Universitas terpilih sebagai andalan kesatuan nasional

konflik latent yang sering meletus. Di Yogyakarta di daerah pemukiman Cina seperti Ketandan dan Pajeksan, sering bahasa Jawa mereka lebih halus bahasa dari orang Jawa biasa. Lebih berkembang assimilasi. Lingkugan sosial Yogya damai-damai saja.

c. Pluralisme preferensi

Kami sepakat dengan kesimpulan promovendus kami, perlu dan dapat dikembangkan budaya hibrid atau menurut istilah kami dalam buku-buku kami pluralisme dalam preferensi; yang tidak lain adalah mengintegrasikan pluralisme dan asimilasi. Orang silahkan berpreferensi untuk tinggal dan menggunakan budaya yang dia suka dan cocok. Penyelenggaraan Pendidikan Profesional Konselor dalam Redesain Sistem dan Desentralisasi Pendidikan Oleh : Muh Farozin , Dosen FIP UNY, farozin2311yahoo.com ABSTRAK Dalam UU Sisdiknas 20 Tahun 2008 dinyatakan bahwa konselor merupakan salah tenaga pendidik yang sejajar dengan tenaga pendidik yang lain antara lain guru, dosen, dan widyaiswara. Konselor dihasilkan oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang dirancang untuk menghasilkan konselor profesional. Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia ABKIN telah merumuskan Standar Kompetensi Konselor Indonesia dan juga telah terbit Permendiknas No. 27 Tahun 2008 yang mengatur tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Seting kinerja konselor berada`dalam bidang pendidikan formal dan non formal. Saat ini, terdapat perguruan tinggi non LPTK yang juga menyelenggarakan program studi bimbingan dan konseling BK dengan penuh harapan juga dapat diakui sebagai tenaga profesional bidang BK. Proses pendidikan di perguruan tinggi diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia, cerdas dan berwawasan luas serta terampil dalam melaksanakan tugas profesi. Sistem rekruetmen input yang mendukung proses dan lulusan yang unggul, tenaga pendidikdosen sesuai bidang keahlian, kewajaran rasio dosen : mahasiswa dalam pelaksanaan tugas pada setiap jenjang pendidikan profesional konselor, kurikulum yang disusun berdasarkan komptensi konselor, proses pendidikan yang dilakukan secara utuh, laboratorium dan perpustakaan yang mendukung proses pendidikan. Keberhasilan kinerja konselor dipengaruhi oleh mutu diri konselor, karakteristik konseli dan kondisi lingkungan kehidupan konseli. Keterkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan profesional konselor diperlukan penguatan peningkatan peran asosiasi profesi dan pemerintah untuk melakukan evaluasi dan monitoring proses dan hasil pendidikan serta kinerja profesi konselor. Mekanisme pemberian masukan konstruktif untuk pemeliharaan mutu proses pendidikan dan kinerja profesi. Kata kunci : Penyelenggaraan Pendidikan professional konselor MASA DEPAN PROFESI GURU DALAM BINGKAI SENTRALISASI PENDIDIKAN Kajian Terhadap Praktik Pengembangan Profesi Guru di Daerah Pasca Berlakunya Undang-Undang No 14 tentang Guru dan Dosen Tahun 2005 Prof. Dr. Uman Suherman AS., M.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia Guru merupakan profesi yang banyak disorot dan diperbincangkan masyarakat umum. Sorotan yang sangat tajam itu terjadi karena peran guru dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia sangat besar. Seseorang berhasil atau sukses dalam kehidupannya karena peran guru dan sebaliknya kegagalan dan ketidakmampuan seseorang dalam mengarungi kehidupannya sering dikaitkan pula dengan ketidakberhasilan guru dalam mendidik mereka. Diberlakukannya Undang-Undang Guru dan Dosen berikut Peraturan Pemerintah dan beberapa Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan lainnya merupakan upaya pemerintah dan keinginan terbesar bangsa ini agar para guru lebih berkualitas, sejahtera dan memiliki martabat sehingga profesi guru tetap menjadi kebanggan bagi penyandangnya dan pendorong kamajuan pembangunan nasional. Di sisi lain, sejak keluarnya kebijakan pemerintah mengenai otonomi daerah, keberadaan guru sering diarahkan pada kepentingan politik segelintir orang yang haus kekuasaan. Penempatan seseorang untuk menduduki suatu jabatan akademik tidak lagi didasarkan atas kapasitas dan standar profesi yang telah digariskan tetapi lebih kepada kepentingan pemimpin daerahnya. Celakanya, para guru yang tidak paham akan peran dalam pendidikan yang disandangnya tidak jarang terbawa arus politik sehingga mengabaikan tugas utamanya sebagai pendidik. Akibatnya, sudah dapat dipastikan dan dirasakan bahwa kualitas pendidikan nasional yang diharapkan meningkat, minimal sejajar dengan negara lain lambat laun semakin menurun, bahkan kesenjangan kualitas pendidikan antar daerah semkian tajam. Upaya pemerintah pusat menyelenggarakan Sertifikasi Guru dalam Jabatan, dalam praktiknya di daerah tidak dipandang sebagai upaya peningkatan kualitas, tetapi lebih kepada kesempatan untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar, sehingga para guru berlomba untuk memperoleh kesempatan ikut sertfikasi bahkan tidak sedikit yang “difasilitasi” oleh pengelola pendidikan di daerahnya. Akhirnya keikutsertaan peserta sertifikasi tidak lagi didasarkan atas pemenuhan standar akademik-profesi tetapi memanfaatkan kuota yang tersedia. Beberapa permasalahan di atas, sangat mendesak untuk dikaji lebih dalam dan cermat agar pengembangan profesi guru dalam kiprahnya tetap menjadi garda utama untuk memajukan sumber daya bangsa. Ini berarti, peran perangkat pengelola pendidikan di daerah dan pusat harus semakin jelas dan singkron. Dalam hal apa pengembangan profesi guru harus dikelola secara sentralistik dan bagaimana daerah menterjemahkan perangkat aturan dan kebijakan secara nasional itu agar mampu mendukung peningkatan kualitas pendidikan di daerahnya serta secara nasional tidak hanya mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia iIndonesia pada umumnya tetapi juga keilmuan, identitas dan prospek profesi guru masa depannya.