15
3. Kehidupan Francisco Palau di Biara Karmel Tak Berkasut 1832-
1835
Pada musim panas, Francisco Palau memutuskan untuk tidak kembali ke seminari. Tetapi ia sendiri memutuskan untuk masuk biara Karmel Santa
Teresa setelah sekian lama mengadakan novena kepada St. Elia. Pribadi Elia tergambar secara hidup di dalam benaknya seperti nampak pada perilaku
santa Teresa dan pada keheningan kontemplatif Santo Yohanes dari Salib. Semuanya itu menjadi pokok impiannya dan perwujudan cita-citanya.
Francisco Palau ingin mempelajari dan memasukkan semangat Teresa-Elia pada dirinya, demikian juga keheningan kontemplatif Santo Yohanes dari
Salib selama masa novisiatnya. Hari demi hari Francisco Palau ingin menjadikan semuanya itu miliknya TCAG, 1997:13.
Pada tanggal 23 Oktober 1832, Francisco Palau meninggalkan Lerida- Spanyol dan berangkat ke Barcelona. Di Barcelona Francisco Palau
menerima busana OCD di biara Karmel San Jos ĕ pada tanggal 14 November
1832, dan namanya diganti menjadi Francisco Yesus Maria Yosep. Ia melaksanakan keteraturan hidup di novisiat dengan tertib. Novisiat biara San
Jos ĕ di Barcelona memungkinkan hal itu baginya. Komunitas tersebut sedikit
terganggu oleh tetangga-tetangga yang tidak bersahabat di Ramblas, kampung yang dihuni orang-orang yang memperjuangkan revolusi TCAG, 1997:13.
Francisco Palau sadar bahwa kehidupan religius di Spanyol dan di luar Eropa sedang menghadapi kesulitan. Kendati demikian, ia tidak ragu akan
panggilannya. Ia juga tidak takut akan akibat yang terjadi. Di kemudian hari
16
ia mengakui bahwa bila para pemimpinnya mengatakan kepadanya supaya ia menerima tahbisan imamat, ia melakukannya, ”dengan begitu yakin bahwa
suatu kehormatan semacam itu sedikit pun tidak membuat aku jauh dari profesi biaraku” Solitary Life, 1988:17.
Meskipun situasi sangat kacau, keyakinan Francisco Palau akan kehidupan religius menjadi defenitif di mana tahun terakhir dia diminta untuk
meneruskan panggilannya. Pada tanggal 15 November 1833, Francisco Palau mengucapkan kaul-kaul hidup membiaranya secara meriah, dan ia
mempersembahkan dirinya kepada Tuhan. Pada tanggal 21 Desember 1833 Francisco Palau menerima tahbisan-tahbisan rendah dan subdiakon. Tanggal
22 Februari 1834 Francisco Palau ditahbiskan menjadi diakon. Francisco Palau sering muncul di gereja Karmel San Josê untuk melaksanakan
pelayanan-pelayanan menuju imamat. Meskipun ia sadar akan tanggungjawab yang dibebankan kepadanya, ia bertahan dengan sikap serius. Ia pun tidak
dapat menyembunyikan kegembiraan setiap kali mengenakan pakaian untuk perayaan liturgi TCAG, 1997:14, 15.
Irama hidup yang teratur selama studi, ketekunan melaksanakan palayanan, doa yang mendalam, semuanya tidak berlangsung lama. Perang
revolusi menghancurkan tembok-tembok biara dan kehidupan komunitas. Harapan untuk menjadi imam terhanyut juga. Tanggal 25 Juli 1835
muncullah kelompok-kelompok orang yang menyerang dan membakar biara- biara di Barcelona. Para anggota biara Karmel San Josê, seperti halnya
anggota-anggota biara lain diselamatkan oleh tetangga-tetangga yang baik
17
sehingga mereka terhindar dari kematian yang kejam. Ketika terjadi revolusi, Francisco Palau berusia 23 tahun. Saat itu dalam dirinya memiliki keinginan
besar untuk melihat sejelas-jelasnya yang ia cintai, beradu pandang, dan ia yakin tanpa terluka keluar dari kobaran api. Dalam tulisan tentang relasinya
dengan Gereja mengatakan bahwa “Kekasihku datang, mengulurkan tangan kepadaku, dan aku keluar tanpa cedera dari reruntuhan biaraku” TCAG,
1997:15. Pada mulanya frater Francisco Palau tidak membayangkan betapa berat
keadaan yang menimpa hidup membiaranya. Sesudah terusir dari biara dengan keterpaksaan seperti halnya dengan anggota biara-biara lain, ia
dikurung di Ciudadela-Barcelona. Ia sungguh menderita karena dikejar-kejar secara brutal. Meskipun demikian para pemimpin biara dan anggota saling
berhubungan melalui surat. Selama menunggu kesempatan kembali ke komunitas yang ia cintai, Francisco Palau berusaha semampunya menjalani
hidup dengan menepati kewajiban-kewajiban membiaranya. Kelak ia menulis: “Saya menyesuaikan diri sedapat mungkin dengan peraturan-
peraturan hidup membiaraku” TCAG, 1997:17. Francisco Palau menjalankannya dengan menolong di paroki asalnya, paroki St. Antolin
sebagai diakon, lalu menyepi di dalam suatu gua kira-kira dua kilometer jauhnya dari Aytona. Pelayanan pastoral dan kesendirian kontemplasi
merupakan dua hal yang saling melengkapi bagi panggilan karmel Santa Teresa.
18
Harapannya untuk kembali ke biara ternyata merupakan suatu harapan kosong. Hal ini disebabkan pada tanggal 9 Maret 1836 pemerintah
menetapkan peraturan-peraturan melawan keagamaan. Peraturan tersebut menegaskan bahwa para anggota biara dilarang kembali ke biara-biara
mereka, mengenakan pakaian biara di tempat umum tidak diperbolehkan. Semua yang menyangkut hidup imamat berada di bawah yuridiksi uskup
setempat. Kendati demikian diakon Francisco Palau diberi tahu oleh para pembesarnya bahwa para uskup lah yang menginginkan dia mempersiapkan
diri untuk tahbisan imamat. Dengan ketaatan Francisco Palau menyetujuinya, kemudian ia berangkat ke Barbastro, Huesca untuk ditahbiskan imam pada
tanggal 2 April 1836 oleh uskup Santiago Fort y Puig TCAG, 2000:18. Pada usia 25 tahun Francisco Palau telah menjadi seorang imam dan
biarawan. Ia bersedia menjadi imam tanpa meninggalkan panggilannya sebagai biarawan Karmel St. Teresa. Suatu panggilan yang kokoh perlu dapat
berlangsung di dalam keadaan apa saja. Dalam salah satu catatan rohaninya Francisco Palau menulis: “supaya dapat hidup di Karmel hanya satu hal yang
penting, ialah ‘panggilan’” TCAG, 1997:18. Setelah ditahbiskan menjadi imam di Barbastro pada tahun 1836,
Franscisco Palau memulai karya kerasulannya di Cataluna. Gangguan- gangguan di negerinya sendiri memaksa dia untuk tinggal dalam kehidupan
pengasingan di Perancis dari tahun 1840 sampai tahun 1851, di mana Francisco Palau menggantikan tugas kerasulannya dengan menghayati hidup
di dalam keheningan. Francisco Palau banyak menulis dan membimbing
19
kelompok kaum muda dan mengarahkan mereka untuk berdevosi kepada Bunda Maria di Livron, Dioses Mantauban Solitary Life, 1988:35
Francisco Palau kembali ke Spanyol pada tahun 1851 dan memulai pelayanan kerasulannya. Di Barcelona, ia mendirikan sebuah sekolah yang
selanjutnya sekolah itu dinamakan “Sekolah Kebajikan.” Kemudian sekolah itu dituduh melibatkan pekerja yang melanggar aturan di Barcelona dan telah
ditutup oleh para penguasa sipil. Francisco Palau sebagai direktur ”Sekolah Kebajikan” ditahan di Ibiza sejak tahun 1854 hingga tahun 1860. Dalam
keheningan di Vedra, di pulau Ibiza, ia menghidupi semangat pengabdian kepada Gereja yang sedang mengalami perubahan. Di pulau Balearic,
Francisco Palau mendirikan kongregasi para Bruder dan Suster Karmel pada tahun 1860 sampai 1861 Solitary Life, 1988:35.
Francisco Palau mewartakan misi di pulau Ibiza dan Peninsula, meningkatkan devosi kepada Bunda Maria sebagaimana sering ia sampaikan
kepada orang-orang di sekitarnya. Pada tahun 1866, Francisco Palau berangkat ke Roma, dan tahun 1870 ia berangkat lagi ke Roma untuk
menghadiri pertemuan Konsili Vatikan I bersama Paus dan para bapa konsili. Francisco Palau meninggal di Taragona pada tanggal 20 Maret 1872. Gereja
memberinya gelar Beato pada tanggal 24 April 1988 Soliotary Life, 1988:35.
20
4. Pendiri Kongregasi