1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Hidup bakti merupakan salah satu dari karunia Roh atau kharisma dalam Gereja. Hidup bakti secara khusus menjadikan semangat Injil sebagai pilihan
hidup yang dihayati secara total dan radikal kepada Tuhan. Hal ini berarti hidup bakti berada pada inti Gereja sebagai unsur yang menentukan misi
Gereja yang menampilkan sifat batiniah panggilan Kristiani. Sifat batiniah Kristiani yang dihidupi oleh para religius diwujudkan dalam kaul-kaul yakni;
kaul kemurnian, kaul kemiskinan dan kaul ketaatan yang dihidupi oleh masing-masing anggota diwarnai oleh semangat pendiri, kharisma dan
spiritualitas kongregasi. Dengan mengucapkan kaul berarti seorang religius menggabungkan diri dan berpartisipasi dalam mewujudkan dan melaksanakan
apa yang dikehendaki Tuhan lewat kongregasi. Dengan mengikrarkan ketiga kaul berarti seorang religius berani menghadapi konsekuensi dari kaul itu
sendiri.
Konsili Vatikan II dikatakan tentang profesi religius sebagai berikut: ”Anggota-anggota lembaga religius itu perlu ingat bahwa dengan
memprofesikan nasehat-nasehat Injil mereka pertama-tama menanggapi panggilan Ilahi, sehingga mereka tidak hanya mati dalam dosa bdk. Rom.
6,11, tetapi juga meninggalkan dunia, supaya hanya hidup bagi Allah”
PC:5.
2
Memilih panggilan hidup bakti juga berdasarkan motif-motif tertentu yang mendorong seseorang berani memutuskan untuk memilih hidup
membiara. Hidup bakti dipengaruhi oleh kuat lemahnya motivasi yang dimiliki oleh seorang individu. Hal ini dapat diukur dari kesetiaan dan
pemberian diri dalam menjalankan nilai-nilai Injil yang tertera pada ketiga kaul yakni kemurnian, kemiskinan dan ketaatan dalam hidup berkomunitas
dan kerasulan yang dijalaninya setiap hari.
Secara rohani hal yang mendorong orang untuk memilih hidup bakti adalah iman. Iman mengarahkan orang untuk menyerahkan diri secara total
kepada Allah secara radikal. Pemilihan hidup bakti ini dilakukan sebagai ungkapan jawaban atas panggilan Ilahi. Dengan rumusan yang agak berbeda,
ditegaskan juga dalam Dokumen KV II, bahwa orang beriman kristiani
mewajibkan diri untuk hidup menurut tiga nasehat Injil PC. 44.
Yesus mengabdikan diri seutuhnya kepada Allah yang dicintai-Nya mengatasi segala sesuatu. Dengan demikian Yesus terikat untuk mengabdi
Allah serta meluhurkannya karena alasan yang baru dan istimewa. Karena baptisan Yesus telah mati bagi dosa dan dikuduskan kepada Allah. Untuk
memperoleh buah-buah rahmat baptis yang lebih melimpah, Yesus menghendaki mengikrarkan nasehat-nasehat Injil dalam Gereja dibebaskan
dari rintangan-rintangan, yang mungkin menjauhkan-Nya dari cinta kasih yang berkobar dan dari kesempurnaan bakti kepada Allah. Adapun
pentakdisan akan makin sempurna, bila dengan ikatan yang lebih kuat dan
3
tetap makin jelas dilambangkan Kristus, yang dengan ikatan tak terputuskan
bersatu dengan Gereja mempelai-Nya 1993, PC. 44.
Ketaatan religius memperoleh dasarnya dalam ketaatan Injil yang radikal yang berlaku untuk umum dan semua orang, yaitu ketaatan kepada kehendak
Allah. Kehendak sendiri sebagai korban yang dipersembahkan kepada Allah. Dengan demikian para religius secara tetap dan aman mempersatukan diri
dengan kehendak Allah yang menyelamatkan PC:14.
Penghayatan mengenai kaul dalam komunitas religius suster-suster Carmelite Missionaries
khususnya kaul ketaatan, mengalami pengaburan nilai-nilai religius. Pengaburan yang dimaksudkan adalah penyimpangan dari
penghayatan dan pemaknaan kaul ketaatan yang merupakan perwujudan penyerahan diri secara total kepada kehendak Allah. Para suster suster
Carmelite Missionaries meskipun sudah mengikrarkan kaul, ada yang belum
memahami makna dari kaul ketaatan itu sendiri, sehingga dirasa mengikat dan sebagai penghambat perkembangan pribadi. Ini fakta yang terjadi dalam
kongregasi Carmelite Missionaries dewasa ini. Maka tidak heran kalau ada anggota yang mudah berkata ”pemimpin itu kurang bijaksana, kurang adil
dalam memperhatikan kepentingan kita.”
Pelanggaran terhadap kaul ketaatan ini banyak terjadi dalam pelaksanaan tugas perutusan dan persaudaraan khususnya saat pimpinan akan memberi
suatu kebijakan maupun penempatan tugas yang baru. Pelanggaran kaul
ketaatan ini pada umumnya oleh para suster senior.
4
Mereka beranggapan bahwa kaul ketaatan hanya berlaku bagi suster- suster yunior yang belum berkaul kekal sedangkan yang senior merasa telah
sampai pada tujuan yaitu kaul kekal sehingga merasa diri bebas dan tidak perlu taat lagi. Pemahaman ini sangat keliru sehingga nilai-nilai religius
dalam kaul ketaatan menjadi kabur. Oleh karena itu setiap anggota kongregasi Carmelite Missionaries
baik suster senior maupun suster yunior harus kembali kepada semangat pendiri dan ajarannya. Para suster diajak untuk
kembali kepada konstitusi yang berbicara tentang kaul ketaatan. Konstitusi Carmelite Missionaries
art. 43 menegaskan:
” ... para suster pada gilirannya harus setia pada ketaatan meskipun dituntut suatu pengorbanan secara konkret. Kita semua hendaknya
menjadi taat pada Roh Kudus yang telah menginspirasikan keduanya yakni kehendak dan tindakan yang dipilihnya. Para suster harus mencari
kebaikan dari semua anggota komunitas dalam ketaatan dari karisma kita. Melalui jalan ketaatan akan menguatkan kebebasan kita. Menuntun
kita pada penyerahan diri secara total dalam kasih dan menghantar kita pada kedewasaan Kristiani”.
Makna ketaatan yang dialami, dihayati dan dilaksanakan oleh parasuster
Carmelite Missionaries dalam panggilannya mencerminkan ketaatan yang
dilaksanakan oleh Beato Francisco Palau. Ketaatan menurut beato Francisco Palau merupakan suatu bentuk keutamaan yang sangat besar. Ketaatan
merupakan suatu sarana yang tepat di mana kita harus mengikuti kehendak Allah. Hal ini merupakan suatu bentuk keterbukaan dan kesediaan terhadap
kehendak Allah. Dalam suratnya kepada Sr. Juana Gratias, Francisco Palau mengatakan ”Pergilah di mana ketaatan membimbingmu dan janganlah takut
Allah akan membimbingmu pada suatu jalan yang benar”. Pergi ke mana ketaatan membimbingmu, janganlah takut dan Allah akan memimpinmu pada
5
suatu tempat yang aman Letters, 54,2. Dengan demikian Francisco Palau mau menegaskan bahwa sebagai seorang Carmelite Missionaries hendaknya
selalu memiliki hati yang siap sedia untuk menjalankan misi yang dipercayakan kepada masing-masing anggota, karena Allah sendiri yang akan
memimpin pada jalan dan tempat yang aman.
Pada kenyataannya ada suster Carmelite Missionaries yang sungguh memaknai dan menghayati kaul ketaatannya, namun ada pula yang kurang
menghayati dalam panggilannya sebagai pengikut Kristus. Beberapa suster senior maupun yunior mengalami ketakutan dan ketidakbebasan. Mereka
terikat pada sahabat, kehormatan dan materi. Bagi suster yunior merasa takut akan dikeluarkan dari biara, jika mereka tidak taat kepada pemimpin atau
atasan. Mereka merasa tidak bebas untuk mengkritik pemimpin atau suster senior. Maka selama masa pendidikan yuniorat mereka menunjukkan sikap
taat yang baik melalui tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka. Mereka sungguh patuh dan setia menaati semua peraturan. Ketika sudah kaul kekal
tindakan mereka kadang berbeda dengan ketika mereka masih di formasi.
Ketaatan pada kehendak Allah itu diwujudnyatakan secara konkret dalam ketaatannya kepada pemimpin atau formator, karena kepada merekalah wakil-
wakil Kristus yang kelihatan. Tentu saja tidak semua kehendak dan perintah pemimpin harus ditafsirkan sebagai suaraperintah Allah. Mereka tampil
sebagai wakil Kristus sejauh mereka memerintahkan sesuatu seturut ketentuan konstitusi KHK, kan. 601. Oleh karena itu, seorang yang tidak
taat lagi kepada pemimpin atau formator, perlu meninjau kembali motivasi
6
untuk hidup sebagai seorang religius. Karena ia sulit untuk berubah lebih lanjut, telah menutup kemungkinan bahwa ia keliru, kepribadian yang telah
beku, dan kurang mampu untuk mendengar sehingga ia menganggap bahwa
pimpinan atau formator itu sama dengan dirinya, jadi tidak perlu taat.
Dalam praktek ketaatan religius, ada pergeseran dalam sistem mengambil
keputusan. Tekanan lebih banyak diberikan pada sistem dialog dengan bawahan dan
peranan komunitas. Pergeseran ini sering kali membawa serta suatu krisis ketaatan terhadap atasan. Dewasa ini banyak religius termasuk para suster
Carmelite Missionaries tidak suka lagi mendengar kata ”perintah atau ”komando”
dari atasan. Mereka menghendaki kebebasan dalam memilih karir, memilih komunitas dan mengatur acara hidupnya sendiri.
Kesulitan-kesulitan yang dialami dalam kongregasi Carmelite Missionaries adalah menghadapi suster-suster yang memiliki karakteristik kepribadian yang keras
dan mempunyai prinsip sendiri sehingga sulit untuk dibimbing dan akhirnya suster tersebut tidak ingin mendengar dan menaati pimpinan atau peraturan yang sudah
ditetapkan. Dengan perkembangan jaman yang semakin maju turut mempengaruhi gaya hidup suster-suster Carmelite Missionaries dalam penggunaan alat-alat
komunikasi elektronik HP, kamera tanpa sepengetahuan pemimpin.
Kesulitan lain yang dihadapi oleh formator atau pemimpin dalam mendidik para suster yunior intensif yunior maupun yunior yang sudah
berkarya adalah kurangnya keterbukaan, kurang memiliki kemampuan untuk memahami instruksi, kurang mengasimilasi dan menginternalisasikan nilai-
nilai hidup bakti, tertekan dengan luka batin masa lalu dan tidak memiliki dorongan untuk berubah, adanya ketakutan akan otoritas serta motivasi yang
7
tidak jelas dari formandis. Kesulitan lain yang dialami adalah kurang profesional dalam membimbing dan mendidik para suster di rumah formasi
maupun di rumah karya.
Melihat kesulitan dan masalah yang dihadapi oleh anggota suster Carmelite Missionaries
dalam menghayati spiritualitas kaul ketaatan, menunjukkan bahwa apa yang diharapkan dan dicita-citakan oleh Bto.
Francisco Palau, OCD belum tercapai sebagaimana mestinya. Bertolak dari situasi yang ada, maka hal ini menjadi keprihatinan penulis juga. Untuk itu
penulis ingin menyumbangkan gagasan-gagasan untuk anggota Carmelite Missionaries
dengan mengambil judul: MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN MENURUT
BEATO FRANCISCO PALAU DALAM HIDUP BERKOMUNITAS SUSTER-SUSTER
CARMELITE MISSIONARIES MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS.
B. PERUMUSAN MASALAH