34
melaksanakan kegiatan kerasulan di Aytona, lalu disusul dengan menyepi untuk berdoa. TCAG, 1997:19-21.
Francisco Palau meneladan cara hidup rohani yang diwariskan oleh St. Teresa Avila dalam menyerahkan kehendak pribadinya dalam segala hal
kepada Allah. Francisco Palau senantiasa menyesuaikan cara hidupnya dan selalu menginginkan agar kehendak-Nya yang terlaksana bukan kehendaknya
sendiri Solitary Life, 1998:18.
3. Ketaatan Kepada Pemimpin
Dalam suratnya kepada para suster Letters, 99,2:1268, Francisco Palau menasehati demikian:
”Yang terutama dan terpenting, aturan itu merupakan hal yang paling pokok, aturan merupakan dasar dari ketaatan. Seluruh kesempurnaanmu
akan tercapai dengan menuruti apa yang menjadi kehendak Allah, dan memenuhi perintah-Nya. Kehendak Allah akan dinyatakan kepadamu
melalui mulut seseorang yang memimpin dan memerintahmu...yang disampaikan melalui para pemimpin”.
Dalam hidup berkomunitas dan sebagai suster yang berkaul ketaatan para
suster Carmelite Missionaries harus mampu untuk taat pada pemimpin dengan damai dan bahagia. Oleh karena itu sebagai pemimpin ia harus
banyak meluangkan waktu untuk berdoa, sebagai bentuk komunikasi pribadi dengan Tuhan, sehingga segala sesuatu yang menjadi keputusannya sesuai
dengan yang dikehendaki Allah. Di mana setiap keputusan yang di ambil oleh seorang pemimpin dapat membawa suatu kegembiaraan dan tanggungjawab
bersama dalam komunitas. Dengan membiarkan diri dipimpin oleh Allah hidup kita akan dirahkan pada jalan yang benar.
35
Dalam suratnya kepada para suster di komunitas Lerida, Francisco Palau menulis demikian:
”Oleh ketaatan hendaknya engkau patuh bagaikan seorang putri, kepada seorang suster yang memiliki semua tugas dan kewajiban dari seorang
ibu yang baik. Setiap komunitas harus ada seorang kepala, meskipun hanya kamu berdua saja, dan untuk semua komunitas harus ada seorang
suster yang akan memimpin semua anggotanya... engakau harus mentaati para suster yang di beri tugas dan tanggung jawab sebagai seorang ibu,
dengan roh kesederhanaan, dengan setia, sesuaikan kehendakmu dalam segala hal, patuh pada perintahnya, ketika engkau tidak tahu
kehendaknya dan dalam situasi mendadak, hendaknya ketaatan itu perlu dijelaskan” Letters, no.12,2:1070.
Kaul ketaatan dalam komunitas tentu juga menyangkut ketaatan kepada
pemimpin. Taat tidak hanya berarti bahwa satu sama lain harus saling terbuka, tetapi juga berarti bahwa setiap anggota harus terbuka kepada
pemimpin. Tetapi kita tetap dapat melakukan kehendak pemimpin dalam iman, yang mengakui bahwa Roh itu tetap berhendak baik terhadap kita dan
bahwa mungkin kehendak baik itu belum kita mengerti karena alasan-alasan tertentu, maka sebaiknya pemimpin harus menjelaskan kepada anggota
komunitas lihat, Darminta 1975:45. Para pemimpin dalam persatuan dengan mereka yang yang dipercayakan
kepadanya, dipanggil untuk membangun komunitas persaudaraan di dalam Kristus, di mana Allah dicari dan dicintai di atas segala-galanya, untuk
memenuhi rencana penyelamatan Allah lihat KTHB dan LHK, 2008:18-19. Francisco Palau menghendaki agar para suster Carmelite Missionaries
yang diberi tanggung jawab untuk menjadi pemimpin dipanggil untuk memajukan martabat manusia, memperhatikan setiap anggota komunitas dan
perkembangannya, menghargai, berpikir positif, memelihara afeksi yang tulus
36
kepada setiap anggota komunitas serta menjaga rahasia yang dipercayakan kepadanya. Seorang pemimpin hendaknya memiliki cinta terhadap semua
anggotanya, terutama punya hati seorang ibu kepada anggota yang bermasalah.
Para pemimpin menjadi pelayan komunitas seperti Yesus yang membasuh kaki para murid-Nya, supaya komunitas pun menjadi pelayan
Kerajaan Allah Yoh 13:1-17. Dalam menjalankan wewenang di tengah- tengah anggota komunitasnya berarti melayani mereka, dengan mengikuti
teladan Yesus Kristus sendiri yang ’telah memberikan hidup-Nya bagi keselamatan banyak orang’ Mark 10:4.
Dalam tulisannya tentang ”Marian Act” Francisco Palau menuliskan tentang keutamaan ketaatan. Barangsiapa bersikap taat, dia menaruh dirinya
di bawah kekuasaan orang yang mengutusnya. Dia sendiri menerima tanggung jawab oleh pengutusannya. Semakin sulit dan berat tanggung
jawabnya, semakin tampak keharuman kesetiaannya, kerendahan hati dan ketaatannya. Dia menaruh dirinya di bawah kekuasaan orang yang
mengutusnya dalam nama Tuhan, dan dengan rendah hati ia menerima segala perintah, hukum dan aturan-aturan. Hal ini berarti bahwa ia menunjukkan
hormat dan penghargaannya kepada atasannya. Ketaatan adalah suatu keutamaan yang membuat kita dengan bebas menyerahkan diri kita di bawah
kekuasaan pemimpin kita Marian Act, 2006: 5.
37
4. Ketaatan Menciptakan ”Communio”