Pembahasan 3.EVALUASI INTEGRASI SOFT SKILLS

muda yang akan memimpin bangsa Indonesia ini harus benar‐benar dipersiapkan sedini mungkin. Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia akan menumbuhkan jati diri dan karakter bangsa Indonesia. Kepribadian Indonesia dan jiwa nasionalisme dari pebelajar lebih penting diselamatkan dibandingkan dengan alasan peningkatan kemampuan berbahasa Inggris pebelajar. Pembenahan ini merupakan salah satu cara yang diharapkan akan dapat mengatasi krisis karakter bangsa Indonesia.

3. Kesimpulan

Sekolah berstandar internasional SBI bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia setaraf dengan sekolah yang ada di negara maju lainnya. Upaya ini memang baik, namun dengan kebijakan dalam pemakaian bahasa pengantar yang bercirikan bahasa Inggris akan menyebabkan bahasa Indonesia terkurangi dalam fungsinya. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. Berdasarkan fungsi tersebut, bahasa Indonesia dapat untuk membentuk karakter bangsa Indonesia. Oleh karena itu, redesain pembelajaran pada sekolah berstandar Internasional harus dilakukan agar siswa tetap berpegang teguh pada kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia. SBI tidak ditekankan pada penguasaan bahasa Inggris saja tetapi harus dilihat pada kurikulum dan kualitas pembelajarannya. DAFTAR PUSTAKA Kurniawan, Khaerudin. 2011. “Menjadikan Bahasa Indonesia yang Bermartabat dan Jati Diri Bangsa” FPBS Universitas Pendidikan Indonesia. Pusat Bahasa. 2007. Buku Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Sutama, I Made. 2008. “Sekolah Bertaraf InternasionalSBI dalam Konteks Pemertahanan Bahasa Indonesia. PIBSI XXX. Undang ‐Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang ‐Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. EVALUASI INTEGRASI SOFT SKILLS DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN: Ukuran Hasil Belajar Sebagai Indikator Keberhasilan Pengembangan Profesional Sri Wening Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta e-mail riweningyahoo.co.id Abstrak Berbagai perubahan yang relatif cepat dalam bidang ekonomi, dunia kerja, masyarakat maupun budaya telah mengubah cara pandang tentang ketenagakerjaan. Tenaga kerja perlu menguasai sejumlah kompetensi esensial yang relevan diberbagai tingkat dan kondisi pekerjaan. Muncul adanya perspektif bahwa tenaga kerja muda tidak cukup hanya memiliki pengetahuan dasar namun penting menguasai soft skills untuk membantu beradaptasi pada situasi kerja dan pengembangan diri. Pendidikan kejuruan memiliki peranan strategis dalam menyiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas, hal ini tentunya perlu diikuti dengan upaya pendidikan kejuruan yang berorientasi pada pasar kerja yang relatif mudah berubah. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus lebih menekankan pada penguasaan soft skills yang terintegrasi pada hard skills, agar lulusan memiliki kekuatan kepribadian dan bekerja secara efektif dan profesional di tempat kerja. Soft skills yang telah tertuang dalam kurikulum 2010 sebagai pendidikan karakter, mestinya diikuti oleh upaya mendorong pendidik untuk mengintegrasikan soft skills ke dalam pembelajaran di sekolah kejuruan. Pembelajaran soft skills yang terintegrasi memungkinkan peserta didik melihat keterkaitan soft skills dengan mata pelajaran dalam hubungan yang berarti dan kontekstual dengan dunia kerja. Pelajaran menjadi lebih bermakna manakala peserta didik belajar menyatukan antara pengetahuan dan penerapannya diberbagai pengalaman belajar yang dirancang oleh pendidik, sekaligus akan memperoleh nilai lebih selama pembelajaran. Harapannya situasi pembelajaran yang dirancang pendidik mampu menumbuhkan perilaku kerja profesional peserta didik yang selaras dengan tuntutan eksternal. Dalam rangka mewujudkan lulusan yang memiliki kekuatan kepribadian dan bekerja secara efektif dan profesional di tempat kerja, sebagai indikator keberhasilan belajar, perlu kiranya dilakukan evaluasi pengintegrasian soft skills dalam kurikulum sekolah kejuruan melalui mata pelajaran kelompok adaptif, normatif, dan produktif yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan melalui tahapan-tahapan mengkaji soft skills yang dianjurkan untuk dimiliki siswa sekolah menengah dalam rencana jangka panjang tahun 2010-2014 dan keterkaitannya dengan soft skills yang dominan dibutuhkan di lapangan kerja, menentukan konsep yang akan diintegrasikan, menganalisis soft skills yang terkandung dalam materi ajar yang akan dibelajarkan oleh pendidik, mengintegrasikan soft skills dalam pembelajaran, mengevaluasi ketercapaian, dan menganalisis faktor penghambat serta pendukung pengintegrasian soft skills dalam proses pembelajaran, diharapkan pembelajaran di sekolah kejuruan dapat mencapai keberhasilan untuk pengembangan profesional peserta didik yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Kata kunci: evaluasi, integrasi soft skills, pendidikan kejuruan

A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan faktor yang sangat vital dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa dan khususnya menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun kenyataannya dilapangan, menurut Mardan J Ardan 2009, tercatat pengangguran terdidik di Indonesia sekitar 1.146 juta orang yang lemah pada aspek atribut soft skills, yaitu bekerja keras, kepercayaan diri, memiliki visi kedepan, bekerja dalam tim, kepercayaan matang, berpikir analitis, mudah beradaptasi, bekerja dalam tekanan, cakap berbahasa Inggris, dan mengorganisasi pekerjaan. Oleh karena itu, perlu evaluasi sistem pendidikan nasional untuk mengejar pendidikan bermutu yang sesuai untuk pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat luas sebagai cerminan ukuran hasil belajar sebagai indikator keberhasilan pengembangan profesional. Terjadinya perubahan yang relatif cepat dalam bidang ekonomi, dunia kerja, masyarakat maupun budaya telah mengubah cara pandang tentang ketenagakerjaan. Tenaga kerja perlu menguasai sejumlah kompetensi esensial yang relevan diberbagai tingkat dan kondisi pekerjaan. Muncul adanya perspektif bahwa tenaga kerja muda tidak cukup hanya memiliki pengetahuan dasar namun penting menguasai soft skills untuk membantu beradaptasi pada situasi kerja dan pengembangan diri http:www.dol.govodep. Pendidikan kejuruan memiliki peranan strategis dalam menyiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas, hal ini tentunya perlu diikuti dengan upaya pendidikan kejuruan yang berorientasi pada pasar kerja yang relatif mudah berubah. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus lebih menekankan pada penguasaan soft skills yang terintegrasi pada hard skills, agar lulusan memiliki kekuatan kepribadian dan bekerja secara efektif dan profesional di tempat kerja. Permasalahannya bahwa penguasaan soft skills peserta didik sekolah kejuruan belum menunjukkan sebagai bagian dari kepribadiannya. Hasil pengamatan awal yang dilakukan pada dunia industri menyatakan bahwa peserta didik lulusan sekolah kejuruan belum mampu secara mandiri melakukan pekerjaan yang diberikan, mereka masih perlu dibawah bimbingan. Pengamatan tersebut menunjukkan bahwa penguasaan soft skills masih terabaikan atau bila dituangkan dalam pembelajaran hasilnya masih jauh dari tujuan pembelajaran. Nampak bahwa, porsi pembelajaran soft skills masih relatif kecil, sementara porsi hard skills hampir menguasai kurikulum. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengembangan pembelajaran soft skills khususnya pada kompetensi kejuruan menjadi kebutuhan dan memerlukan kajian. Dengan menggunakan data sekunder, dapat memberikan gambaran sejauhmana pendidikan kejuruan dalam kurikulumnyamata pelajaran telah mengintegrasikan soft skills yang dilakukan oleh para guru kejuruan pada kelompok bidang mata pelajaran normatif, adaptif, dan produktif. Hasil ini sebagai gambaran pelaksanaan evaluasi sistem pendidikan dalam mengintegrasikan soft skills melalui pembelajaran di kelas.

B. Integrasi Soft Skills ke dalam KurikulumMata Pelajaran

Peran strategis pendidikan Kejuruan adalah menyiapkan tenaga kerjasumber daya manusia yang berkualitas. Seperti yang terungkap dalam struktur kurikulum pendidikan kejuruan, bahwa peserta didik disiapkan agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan keterampilannya, harus memiliki stamina yang tinggi, menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaanya, serta memiliki kemampuan mengembangkan diri. Implikasi dari struktur kurikulum tersebut adalah mata pelajaran yang diberikan oleh sekolah kejuruan dibagi ke dalam tiga kelompok bidang yaitu kelompok normatif, adaptif dan produktif. Keadaan ini hendaknya perlu diikuti dengan upaya program pendidikan yang tidak sekedar pendidikan demi pendidikan namun pendidikan kejuruan yang berorientasi pada pasar kerja yang relatif mudah berubah. Seseorang yang memiliki hard skill hard competencies belum tentu akan sukses dalam kariernya jika tidak ditunjang dengan soft skills soft competence. Seseorang yang memiliki hard skills atau kecerdasan tanpa sikap mental yang berkembang soft skills memungkinkan tidak bersemangat dalam berkarya hanya karena menghadapi tantangan. Seseorang yang tidak memiliki rasa bangga pada pekerjaannya juga tidak akan termotivasi untuk berkarya, oleh karena itu sikap mental menentukan ketahanan mental dalam menghadapi tantangan. Soft skills merupakan kesadaran yang membuat seseorang termotivasi dan pantang menyerah sehingga bisa menempatkan diri di tengah orang lain secara proporsional interpersonal dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri intra-personal skill yang mampu mengembangkan unjuk kerja secara maksimal. Proses pembelajaran hendaknya menekankan penguasaan soft skills yang terintegrasi pada hard skills skill dan knowledge, agar lulusannya semakin kuat kepribadiaannya dan dapat bekerja secara efektif ditempat kerja. Pembelajaran soft skills sebagai bagian dari upaya pembentukan sikap profesional. Aspek soft skills merupakan unsur dari pendidikan karakter yang belum diperhatikan secara optimal bahkan cenderung terabaikan. Perlunya kemampuan interpersonal dalam kondisi dunia kerja yang kini banyak mengalami perubahan Syahniar, 2008; 128. Penilaian dalam dunia kerja sekarang didasarkan pada tolok ukur baru, yakni penilaian yang tidak hanya berdasarkan tingkat kepandaian, pelatihan dan pengalaman kerja, tetapi juga berdasarkan seberapa baik seseorang mengelola diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain, atau disebut dengan kemampuan interpersonal. Tolok ukur ini semakin banyak diterapkan dalam seleksi, penilaian kerja, promosi jabatan, dan pemutusan hubungan kerja, dan untuk menentukan karyawan mana yang paling produktif dan karyawan yang cenderung kurang produktif. Agar sesuai dengan tujuan pendidikan kejuruan, baik visi maupun misi sekolah kejuruan sangat penting adanya pengintegrasian soft skills melalui kurikulummata pelajaran yang dibelajarkan. Hal ini menjadi tantangan dunia pendidikan untuk mengintegrasikan soft skills secara terpadu dengan hard skills agar mampu menyiapkan SDM yang utuh memiliki kemampuan bekerja dan berkembang di masa depan, mampu berpikir, bersikap dan berbuat secara kreatif dalam situasi yang tidak dapat diduga sebelumnya. Menanamkan pendidikan soft skills melalui pembelajaran merupakan langkah yang tidak mudah, tetapi bukan berarti hal tersebut tidak mungkin. Menurut Herminarto Sofyan 2008 terdapat tiga model pembelajaran dari implementasi soft skills antara lain: 1 Model integratif, yaitu implementasi soft skills yang melekat dan terpadu dalam program kurikuler, kurikulum, mata pelajaran, proses pembelajaran. Keuntungan model ini biaya relatif murah, beban sekolah tidak bertambah, 2 Model komplementatif, yaitu implementasi soft skills ditambahkan ke dalam program pendidikan kurikuler dan struktur kurikulum yang ada, bukan dalam mata pelajaran. Model ini membutuhkan waktu