82
Dalam melaksanakan karya kerasulan, komunitas Carmelite Missionaries hendaknya sungguh memperhatikan suka duka yang dialami oleh setiap
anggota, karena akan sangat membantu anggota lain untuk tetap bersemangat dan tekun dalam melaksanakan tanggungjawab yang dipercayakan
kepadanya. Setiap anggota komunitas dapat merasa “at home” di tengah komunitasnya sendiri. Maka karya kerasulan bukan menjadi tempat
pelariannya melainkan sungguh-sungguh melaksanakan tugas yang dipercayakan Tuhan melalui kongregasi.
Ketegangan dalam membangaun komunitas persaudaraan yang nyata bukan hanya merupakan persiapan untuk perutusan, melainkan juga
bagiannya yang integral. Mulai dari saat “terjadinya komunio persaudaraan, sudah merupakan kerasulan”. Untuk terus menerus mencari kehendak Allah
dan menjalankan perutusan untuk membangun komunitas, para suster Carmelite Missionaries
mengikuti Yesus Kristus demi mewujudkan hidup bersama dengan cara baru dan manusiawi.
b. Komunitas Untuk Roh
Hidup berkomunitas merupakan sumber dari kepuasan, kegembiraan, dan juga kesulitan. Komunitas Carmelite Missionaries diharapkan mampu
membuka diri terhadap kuasa Roh, dan selalu sadar akan kelemahan dan kedosaannya. Para suster berusaha untuk mengubah cara hidup yang lama
dengan cara hidup yang baru melalui kesediaan diri untuk meminta dan memberi pengampunan serta membantu masing-masing anggota agar
83
bersikap bijaksana dalam memberi koreksi persaudaraan Pre-Project of Const
. 2011: 18 52. Para suster CM diharapkan agar senantiasa terbuka akan kehadiran
Kristus melalui Ekaristi. Sebagai satu komunitas kita merayakan Ekaristi dan doa bersama setiap hari sebagai pusat dan sumber hidup persaudaraan, sebab
di dalam Ekaristi, komunitas diberi kesempatan untuk mengambil bagian dalam persekutuan hati dengan Tuhan Yesus yang tersalib dan bangkit.
Melalui rahmat Ekaristi para suster CM sanggup mempraktekan nilai-nilai Injili dalam hidupnya sehari-hari. Sebagai komunitas yang dihidupkan oleh
Roh, para suster CM meluangkan waktu untuk makan bersama dalam suasana penuh rasa syukur, dalam kegembiraan persaudaraan dan kesederhanaan hati
Pre-Project of Const. 2011:18 53. Dalam Kisah Para Rasul dijelaskan bahwa jemaat perdana, menghayati
kebersamaan dengan berkumpul bersama untuk memecahkan roti dan berdoa. Mereka menghayati kebersamaan dengan menganggap segala kepunyaan
mereka adalah kepunyaan bersama, sehingga mereka rela menjual harta miliknya serta membagi-bagikan kepada orang lain sesuai dengan keperluan
masing-masing. Dengan demikian Roh berkarya dalam komunitas dengan memberi inisiatif serta memberi semangat untuk dapat berbagi dan memberi
kesaksian cinta kasih dalam hidup berkomunitas seperti yang dilakukan oleh jemaat perdana Kis 2:42-46.
84
c. Komunitas Doa
Komunitas Carmelite Missionaries melanjutkan suatu tradisi rohani yang menjunjung tinggi doa sebagai pusat hidupnya. Doa sebagai suatu relasi yang
mendalam antara seorang sahabat dengan Allah. Hal ini ditegaskan dalam dekrit tentang pembaharuan penyesuaian hidup religius PC, 1993:252 6,
maka dari itu tarekat-tarekat hendaknya memelihara semangat doa dan doa sendiri, sambil dengan tekun menimba dari sumber-sumber spiritualitas
kristiani yang asli. Dalam konstitusi Carmelite Missionaries art. 80 dijelaskan bahwa doa
merupakan hal yang sangat mendasar bagi persekutuan persaudaraan, dengan demikian para suster akan berusaha berdoa dengan satu hati dan satu pikiran.
Para suster pun menjadi sadar bahwa mereka termasuk dalam komunitas gerejawi, yang menghantar mereka pada suatu hubungan yang intim dengan
Allah melalui doa bersama maupun personal dalam komunitas. Bagi Francisco Palau puncak dari komunitas doa adalah Ekaristi. Dalam
Ekaristi komunitas akan mengalami suatu perjumpaan sangat mendalam dan intim dengan yang dicintainya, yakni “Gereja”. Melalui partisipasi dalam
Ekaristi setiap hari, anggota komunitas menerima rahmat untuk menghayati suatu kesatuan hati yang nyata dan suatu dorongan yang selalu diperbaharui
di dalam pelayanan cinta kasih. Francisco Palau melihat “Gereja” sebagai sesuatu yang sangat indah untuk dicintai dan dikontemplasi. Dengan
demikian Francisco Palau selalu mempunyai keinginan yang berkobar-kobar untuk melayani Gereja setelah perjumpannnya dengan Yesus yang menderita,
85
disalibkan dan bangkit dalam kurban Ekaristi. Hasil dari doa dan kontemplasi yang dilakukan oleh setiap anggota komunitas adalah kesadaran untuk
melayani Gereja dalam Tubuh Mistik Kristus Konst. 76. Doa dan keutamaan-keutamaan imani merupakan batu landasan bagi
pembangunan hidup rohani dari Francisco Palau dan para pengikutnya. Keduanya akan selalu berada di dalam hubungan langsung dengan hal-hal
yang ilahi, dan mempersatukannya dengan Allah. Dengan alasan tersebut Francisco Palau menggarisbawahi bahwa doa adalah suatu persatuan dengan
Allah dan sesama, dan keduanya merupakan suatu persatuan yang afektif dan efektif TCAG, 2000:69.
Dengan mendudukan Gereja di pusat hidup kontemplatif dan hidup rohani, Francisco Palau memperkaya warisan spiritual tradisi kongregasinya
dengan suatu sumbangan yang aseli dan pribadi. Francisco Palau memandang antara kontemplasi dan pelayanan kerasulan sebagai dua dimensi yang
berbeda dari satu kehidupan Gereja. Yang satu menanggapi cinta sedangkan yang lain merupakan bukti-bukti cinta. Pandangan yang sama ini
memungkinkan Francisco Palau mewujudkan doa pribadi atau doa kontemplasi dengan doa komunitas atau doa Gereja. Baginya kedua-duanya
dilihat sebagai satu doa Gereja, sebab keduanya dilaksanakan di dalam Gereja dan untuk Gereja TCAG, 2000:69.
Para suster Carmelite Missionaries diharapkan menjadi saksi hidup persaudaraan sebagai tanda persatuan di tengah dunia, secara khusus dalam
hidup bersama di dalam suatu komunitas. Sebagai buah dari komunitas doa,
86
para suster melakukan berbagai pelayanan yang memerlukan pengikraran diri dan kesediaan untuk melupakan diri, supaya mereka dengan bebas dapat
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan orang lain. Komunitas menjadi tempat bagi orang lain bisa merasa aman dan bisa berdoa dengan khusuk. Begitu pula
retret dan rekoleksi yang dilakukan oleh komunitas secara teratur sangat bermanfaat bagi kehidupan bersama untuk saling mendukung dan saling
menguatkan panggilan dan kesetiaan mereka. Hidup religius bisa dijalani dengan baik, hanya kalau kita dijamin oleh
komunitas yang terus mendukung dan mencinta. Hidup komunitas yang dijiwai oleh semangat peneguhan itu menciptakan suasana persaudaraan
sehat, yang menjamin kesetiaan Philomena Agudo, 1988:187.
d. Komunitas Sebagai Kebersamaan Hidup