108
selalu penuh perhatian dan terbuka untuk menerima nasihat dalam setiap situasi hidupnya, terutama dari setiap orang yang hidup berdampingan
dengannya. Francisco Palau menegaskan dalam suratnya kepada para suster di
Ciudadela bahwa suster yang akan memikul tanggung jawab bagi saudara- saudaranya, karya kasih yang harus dilakukannya pertama-tama adalah
menjadi hamba dan pelayan bagi semua. Dalam menjalankan tugas kepemimpinannya, seorang pemimpin hendaknya selalu mencari apa yang
enak, menyenangkan dan mudah bagi orang lain, sedangkan bagi dirinya sendiri apa yang sulit untuk didapatkan; penilaian yang menyenangkan bagi
orang lain sedangkan bagi dirinya sendiri tidak menyenangkan, menghukum dirinya sendiri dan memberi pujian kepada orang lain, mempertimbangkan
sesuatu yang baik dan bijaksana apa yang dipikirkan orang lain dan melupakan apa yang pikirkannya sendiri Letters, 99 6, 2006:1269.
Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries yang diberi wewenang untuk memimpin suatu komunitas dapat menjalankan tugas
kepemimpinannya melalui kebajikan dan perilaku yang suci daripada kebajikan jabatannya. Maka para suster yang diilhami oleh teladannya, akan
menaati pemimpin bukan karena jabatannya melainkan karena kasih.
h. Taat Pada Suara Hati
Tidak ada sesuatupun yang benar dan formal di dalam ketaatan. Ketaatan suara hati tidak menuntut seperti ketaatan seorang hamba, namun
109
membutuhkan suatu transformasi dalam Roh Kudus. Ketaatan bukanlah “melawan” dari keinginan seorang manusia untuk tunduk terhadap keinginan
seseorang, melainkan merupakan tranformasi dari roh manusiawi yang semakin menjadi instrumen dari Roh Ilahi. Ketaatan itu sendiri merupakan
jalan menuju transformasi jiwa ke dalam Tuhan. Dengan demikian ketaatan dapat membawa kita pada suatu transformasi dan tujuan tertentu, maka
konsekuensinya kita akan menjadi bagian dari Tuhan. Kemanusiaan kita akan menjadi milik-Nya saja, sehingga tidak ada sesuatu pun yang dapat mengotori
dan merusak perasaan-perasaan kita. Melalui ketaatan, kita akan mempratekkan transformasi dalam Tuhan, dan kita juga akan mempratekkan
ketaatan itu dalam hidup berkomunitas. Suara hati dimengerti sebagai “hukum Roh” dan juga suatu “bisikan
langsung”, di dalamnya terdapat gagasan pertanggunjawaban, kewajiban, ancaman dan janji. Suara hati adalah utusan dari Dia, yang berbicara kepada
kita di dalam alam maupun dalam rahmat yang mengajar serta memerintah kita melalui wakil-wakil-Nya. Maka kita harus taat pada suara hati yang
membimbing dan menuntun kita pada jalan yang benar dan sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
Dalam Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa ini GS, 16 dijelaskan bahwa di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum yang
tidak diterimanya dari dirinya sendiri, melainkan harus ditaatinya. Suara hati selalu menyerukan kepada manusia untuk mencintai dan melaksanakan apa
yang baik dan menghindari apa yang jahat.
110
Suara hati merupakan tempat memproses norma-norma umum untuk diterapkan secara konkret dalam perbuatan seseorang. Suara hati adalah inti
segala pergulatan manusia untuk bertindak. Dengan demikian suara hati sebagai tempat Roh membimbing. Suara hati juga dipengaruhi oleh roh-roh
lain, maka discernment sangat penting dalam hidup bersama di komunitas. Di sini para suster Carmelite Missionaries bisa bertanya, mungkinkah ada situasi
di mana hati nurani sepertinya tidak mengijinkan mereka mengikuti petunjuk yang diberikan oleh pimpinan? Dengan kata lain sering terdengar para suster
mengungkapkan, lebih baik taat kepada Allah daripada taat kepada manusia. Hal ini merupakan pergulatan untuk melaksanakan kehendak Allah dalam
hidup mereka sehari-hari. Hati nurani merupakan tempat di mana suara Tuhan digemakan, suara
yang menunjukkan kepada para suster bagaimana harus bertingkah laku, maka para suster perlu belajar mendengarkan suara hati dengan penuh
perhatian, supaya bisa mengenali dan membedakannya dari suara-suara lain. Para suster diajak untuk berfleksi sebelum menarik kesimpulan bahwa bukan
ketaatan yang diterimanya, melainkan apa yang mereka rasakan dalam dirinya sebagai kehendak Allah yang mereka terima melalui perantara-
perantara yang sudah ditentukan. Para suster Carmelite Missionaries berusaha untuk meningkatkan
penghayatan spiritualitas kaul ketaatan yang diwarisi oleh Francisco Palau. Dalam menanggapi ketaatan baik kepada pemimpin, sesama maupun dirinya
sendiri, para suster mengalami suatu pergulatan yang membawa mereka pada
111
suatu penyerahan diri secara total kepada Allah. Dengan mengucapkan “ya” yang sulit itu, arti ketaatan bagi para suster Carmelite Missionaries dapat
dipahami secara mendalam yakni sebagai tindakkan luhur dari kebebasan. Hal ini merupakan suatu ungkapan penyerahan diri secara total dan penuh
percaya pada Kristus, Putera Allah yang taat secara bebas kepada kehendak Bapa. Pergulatan batin dengan diam yang menyertai kesetiaan seorang
Carmelite Missionaries pada tugasnya, kadang-kadang disertai dengan
kesepian atau kesalahpahaman dari pihak orang-orang kepada siapa ia telah memberikan dirinya. Hal itu menjadi jalan pengudusan pribadi dan sarana
keselamatan karena apa yang dideritanya.
E. PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN