17 berpenghasilan rendah
11
. Model pembiayaan penyelenggaraan pendidikan nasional seperti inilah dalam pemahaman saya, merupakan salah satu faktor yang menentukan rasa
kebangsaan, kebanggaan sebagai warga suatu bangsa, dan loyalitas terhadap negara bangsa. Karena itu kita menyaksikan betapa bersatunya rakyat Amerika Serikat pada saat
menghadapi krisis, baik Perang Dunia II, September 11, dan Huricane Katrina. Dipandang dari sisi ini UUD 1945 sesungguhnya berkehendak menyelenggarakan
pendidikan nasional seperti yang dilaksanakan negara bangsa yang lain. Tetapi akhir-akhir ini walaupun pasal-pasal UUD 1945 telah mempertegas tanggung jawab Pemerintah untuk
membiayai pendidikan tetapi praktek penyelenggaraan pendidikan nasional menjadi semakin jauh dari semangat dan aksara yang digariskan dalam UUD 1945. Karena itu kita tidak usah
heran kalau para sarjana yang selama sekolah dari SD sampai Perguruan Tinggi dibiayai oleh orang tua tidak merasakan jasa Pemerintah.
Mereka menggunakan paradigma “rate of return”. Jadi investasi yang telah ditanam oleh orang tua selama sekolah harus kembali, akibatnya generasi muda menjadi tipis
patriotisme, mudah-mudahan tidak hilang patriotisme. Yang berbahaya adalah kalau selama sekolah ada generasi muda yang dibiayai oleh pihak yang berencana untuk mengubah NKRI
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Mudah-mudahan pandangan spekulatif ini tidak benar.
Disamping dimensi pembiayaan yang tidak kalah pentingnya adalah manajemen penyelenggaraan, untuk itu bagian berikut akan mengulas “manajemen penyelenggaraan
pendidikan nasional”.
V. Manajemen Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional Yang Mampu Menunjang
Pembangunan Negara Pancasila Yang Cerdas Kehidupannya dan Maju Kebudayaan Nasionalnya
Dari bagian pendahuluan sampai bagian IV kiranya jelas bahwa pembangunan Negara bangsa Indonesia yang pada saat Proklamasi Kemerdekaan belum terwujud dan
tingkat perkembangannya, diukur dari peradaban dunia sejak pertengahannya abad ke-20, tertinggal hampir 400 tahun, keberhasilannya diletakkan pada kemampuan kita
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Ditetapkannya misi mencerdaskan
11
“The Brains Business”, a Survey of Higher Education, dalam majalah The Economist, Sept., 10
th
– 16
th
2005
18 kehidupan bangsa, dan memajukan kebudayaan nasional, dan ditetapkannya kewajiban
pemerintah menyelenggarakan satu “sistem pengajaran nasional”, adalah indikasi betapa para pendiri republic melalui UUD 1945 menganut paradigma “Build Nation Build School”.
Namun setelah hampir 67 tahun kita merdeka menyelenggarakan pendidikan nasional, kondisi kehidupan bangsa dalam segala aspeknya masih belum mantap bahkan tertinggal
dari Negara tetangga yang kemerdekaannya lebih kemudian dari Indonesia. Atas dasar ini kita patut mempertanyaakan “apa yang salah dengan penyelenggaraan pendidikan
nasional?” bagian terakhir tulisan ini dengan topik “manajemen penyelennggaraan pendidikan nasional antara lain bertujuan menjawab pertanyaan pokok tersebut”.
Manajemen dalam tulisan sesuai dengan pandangan Richard L. Daft
12
meliputi kegiatan : merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan memonitor. Pertanyaan yang
akan diulas dalam tulisanini adalah seberapa jauh terdapat kesinambungan antara perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan monitoring dalam penyelenggaraan
sistem pendidikan nasional dari tingkat nasional, daerah, lokal, sampai satuan pendidikan? 1.
Dalam kaitan ini dengan tahap perencanaan rumusan goal yang meliputi juga tujuan yang hendak dicapai sesungguhnya UU No. 20 Tahun 2003 telah memberikan landasan
yang kokoh. Dalam pandangan penulis ketentuan yang tertulis dalam pasal 1 ayat 1, pasal 3, pasal 4 ayat 3, dan pasal 5 ayat 1, sesungguhnya merupakan ketentuan yang
relevan dengan misi mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu berikut penulis kutip sebagai berikut :
1 Pasal 1 ayat 1
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. 2
Pasal 3 “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
12
Daft. Richard L. “New Era of Manajemen Era Baru Manajemen 2010”. Jakarta, Penerbit
19 menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
3 Pasal 4 ayat 3
“ Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat”. 4
Pasal 5 ayat 1 “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu”. Bila ketentuan-ketentuan tersebut dijadikan sebagai landasan untuk merancang
sistem persekolahan dari pra-sekolah sampai perguruan tinggi dengan dukungan biaya yang memadai, dalam pandangan penulis dalam waktu 15 tahun Negara bangsa ini pasti
akan cerdas kehidupannya. Marilah kita telaah satu persatu. 1
Konsepsi dasar tentang pendidikan yang kita anut sesuai dengan pasal 1 UU No. 20 Tahun 2003 yaitu “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”, adalah konsepsi pendidikan
yang sesuai dengan rekomendasi “Komisi Internasional UNESCO untuk pendidikan memasuki abad ke-21”,
13
yang menuntut diterapkan empat pilar belajar learning to know, learning to do, learning to live together, learning to be. Pertanyaannya adalah
“sudahkah kita rancang penyelenggaraan pendidikan nasional sesuai dengan konsepsi dasar pendidikan secara yuridis kita anut?” Dalam pandangan penulis nampaknya
belum terjadi, yang terjadi bahkan yang dalam dirinya bertentangan konsep tersebut. Yaitu diselenggarakannya ujian nasional sebagai penentu kelulusan berdasarkan “tes
obyektif” suatu kebijakan yang dalam dirinya bukan hanya bertentangan dengan konsepsi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan, tetapi bertentangan dengan
dengan pasal 61 ayat 2 UU No, 20 Tahun 2003 yang tertulis sebagai berikut :
13
Delors J. “Learning:The Treasure Within”
20 “Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi
belajar danatau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi”.
2 Fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang digariskan dalam pasal 3 UU No. 20
Tahun 2003, dalam pandangan penulis merupakan terjemahan yang relevan dengan amanat mencerdaskan kehidupan bangsa. Fungsi pendidikan nasional seperti yang
telah dikutip terdahulu adalah “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat”. Pertanyaannya pernahkah fungsi
pendidikan nasional itu dianalisis makna dan indikatornya sebagai landasan perencanaan jangka panjang, menengah, dan jangka pendek? Yang menarik adalah
bahwa walaupun sejak tahun 1950 dengan UU No.4 Tahun 1950 sampai UU No. 20 Tahun 2003 tekanan dari tujuan pendidikan adalah membentuk karakter namun baru
mulai tahun 2009 dipersoalkan masalah pendidikan karakter padahal menurut para pemikir pendidikan seperti Martin Buber
14
dan Kihajar Dewantara hakekat pendidikan adalah pendidikan karakter. Apalagi dengan fungsi mengembangakan
peradaban bangsa yang bermartabat. Apa makna peradaban bangsa? Cohen dalam artikelnya “civilization represents a distinct level of socialculture integration and thus
a unique cultural-historical entity; it is more than the some of the cultures or nations within it. Although civilization tend to share several formal features in common, they
do differ from each other in many ways in their values, institutional configuration, rates of change, military and religious policies, and the like.”
15
Dengan pengertian peradaban sebagai yang dimaksud oleh Cohen, berarti bahwa peradaban bangsa yang bermartabat meliputi segala dimensi kehidupan
bangsa, baik politik, ekonomi, sosial dan budaya, termasuk IPTEK. Seberapa jauh manajer pendidikan nasional dalam tahap perencanaannya memiliki visi tentang
wujud peradaban yang bermartabat kehidupan demokrasi yang masih dalam taraf prosedural dan tradisional, kehidupan ekonomi yang pada tingkatan ekonomi
pinggiran di era global dengan daya saing di bawah Malaysia dan Thailand, program
14
Baca Martin Buber “Between Man and Man”
15
Cohen Y. “Schools and Civilizational States” dalam buku “The Social and The Comparative Study of Educational System Jo fischer edit Scraton, Pensylvania, International Text Book Co 1970
21 perkembangan IPTEK yang diabaikan. Sebagai ilustrasi di abad ke-21 pada saat
dunia terutama Negara maju mendudukan “university” sebagai mesin pembangunan ekonomi university as the engine of economic growth, sehingga rata-rata Negara di
dunia mengalokasikan dana 1 PDB, Amerika Serikat 2.5 PDB, China 3 PDB, Malaysia 2.3 PDB, Indonesia 0.23 PDB. Dari data ini menunjukkan betapa
pengyelenggara Negara tidak memahami makna mengembangkan peradaban bangsa yang bermartabat. Dan tidak ada usaha sungguh untuk menjadikan pendidikan
nasional mampu menunjang pembangunan peradaban bangsa yang bermartabat. Adanya upaya untuk mengurangi tanggung jawab pemerintah membiayai
penyelenggaraan universitas negeri untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat seperti di
tetapkan UU No. 9 Tahun 2009 yang di anulir oleh Mahkamah Konstitusi dan dirancangnya RUU tentang perguruan tinggi yang merupakan upaya menghidupkan
kembali BHMN adalah bukti tidak dipahaminya makna “membangun peradaban bangsa yang bermartabat”.
3 Tujuan pendidikan nasional yang sasarannya adalah “berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”, yang selaras dengan konsepsi dasar serta fungsi pendidikan nasional, nampak tidak secara konsisten dijadkan
landasan untuk perencanaan pendidikan nasional. Dilaksanakan ujian nasional sebagai penentu lulusan, dan tidak dijadikannya 8 standar pendidikan nasional untuk
merancang pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan nasional merupakan bukti diabaikannya upaya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4 Ketentuan yang tertulis dalam pasal 4 ayat 3 tentang “pendidikan diselenggarakan
sebagai proses pembudayaan, nampak tidak secara sungguh-sungguh dijadikan landasan bagi perencanaan satuan pendidikan sebagai lingkungan belajar yang
bermakna pembudayaan kemampuan, nilai dan sikap. 5
Tentang hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan yang tertulis dalam pasal 12 ayat 1 tentang hak peserta didik memperoleh pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, namun tidak dijadikan
22 landasan dalam perencanaan pendidikan. Bagaimana dengan tahap
pengorganisasian?. 2.
Pengorganisasian penyelenggaraan sistem pendidikan nasional PP No. 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan perencanaan pendidikan meliputi
delapan bab dan dua ratus dua puluh satu pasal, memberikan ketentuan tentang prinsip- prinsip penyelenggaraan pendidikan dari tingkat usia dini sampai perguruan tinggi,
namun yang menarik adalah tidak adanya ketentuan bagaimana berbagai kegiatan seperti penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dituntut demikian tinggi itu
dibiayai? Seperti dapat dikutip pasal 93 tentang penelitian yang isinya tertulis sebagai berikut :
1 Universitas, institut dan sekolah tinggi wajib melaksanakan penelitian
dasar, penelitian terapan, penelitian pengembangan, danatau penelitian industri.
2 Akademi dan politeknik wajib melaksanakan penelitian terapan, enelitian
pengembangan, danatau penelitian industri. 3
Penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 dilaksanakan untuk :
a. Mencari danatau menemukan kebaruan kandungan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni dan.atau olahraga; danatau b.
Menguji ulang teori, konsep, prosedur, metode, danatau model yang sudah menjadi kandungan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, danatau
olahraga. 4
Kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 3 dilaksanakan oleh dosen danatau mahasiswa dengan mematuhi
kaidah.norma dan etika akademik sesuai dengan prinsip otonomi keilmuan.
5 Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat 4 harus dipublikasikan pada
terbitan berkala ilmiah dalam negeri terakreditasi datau terbitan berkala ilmiah internasional yang diakui Kementerian.
23 6
Hasil penelitian dilakukan oleh dosen untuk memenuhi dharma penelitian wajib diseminarkan dan dipublikasikan pada terbitan berkala ilmiah
terakreditasi atau yang diakui Kementerian. 7
Hasil penelitian perguruan tinggi diakui sebagai penemuan baru setelah dimuat dalam terbitan berkala imliah terakreditasi yang diakui
Kementerian danatau mendapatkan hak kekayaan intelektual. 8
Hasil penelitian perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh dosen dimanfaatkan untuk memperkaya materi pembelajaran mata kuliah yang
relevan. Sengaja penulis merujuk PP 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan untuk menunjukkan betapa berbagai ketentuan yang tertuang dalam PP yang sudah diterbitkan dua tahun yang lalu itu belum nampak
pelaksanaannya. Pertanyaannya bagaimana pengorganisasian peyelenggaraan satu sistem pendidikan nasioanl ditata sehingga segala fungsi tujuan pendidikan nasional
yang secara konseptual ideal dapat terwujud. Secara diagramatik organisasi penyelenggaraan pendidikan nasional dapat digambarkan
sebagai berikut :
24
Diagram Organisasi Penyelenggaraa Sistem Pendidikan Nasional
Dewan Pendidikan
K A
B U
P A
T E
N K
O T
A BupatiWalikota
DPRD KabKota
Kadinas Pendidikan
K. Sudik Pendidikan
TK SD
SMP SMA
SMK Non Pendidikan
P U
S A
T DPR
Presiden RI DPD
Mendikbud Ditjen
Dikti Ditjen
PM Sekjend
Ditjen Dikdas
Ditjen Paud dan PNFI
Balitbang Dikbud
Badan Pengembangan SDM dan Penjamin
Mutu Pendidikan
P R
O P
I N
S I
Perguruan Tinggi
Gubernur DPRD Provinsi
Kadinas Pendidikan
Dewan Pendidikan
Sekolah Bertaraf Internasional
Sekolah LB
25 Bagaimana hubungan manajemen antara Pusat, Propinsi, dan Kabupaten?
Mengingat sesuai dengan PP No. 38 Tahun 2007 yang merupakan penjabaran UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, yang menetapkan penyelenggaraan
pendidikan bukan urusan wajib pemerintah pusat melainkan urusan wajib pemerintah daerah pasal 7 ayat 2 PP 30 Tahun 2007, secara manajemen tidak ada hubungan
hierarki dan komando antara pemerintah pusat dan pemerintah propinsi serta pemerintah kabupatenkota. Sebagai ilustrasi dapat digambarkan dalam kutipan berikut.
SUB BIDANG SUB SUB
BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAH
DAERAH PROVINSI
PEMERINTAH DAERAH KABUPATENKOTA
1. Kebijakan