20
4. Pendiri Kongregasi
Sebutan yang tak dapat diragukan dan yang paling dikenang orang pada beato Francisco Palau ialah ”Bapa Pendiri Kongregasi”. Francisco Palau
dikenang oleh sejarah dan memberi semangat pada orang-orang yang merasul di dalam Gereja. Sebagai Bapa Pendiri oleh putri-putri rohaninya yang
berjumlah begitu banyak di dalam kongregasi yang sekarang di beri nama Carmelite Missionaries
dan Carmelite Missionaries Teresa. Kedua kongregasi ini sebagai pengikut beato Francisco Palau melanjutkan karya dan
semangatnya dari abad-19 sampai jaman sekarang di lima benua. Carmelite Missionaries
dan Carmelite Missionaries Teresa tidak secara kebetulan lahir atau sebagai suatu akibat dari kejadian yang mendadak TCAG, 1997:59.
Setelah kematian Francisco Palau para pengikutnya pecah menjadi dua. Satu kelompok mengikuti Juan Nugues uskup setempat sebagai
pemimpinnya, kemudian lahirlah kongregasi Carmelite Missionaries Teresa. Kelompok lain adalah kumpulan orang-orang yang menentang adanya
pemimpin baru, mereka adalah ahli waris yang setia dan taat pada ajaran Francisco Palau sampai akhir hayatnya. Kelompok ini diberi nama kongregasi
Carmelite Missionaries. Kedua kongregasi ini menghidupi karisma dan
spiritualitas yang sama yakni spiritualitas Palautian. Carmelite Missionaries
merupakan buah yang masak dari suatu usaha yang berkali-kali diupayakan oleh beato Francisco Palau, sampai pada
akhirnya ia berhasil mendirikan suatu kongregasi yang tahan jaman. Ia memandang bahwa pekerjaan sebagai pendiri harus dilihat sebagai cetusan
21
panggilannya untuk menjadi bapa rohani, sebagai ”bapa jiwa-jiwa”, ”di dalam dan untuk Gereja”. Ia berhasil mendirikan Tarekat Carmelite Missionaries
hanya setelah ia mempunyai pemahaman yang matang mengenai hakikat Gereja dan setelah Gereja dengan segala misterinya menjadi sumber
kebijaksanaan yang memberi kehidupan kepadanya TCAG, 1997:59. Sebagai pendiri Francisco Palau tidak pernah lepas dari hubungannya
yang intim dengan Tuhan melalui doa dan kontemplasi yang ia lakukan di tempat-tempat sunyi. Dalam kesunyian dan keheningan doa ia dapat
menemukan makna ketaatannya lewat peristiwa-peristiwa hidup yang dialaminya. Tetapi hal itu tidak dapat bertahan tanpa iklim kesederhanaan
hidup yang sesuai, dedikasi tanpa pamrih dan pengorbanan. Bagi Francisco Palau segala sesuatu dapat berarti jika ia mempunyai sikap pengikraran diri
yang tetap dan didukung oleh iman dan kasih TCAG, 1997:70 Carmelite Missionaries
merupakan tunas dari pengalaman hidupnya di dalam mencintai dan melaksanakan pelayanannya kepada Gereja. Cinta dan
pelayanan itu merupakan keparipurnaan pemenuhan perintah untuk mencinta, sebab baik cinta kepada Allah di dalam Kristus maupun cinta kepada sesama
menjadi satu di dalam Gereja TCAG,1997:61. Sejak awal, Francisco Palau menginginkan supaya Carmelite
Misssionaries yang ia bangun ini mempunyai cap gerejani tersebut dan
terukir pada pokok tua dari Karmel St. Teresa. Untuk meneruskan kharismanya kepada komunitasnya dan untuk membentuk para anggotanya,
Francisco Palau menanamkan nilai-nilai fundamental dari semangat Elia dan
22
semangat kerohanian St.Teresa. Ketika Francisco Palau menemukan makna panggilannya sebagai seorang Karmel Teresa Let, no. 93:1257, ia langsung
bekerja dan merenungkan segala kekayaannya ke dalam lembaganya yang baru TCAG, 1997:61.
Francisco Palau telah menciptakan suatu jalan baru, yakni menghayati kehidupan kontemplasi dan pelayanan kerasulan. Hal itu merupakan suatu
percampuran mendalam antara nilai-nilai pribadi dan komunitas, antara doa pribadi dan doa Gereja. Itu merupakan suatu jalan yang diberikan oleh
Francicso Palau sebagai peninggalan kepada para bruder ordo ketiga Karmel dan para suster Carmelite Missionaries. Kelompok para bruder memang telah
tidak ada lagi, tetapi semangat dan karyanya dilanjutkan dan dikembangkan oleh putri-putri rohani Francisco Palau TCAG,1997:61.
Beato Francisco Palau selalu menyadari bahwa kesuksesannya sebagai pendiri suatu kongregasi bukanlah hasil kerja dan usahanya semata-mata. Hal
ini dikarenakan dalam masa-masa pencariannya, ia selalu menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Ia membiarkan Tuhan bekerja seutuhnya
dalam seluruh karyanya. Francisco Palau selalu peka untuk mendengarkan bisikan suara Tuhan melalui keheningan doa dan kontemplasi serta taat pada
apa yang menjadi kehendak Tuhan bagi diri dan misinya Let, no. 54:1171. Surat tersebut ditujukan kepada salah satu ahli warisnya bernama Juana
Gratias, ia menuliskan bahwa dalam hidup bersama para suster hendaknya mampu melupakan dirinya sendiri, menyerahkan diri mereka pada
penyelenggaraan Ilahi dan orang yang akan membimbing dan mendampingi
23
mereka. Dalam menjalankan suatu tugas perutusan hendaknya para suster menaatinya dan tidak menjadi takut karena Tuhan sendiri akan memimpin
mereka pada suatu tempat yang aman. Para suster Carmelite Missionaries ingin mewujudkan ketaatan yang
telah diterima sejak menggabungkan diri dalam keluarga Karmel, terutama apa yang telah diterima dalam masa pembentukan. Hal ini sangat nampak
melalui kesetiaan dan ketekunan dalam melaksanakan kehendak Allah sehari- hari. Menurut Francisco Palau, bukan banyaknya tahun yang dilewati dalam
biara, tetapi banyaknya usaha untuk menghayati tuntutan panggilan hari demi hari. Francisco Palau memberi contoh bagi para suster Carmelite
Missionaries bagaimana harus menjadi tekun dan setia dalam menanggapi
panggilan Tuhan bagi setiap pribadi.
5. Spiritualitas dan Kharisma Carmelite Missionaries