerahkan kehendak pribadinya dalam segala hal
kepada Allah. Francisco Palau senantiasa menyesuaikan cara hidupnya dan selalu menginginkan agar kehendak-Nya yang terlaksana bukan kehendaknya
sendiri Solitary Life, 1998:18.
3. Ketaatan Kepada Pemimpin