Model Pendidikan Guru untuk Mendukung Pendidikan Inklusif

1 PENGUATAN FUNGSI PENGAWAS SEKOLAH DALAM KERANGKA PERBAIKAN MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA Rahmania Utari, M.Pd. Pengawasan pendidikan menduduki peran penting dalam upaya penjaminan mutu pendidikan khususnya dalam rangka pencapaian standar nasional pendidikan. Sayangnya hal tersebut lebih banyak baru sebagai retorika dan urung diimplementasikan secara intensif dalam pengelolaan pendidikan khususnya di tingkat daerah.Tantangan kepengawasan sekolah juga muncul dengan hadirnya internasionalisasi pendidikan yang menuntut pengawas sekolah untuk cepat tanggap dalam merespon perubahan untuk menularkannya kepada para pengelola sekolah.Penguatan fungsi pengawas sekolah dapat dipandang sebagai langkah politis sekaligus profesional karena pemberdayaan pengawas sekolah dapat dijadikan sebagai pelaku penjamin mutu di lapis kedua setelah sekolah itu sendiri. Tentu saja penguatan fungsi tersebut memerlukan beberapa syarat, antara lain pengembangan kapasitas dan kapabilitas pengawas sekolah, dan kebijakan pemerintah akan rasio jumlah pengawas terhadap satuan pendidikan yang dibina. Kata kunci: supervisi pendidikan, manajemen tenaga kependidikan PENDAHULUAN Situasi kinerja pengawas sekolah di Indonesia telah cukup banyak dipotret melalui penelitian dan pemberitaan di media massa. Sayangnya keadaan yang tergambar masih banyak mengungkapkan kontribusi dan kinerja pengawas yangboleh dikata belum cukup memuaskan.Pada salah satu penelitian di Kabupaten Jember Arifiatun, 2009 ditemukan bahwa supervisi yang dilakukan pengawas sekolah tidak mempunyai hubungan signifikan terhadap kinerja profesional guru.Implikasi dari hasil penelitian tersebut adalah perlunya pengawas memperhatikan pedoman- pedoman kerja yang ada agar kinerjanya lebih baik. Studi lain tentang pengawas sekolah dilakukan di Malang Suliadi, 2009, yang mengungkapkan bahwa supervisi yang dilaksanakan pengawas sekolah termasuk dalam kategori rendah. Penelitian oleh Arifiatun yang berlokasi di Kabupaten Jember, menggambarkan adanya 2 hubungan yang signifikan antara intensitas kegiatan pengawas dengan profesionalisme guru, dan juga terhadap intensitas kegiatan MGMP yang erat terkait pengembangan profesi guru. Temuan di Kabupaten Jember tersebut secara implisit menggambarkan kinerja pengawas sekolah yang masih perlu ditingkatkan, adapun penelitianoleh Suliadi Rahmat 2009 yang latarnya berada di Malang menghasilkan temuan bahwa pendampingan pengawas terhadap guru membuahkan hasil yang cukup baik meskipun masih dengan catatan tentang kinerja pengawas yang masih harus ditingkatkan. Keadaan-keadaan tersebut tentu bukan tanpa sebab, dan bukan semata berpangkal dari pihak internal pengawas sekolah.Minimnya jumlah personel per kotakabupaten adalah salah satu penyebab yang diakui menjadi kendala kinerja pengawas sekolah. Sebagai contoh di Kota Solo hingga awal 2012 ini masih ditemukan rasio pengawas:sekolah = 1:18. Penelitian dari UGM menemukan rata-rata pengawas di Kota Yogyakarta memiliki 40 sekolah binaan.Angka-angka tersebut masih cukup jauh dari angka ideal, apalagi bila lokasi geografis, bidang studi dan jumlah guru per satuan pendidikan turut diperhatikan.Pada salah satu penelitian terungkap bahwa model pembinaan pengawas sekolah sementara ini masih belum intensif Mucthith, 2011 yang mengacu pada karakteristik pengangkatan, diklat, dan penilaian kinerja. Upaya pemerintah secara umum dalam penetapan standarisasi pengawas sekolah dapat dilihat pada Permendiknas nomor 12 tahun 2007 tentang pengawas sekolah.Terdapat poin penting yakni adanyaenam kompetensi pengawas sekolah yang terdiri atas kompetensi kepribadian, kompetensi supervisi akademik, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi penelitian dan pengembangan, serta kompetensi sosial.Harapan pemerintah yang tertuang pada aturan-aturan tersebut tentu akan sekedar menjadi harapan bilamana tidak ada upaya nyata untuk mewujudkan pembinaan pengawas secara optimal, mulai dari perekrutan sampai dengan pemberhentian. Pengawas sekolah sebagai personil yang diberi tanggungjawab dan wewenang penuh untuk melaksanakan pengawasan akademik dan 3 manajerial pada satuan pendidikan adalah kepanjangan tangan Dinas Pendidikan Propinsi atau KabupatenKota yang bersentuhan langsung dengan sekolah.Pemberdayaan pengawas sekolah dalam monitoring dan evaluasi tentang sejauhmana ketercapaian kedelapan elemen dalam standar nasional pendidikan serta pembinaannya dapat mengefisiensikan manajemen pendidikan nasional. Di pihak pengawas sekolah sendiri kini semakin dihadapkan dengan tantangan tuntutan kualitas pendidikan yang didambakan masyarakat.Pesatnya tuntutan peningkatan kompetensi dan pengembangan profesional secara umum seharusnya direspon pengawas sekolah dengan baik.Terlebih bila dihubungkan dengan era perdagangan bebas yang menuntut dunia pendidikan di Indonesia peka terhadap tuntutan kualitas berstandar internasional. PEMBAHASAN A. Kebijakan Pembinaan Pengawas Sekolah Peran pengawas sekolah di Indonesia kini tidak hanya berkutat di seputar ranah akademik namun juga manajerial.Hasil penelitian gelombang kedua tentang Kepengawasan pendidikan di era 1980-an Glickman, 2004 mengungkapkan bahwa sekolah yang efektif ditandai dengan hal-hal diantaranya 1 manajemen tingkat sekolah, 2 kepemimpinan, 3 stabilitas staf, 4 pengorganisasian kurikulum dan pembelajaran, 5 pengembangan staf, 6 optimalisasi jam belajar, 7 prestasi akademik yang diakui secara luas, 8 keterlibatan orangtua, 9 perencanaan kolaboratif dan hubungan rekan sejawat, 10 keberadaan sense kebersamaan, 11 kejelasan tujuan dan harapan yang secara umum sama, serta 12 aturan dan kedisplinan. Dari hasil penelitian tersebut nampak bahwa manajemen sekolah menempati posisi yang tidak dapat dipandang remeh dalam pembentukan sekolah yang efektif.Dengan demikian kebutuhan proses pembelajaran yang baik kini diakui sangat perlu didukung oleh proses manajemen yang serupa baiknya. Dengan demikian, kriteria kompetensi manajerial yang harus dikuasai pengawas sekolah tersebut wajar menjadi tuntutan. 4 Di masa silam persepsi masyarakat tentang pengawasan sekolah boleh jadi hanya berkutat pada kunjungan penilikpengawas ke kelas-kelas guna melakukan penilaian tentang ketepatan strategi pembelajaran oleh guru.Hingga sekarang mungkin masih banyak yang menganggap profesi pengawas sekolah sebagai profesi penyiapan diri sebelum seseorang yang pernah menjadi kepala sekolah atau guru menjalani pensiun.Gurauan bahwa jabatan pengawas sekolah merupakan profesi “pendinginan” sebelum memasuki pensiun bahkan dengan sendirinya beredar di kalangan pengawas sekolah itu sendiri. Selagi pemerintah pusat dan daerah belum memberdayakan pengawas sekolah sebagaimana mestinya, maka dengan sendirinya jabatan pengawas sekolah tetap berada di posisi marginal dalam proses pencapaian cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa. Mustahil untuk memberdayakan pengawas sekolah tanpa adanya kompetensi yang cukup.Tidak menutup mata bahwa dari sisi rekrutmen pemerintah telah menyelenggarakan diklat calon pengawas sekolah yang mata diklatnya mengacu pada keenam ranah kompetensi pengawas sekolah. Namun demikian, kebutuhan pembinaan dari eksternal baca: pemerintah tentu bukan hanya pada saat rekrutmen, tetapi juga dalam masa jabatan. Keenam ranah kompetensi yang menjadi mata diklat tersebut tidak akan dipraktekkan sebagaimana mestinya bila tidak ada dukungan yang cukup terhadap peningkatan keterampilan pengawas, dan pemberian motivasi serta kepuasan kerja yang cukup. Untuk memperjelas hal-hal apa saja terkait keenam kompetensi pengawas sekolah, berikut ini merupakan dimensi kompetensi yang dirujuk dari lampiran Permendiknas No 12 tahun 2007. Dimensi-dimensi ini perlu diposisikan terlebih dahulu karena dapat dijadikan acuan pembinaan pengawas sekolah baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. RANAH DIMENSI URAIAN KOMPETENSI Kompetensi Kepribadian 1. kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya maupun tugas-tugas jabatannya 2. Memiliki rasa ingin tahun akan hal-hal baru tentang pendidikan dan 5 ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang menunjang tugas pokok dan tanggung jawabnya 3. Menumbuhkan motivasi kerja pada dirinya dan pada stakeholder pendidikan Kompetensi Supervisi Menejerial 1. Menguasai metode, teknik, dan prinsip-prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolahmadrasah 2. Menyusun program kepengawasan berdasarkan visi – misi – tujuan dan program pendidikan sekolahmadrasah 3. Menyusun metode kerja dan instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawas di sekolahmadrasah 4. Menyusun laporan hasil-hasil pengawasan dan menindaklanjutinya untuk perbaikan program pengawasan berikutnya di sekolahmadrasah 5. Membina kepala sekolah dalam pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolahmadrasah 6. Membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolahmadrasah 7. Mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya di sekolahmadrasah 8. Memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk membantu kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi sekolah Kompetensi Supervisi Akademik 1. Memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik, dan kecendrungan perkembangan tiap bidang pengembangan di TKRA atau mata pelajaran di SDMI 2. Memahami konsep, prinsip, teoriteknologi, karakterisitik, dan kecenderungan perkembangan proses pembelajaranbimbingan tiap pengembangan TKRA atau mata pelajaran di SDMI 3. Membimbing guru menyusun silabus tiap bidang pengembangan di TKRA atau mata pelajaran di SDMI berlandaskan standar isi, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP 4. Membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategimetode teknik pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa melalui bidang pengembangan di TKRA atau mata pelajaran di SDMI 5. Membimbing guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran RPP untuk tiap bidang pengembangan di TKRA atau tiap mata pelajaran di SDMI 6. Membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran bimbingan di kelas, laboratorium, danatau di lapangan untuk mengembangkan potensi siswa tiap bidang pengembangan di TKRA atau mata pelajaran di SDMI 7. Membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan, dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaranbimbingan tiap bidang pengembangan di TKRA atau mata pelajaran di SDMI 6 8. Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk pembelajaranbimbingan tiap bidang pengembangan di TKRA atau mata pelajaran di SDMI Kompetensi Evaluasi Pendidikan 1. Menyusun kriteria dan indikator keberhasilan pendidikan dan pembelajaranbimbingan di sekolah 2. Membimbing guru dalam menentukan aspek-aspek yang penting dinilai dalam pembelajaranbimbingan tiap bidang pengembangan di TKRA atau mata pelajaran di SDMI 3. Menilai kinerja kepala sekolah, guru, dan staf sekolah dalam melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaranbimbinang di TKRA atau mata pelajaran di SDMI 4. Memantau pelaksanaan pembelajaranbimbingan dan hasil belajar siswa serta menganalisisnya untuk perbaikan mutu pembelajaranbimbingan tiap bidang pengembangan di TKRA ayau mata pelajaran di SDMI 5. Membina guru dalam memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaranbimbingan tiap bidang pengembangan di TKRA atau mata di SDMI 6. Mengolah dan menganalisis data hasil penilaian kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan staf sekolah lainnya Kompetensi Penelitian dan Pengembangan 1. Menguasai berbagai pendekatan, jenis, dan metode peneltian dalam pendidikan 2. Menentukan masalah kepengawasan yang penting diteliti baik untuk keperluan tugas pengawasan maupun untuk pengembangan karirnya sebagai pengawas 3. Menyusun proposal penelitian pendidikan baik proposal penelitian kualitatif maupun penelitian kuantitatif 4. Melaksanakan penelitian pendidikan untuk memecahkan masalah pendidikan, dan perumusan kebijakan pendidikan yang bermanfaat bagi tugas pokok dan tanggung jawabnya 5. Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian pendidikan baik data kualitatif maupun data kuantitatif 6. Menulis karya tulis ilmiahKTI dalam bidang pendidikan dan atau bidang kepengawasan dan memanfaatkannya untuk perbaikan mutu pendidikan 7. Menyusun pedomanpanduan dan atau bukumodul yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pengawasan di sekolahmadrasah 8. Memberikan bimbingan kepada guru tentang penelitian tindakan kelas baik perencanaan maupun pelaksanaannya di sekolah Kompetensi Sosial 1. Bekerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan kualitas diri untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya 2. Aktif dalam asosiasi pengawas satuan pendidikan. Tabel 1. Dimensi Kompetensi Pengawas Sekolah 7 Sebuah disertasi di bidang Kepengawasan Pendidikan oleh Muchith 2011 menyajikan tentang contoh realitas model pembinaan pengawas di daerah. Meskipun lokasi penelitian umumnya bertempat di Kemenag, tetapi hasil penelitian ini tetap mengandung relevansi dengan apa yang terjadi pada pembinaan pengawas di bawah payung Kemendikbud. Dikatakan bahwa realitas model pengangkatan pengawas masih berciri topdown, berciri formal birokratis hanya melalui rapat-rapat koordinasi dan diklat yang masih bersifat insidental, artinya belum rutin dan pasti.Belum lagi belum diimplementasikannya kebijakan pendidikan nasional pada umumnya oleh pemerintah daerah dengan alibi otonomi daerah dan juga perbedaan kebijakan daerah masing-masing.Kebijakan pemerintah daerah yang belum memperhatikan tentang penjaminan mutu tenaga kependidikan khususnya pengawas sekolah menjadi jurang antara harapanstandar nasional pendidikan dengan kenyataan yang terjadi. Dengan model pembinaan yang sudah berjalan tersebut maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruhnya terhadap pengembangan keenam kompetensi yang harus dimiliki pengawas sekolah.Tuntutan masyarakat akan pendidikan yang berkualitas tidak akan mampu dijawab dengan tenaga kependidikan yang keterampilan dan pengetahuannya stagnan. Langkah pemerintah perlu banyak diapresiasi melalui terbitnya panduan-panduan kerja bagi pengawas sekolah khususnya pasca berlakunya permendiknas no 12 tahun 2007.Pekerjaan rumah pemerintah yang cukup besar khususnya di kawasan terpencil adalah agar pedoman-pedoman tersebut juga sampai pada para pengawas sekolah.Pemanfaatan IT dapat memudahkan hal tersebut terjadi, namun tentu dengan syarat bahwa infrastruktur IT telah tersedia.Untuk hal yang satu ini khususnya pada daerah terpencil sudah pasti intervensi pemerintah diperlukan. Rancangan peraturan tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnyajuga tidak lama lagi akan terbit karena kabar terakhir nampaknya rancangan sudah final. Di sisi lain hal tersebut menyisakan pekerjaan rumah agar kualitas pengawas sekolah di 8 Indonesia dapat merata. Sebagai contoh pada rancangan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka kreditnya diatur bahwa rasio pengawas sekolah TKRA dan SDMI paling sedikit 10 satuan pendidikan atau sekitar 60 guru. Adapun pengawas mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran di tingkat SMPMTs, SMAMA, dan SMKAMAK adalah paling sedikit tujuh satuan pendidikan atau 40 guru mata pelajaran. Untuk Pengawas SLB paling sedikit membawahi 5 satuan pendidikan atau 40 guru, adapun Pengawas BK paling sedikit 7 satuan pendidikan, atau 40 guru BK. Pada daerah khusus yakni daerah terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain, jumlah pengawas sekolahmadrasah paling sedikit membawahi 5 satuan pendidikan secara lintas jenis dan jenjang satuan pendidikan. Selama belum ada revisi terhadap undang-undang otonomi daerah maka implementasi kebijakan tersebut akansangat bergantung kepada kebijakan pemerintah daerah setempat. Terlepas dari hal tersebut, nampaknya rasio dalam rancangan petunjuk teknis tersebut sengaja dibuat secara longgar, karena bukan dengan istilah pembatasan “maksimal” melainkan “minimal” sehingga kasus pengawas dengan jumlah sekolahguru binaan yang sangat banyak tetap akan sangat mungkin terjadi. Dalam sebuah Disertasi mengenai model pembinaan pengawas sekolah Mucthith, 2011 menyatakan bahwa rasio ideal jumlah pengawas dengan sekolah binaan adalah berkisar antara 1: 12 dan 1: 15.

B. Pengembangan Profesional Pengawas Sekolah

Pengembangan profesi pengawas sekolah adalah kegiatan yang dilakukan pengawas sekolahMadrasah dalam rangka pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan untuk peningkatan mutu profesionalisme sebagai pengawas sekolahMadrasahmaupun dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan, khususnya dalam kegiatan menilai dan membina 9 penyelenggaraan pendidikan.Perlu disadari sebelumnya bahwa pembinaan profesional yang distimulasi atau dilakukan oleh pihak eksternal terhadap pegawai tidak akan berbuah manis bila tidak diikuti dengan kesadaran pribadi. Menurut Whitaker dalam Kydd dkk, 1994, dimensi pribadi pada pengembangan profesional sama dengan membicarakan tentang motivasi, inteligensi, potensi, konsep diri dan pengendalian diri. Pengembangan profesional menjadi sedemikian penting karena esensi keberhasilan sekolah bersumber dari pemikiran dan tindakan para pelakon pengelola pendidikan.Sekitar 70 anggaran pendidikan di Indonesia didanai untuk membayar gaji tenaga pendidik dan kependidikan, bahkan Amerika menghabiskan sekitar 80 dari anggaran pendidikannya untuk alokasi yang sama. Setiap tahunnya di Amerika terdapat peningkatan minat penelitian mengenai pengembangan profesi Glickman, 2004: 371.Hal ini sejalan dengan kepedulian yang tinggi terhadap pengembangan profesi yang dipandang sebagai proses “recharging” SDM. Pengembangan profesi adalah satu dari empat unsur kinerja pengawas sekolah.Unsur lainnya adalah pendidikan, pengawasan akademik dan manajerial, serta penunjang. Dalam rancangan petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya, pengembangan profesi dimaknai sebagai unsur yang terdiri atas penulisan karya ilmiah di bidang pendidikan formalpengawasan, penerjemahanpenyaduran buku dan membuat karya inovatif di bidang yang sama. Penguatan fungsi pengawas sekolah khususnya melalui pengembangan profesi dapat memanfaatkan budaya kekerabatan di Indonesia.Budaya kolektif semacam ini merupakan modal sosial, yaitu jejaring sosial yang memiliki nilai- nilai kebersamaan yang tumbuh dari suatu masyarakat yang berupa norma timbal baik satu dengan lainnya Bordieu, 1990 dalam HermawantiRinandari, 2003. Tingkatan modal sosial terdiri atas tiga, pertama adalah nilai, kedua yaitu institusi, dan ketiga ialah mekanisme. Pada tingkat nilai, sebuah jaringan bisa terbentuk 10 karena latar belakang kepercayaan terhadap nilai yang sama. Pada level kedua, yakni institusi, jaringan sosial tersebut diorganisasikan menjadi sebuah institusi.Mekanisme sebagai tingkat ketiga adalah ketika modal sosial pada tingkat pertama dan kedua mulai membuahkan bentuk kerjasama.Ikatan profesi, kelompok kerja pengawas adalah salah satu bentuk modal sosial yang sangat potensial dalam pengembangan profesi, termasuk diantaranya pengawas sekolah. Diadopsi dari Glickman 2004: 375-376 beberapa format pengembangan profesi selain melalui ikatan profesi, juga terdapat kelompok kolegial bisa diterjemahkan dengan kerjasama antar pengawas untuk membahas persoalan yang sama, untuk menghadirkan inovasi kepengawasan. Terdapat juga format pengembangan profesi melalui jaringan networks, yang turut memanfaatkan media seperti jaringan internet, Koran, mesin fax, dan seminar serta konferensi. Selain itu, semangat kemitraan yang kini banyak diusung adalah partnership antara ikatan profesi atau lembaga dinas pendidikan dengan universitas atau LPTK. Tentu dengan catatan diantara keduanya diposisikan setara, saling memberi keuntungan dan berkontribusi satu sama lain. Namun demikian, selain bersifat kolektif, pengembangan profesi juga tetap menuntut perencanaan pribadi dari masing-masing individu. Dari sisi kerjasama pengawas sekolah dengan “klien” utamanya yakni kepala sekolah dan guru, fungsi pengawas dapat dipersepsikan secara lebih positif dengan menambah intensitas pertemuan musyawarah guru atau kepala sekolah, sehingga monitoring dan perbaikan bisa berjalan dengan lebih rutin. Penelitian tindakan kelas dapat menjadi jembatan pengawas sekolah dalam memperbaiki mutu sekolah. Guru-guru dapat diinisiasi atau distimulasi untuk memperbaiki kelasnya masing-masing melalui penelitian tindakan kelas, dengan catatan bahwa pengawas sekolah itu sendiri harus memiliki pengetahuan luas tentang penelitian tindakan kelas, dan ataulesson study. Perkembangan di dunia pendidikan yang tidak kalah seru kini adalah kemunculan tren internasionalisasi pendidikan, yangmerupakan buah dari 11 carapendidikan kontemporer berhadapan dengan globalisasi. Pertukaran pelajar, perancangan program pengajaran dengan negara lain, benchmarking adalah sebagian upaya mengakomodir kebutuhan peningkatan kualitas pendidikan di dalam negeri agar dapat sejajar atau diakui di level mancanegara. Kehadiran tren ini sudah sepatutnya disikapi pengawas sekolah dalam pengembangan profesional, agar rantai kompetensi pengawas sekolah tidak terputus dengan kebutuhan masyarakat akan pendidikan. KESIMPULAN Kuat atau lemahnya fungsi kepengawasan pendidikan baca: sekolah tidak hanya tergantung dari penguasaan kompetensi pengawas, namun juga berkaitan dengan pihak eksternal seperti kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang masih terkendalabenturan kewenangan pengelolaan pendidikan oleh daerah, dan model- model pembinaan pengawas sekolah yang belum intensif. Pemberdayaan pengawas sekolah sebagai penjamin mutu belum banyak dilakukan terkait dengan kebijakan pemerintah daerah.Koordinasi antara pusat dan daerah mengenai pengawasan pendidikan diperlukan agar monitoring dan evaluasi serta pembinaan satuan pendidikan terkait dengan standar nasional pendidikan dapat berjalan secara efisien. Di sisi lain pengembangan profesional pengawas masih memerlukan perhatian, dan memerlukan kesadaran individual dan kolektif pengawas untuk menggiatkan diri dalam aktivitas pengembangan profesi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengintesifkan kelompok-kelompok, karena sekaligus juga akan memudahkan masing-masing individu untuk mengembangkan ide dan berbagi. 12 DAFTAR PUSTAKA Anonim.2010. “Minim, jumlah pengawas sekolah di Solo”:http:www.solopos.com2010pendidikanminim-jumlah-pengawas- sekolah-di-solo-11739. Arifiatun.2009. Kontribusi Supervisi Pengawas Sekolah, Kinerja Profesional Kepala Sekolah dan Pengembangan Profesionalisme Guru terhadap Kinerja Profesional Guru di SMA Negeri Kabupaten Jember. Tesis. Malang: Universitas Negeri Malang: http:adln.lib.unair.ac.idgo.php?id=jiptunair-gdl- s1-2006-amaliafauz-2069. Hermawanti, Mefi Hesti Rinandari. 2003. ”Penguatan dan Pengembangan Modal Sosial Masyarakat Adat” : http:www.ireyogya.orgadatmodul_modalsosial.htm. Glickman, Carl D., Gordon, Stephen P., Ross-Gordon, Jovita M. 2004.Supervision; and Instructional Leadership, A Developmental Approach. Boston: Allyn and Bacon. Kydd, L., Crawford, M., Riches, C ed. 1997. Professional Development for Educational Management. Terjemahan Ursula Gyani. Jakarta: Grasindo. Mucthith, Saekan. 2011. Pengembangan Model Manajemen Pembinaan Pengawas SekolahMadrasah di Kantor Kemenag Kudus. Disertasi. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Permendiknas No 12 Tahun 2007 tentang Standarisasi Pengawas Sekolah. Rancangan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.2011. Unjianto, Bambang. 2011. “Yogyakarta Kekurangan Tenaga Pengawas Sekolah” :http:suaramerdeka.comv1index.phpreadnews20120112106583Yogya karta-Kekurangan-Tenaga-Pengawas-Sekolah. Suliadi, Rachmat. 2009. Hubungan Antara Supervisi Pengawas Sekolah, Intensitas Kegiatan MGMP dan Motivasi Berprestasi Guru dengan Profesionalisme Guru SMA Negeri di Kota Malang. Tesis. Malang: Universitas Negeri Malang:http:karya- ilmiah.um.ac.idindex.phpdisertasisearchadvancedResults. 13 BIODATA PENULIS Nama : Rahmania Utari, M.Pd Tempat, tanggal lahir : Bekasi, 18 September 1982 Unit kerja : Jurusan Administrasi Pendidikan, Prodi Manajemen Pendidikan FIP UNY Telepon : 081 754 697 18 Email : tari_dewantogmail.com oetari_apyahoo.com MODEL HIPOTETIK JALUR KARIER LULUSAN PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASIMANAJEMEN PENDIDIKAN SEBAGAI TENAGA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DI BERBAGAI JENIS LEMBAGA PENDIDIKAN Priadi Surya, M.Pd. 1 ABSTRAK Relevansi lulusan perguruan tinggi dengan lapangan kerja selalu menjadi bahan pembahasan para ahli. Setiap program studi di perguruan tinggi diharuskan memperhatikan relevansi lulusannya dengan bidang keilmuan yang dikembangkannya. Program Studi S1 AdministrasiManajemen Pendidikan sejatinya menyiapkan mahasiswanya sebagai calon tenaga kependidikan sebagai pengelola pendidikan. Kenyataan di lapangan menunjukkan sarjana AdministrasiManajemen Pendidikan tersebar di berbagai bidang pekerjaan. Pekerjaan yang dapat ditekuninya masih sangat beragam, belum terfokus pada jenis profesi utama tertentu, dan peluang kerja yang tersedia masih belum jelas. Pembagian secara umum bidang pekerjaan yang ditekuni lulusan S1AdministrasiManajemen Pendidikan adalah bidang kependidikan sebagai tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dan bidang nonkependidikan. Makalah ini membahas model hipotetik jalur karier lulusan S1 AdministrasiManajemen Pendidikan di bidang kependidikan. Corak program pendidikan S1 AdministrasManajemen Pendidikan di berbagai perguruan tinggi di Indonesia masih bervariasi. Beberapa masih memberikan program pengalaman lapangan berupa praktik mengajar, beberapa yang lain sudah berupa praktik administrasi. Fakta sosial menunjukkan bahwa lulusan S1 AdministrasiManajemen Pendidikan tidak sedikit yang akhirnya menjadi guru tenaga pendidik, bukan sebagai tenaga kependidikan. Ilmu administrasimanajemen pendidikan dipraktikkan wakil kepala sekolah dan kepala sekolah yang sesungguhnya adalah guru, namun justru lulusan S1 AdministrasiManajemen Pendidikan diragukan kemampuannya ketika bekerja sebagai guru. Mereka bergelar Sarjana Pendidikan, masih dekat dengan dunia pengajaran jika dibandingkan dengan sarjana ilmu murni yang kemudian menjadi guru tanpa bekal ilmu pendidikan. Guru sebagai jabatan awal bagi lulusan S1 AdministrasiManajemen Pendidikan, selanjutnya menempati jabatan pengelola pendidikan yang sangat relevan dengan keilmuan mereka, yaitu menjadi wakil kepala sekolah, kepala sekolah, dan pengawas pendidikan. Kata kunci: jalur karier, administrasi pendidikan, manajemen pendidikan, tenaga pendidik, tenaga kependidikan 1 Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

A. Pendahuluan

Setiap alumni yang lulus dari perguruan tinggi tentu saja bercita-cita untuk dapat mendapatkan pekerjaan yang dapat memberikan nafkah baginya. Pekerjaan itu dipandang sebagai karier yang akan menjadi sandaran hidup. Karier seseorang yang ditempuh itu dapat berstatus sebagai pegawai yang bekerja terhadap lembaga atau pihak lain, wirausaha sendiri tanpa mempekerjakan orang lain, atau wirausaha dengan membuka lapangan kerja bagi orang lain. Setiap tahunnya perguruan tinggi menghasilkan lulusan hingga ribuan orang. Namun belum tentu semua sarjana terserap oleh dunia kerja. Banyak lulusan yang akhirnya bekerja tidak sesuai latar belakang pendidikan. Saat ini ada 9 juta pengangguran di Indonesia dengan 50 merupakan generasi muda lulusan SMA. Sekitar 6- 7 adalah lulusan perguruan tinggi. Ganjar Kurnia 2012 mengatakan “Perguruan tinggi jadi gamang, mau dikemanakan arahnya, apakah mempersiapkan mahasiswa siap pakai alias jadi tenaga kerja terampil atau sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini masih terus kita pikirkan. Perguruan tinggi ada yang sebagai wadah pengembangan ilmu. Sedangkan, yang mempersiapkan tenaga kerja hanya ada di tingkat diploma. Namun kenyataannya mahasiswa yang masuk perguruan tinggi dengan jenjang S-1, mereka masuk ke perguruan tinggi karena ingin mendapatkan pekerjaan.” 2 Pembangunan bangsa di bidang pendidikan mayoritas dijalankan oleh pemerintah. Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang menjalankan fungsi ini lebih banyak jumlahnya berstatus PNS. Program Studi S1 AdministrasiManajemen Pendidikan APMP sebagai salah satu program studi di bawah Fakultas Ilmu Pendidikan, masih dalam proses penyempuranaan relevansi keilmuan dengan lapangan kerja, termasuk jalur karier yang dapat ditempuh oleh lulusannya. Harapannya mereka dapat diserap ke dalam berbagai jenis lembaga pendidikan untuk mengaktualisasikan keilmuannya mengelola pendidikan pada ruang lingkup makro dan mikro. 2 Menyiapkan Sarjana Siap Pakai. http:www.seputar- indonesia.comedisicetakcontentview456543. Diakses 5 Januari 2012. Lulusan Program Studi S1 APMP memiliki kompetensi dalam kepemimpinan, supervisi, dan mengelola kepegawaian, keuangan, sarana prasarana, mengelola hubungan sekolah dengan masyarakat, mengelola persuratan dan pengarsipan, mengelola kesiswaan, mengelola kurikulum dan mengelola organisasi atau lembaga pendidikan. Jabatan pengelola pendidikan seperti kepala sekolah, pengawas, dan atau pejabat dinas pendidikan secara tradisi ditempati oleh guru senior yang memilih karier manajerial. Kondisi tersebut terutama sekali terjadi bagi guru PNS yang bekerja di sekolah negeri, dan sebagian kecil terjadi di sekolah swasta. Jikapun lulusan S1 APMP ingin menjadi kepala sekolah dan pengawas untuk mempraktikkan ilmunya sebagai pengelola pendidikan, mereka harus menjadi guru terlebih dahulu. Adapun permasalahan yang dihadapi adalah ilmu AdministrasiManajemen Pendidikan tidak dijadikan bidang studi yang terdapat di sekolah-sekolah. Mereka harus memilih bidang studi yang tersedia di sekolah, dan mengajar bidang studi itu dengan kemampuan yang terbatas. Daya serap lapangan kerja yang relevan terhadap sarjana APMP masih terbatas. Bahkan perlu diteliti secara serius sehingga dapat ditemukan suatu upaya penyaluran lulusan S1 APMP yang bekerja sesuai dengan bidang keilmuannya. Jabatan ideal bagi mereka adalah sebagai tenaga kependidikan pengelola pendidikan. Sedikit bergeser dari jabtan ideal tersebut, mereka masih diharapkan dapat menjadi tenaga pendidik atau tenaga kependidikan lainnya dalam ruang lingkup kerja bidang kependidikan. Penulis memaparkan suatu gagasan model hipotetik jalur karier mahasiswa dan lulusan Program Studi S1 AdministrasiManajemen Pendidikan sebagai tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di berbagai jenis lembaga pendidikan.

B. Pembahasan

1. Wilayah Kerja AdministrasiManajemen Pendidikan

Bidang urusan administrasimanajemen pendidikan secara mendasar dijelaskan oleh Engkoswara 2001: 2 sebagai keterpaduan antara fungsi dan wilayah kerja manajemen pendidikan. Perorangan Kelembagaan Bagan 1: Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan Engkoswara, 2001: 2 Fungsi utama perilaku berogranisasi dalam bidang pendidikan yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan yang menyangkut ketiga bidang garapan utama, yaitu 1 sumber daya manusia SDM yang terdiri atas peserta didik, tenaga kependidikan dan masyarakat pemakai jasa pendidikan; 2 sumber belajar, ialah alat atau rencana kegiatan yang akan dipergunakan sebagai media, di antaranya kurikulum; 3 sumber fasilitas dan dana adalah faktor pendukung yang memungkinkan pendidikan sesuai dengan harapan. Fungsi dan garapan manajemen pendidikan itu merupakan media atau perilaku berorganisasi yang diharapkan dapat mencapai tujuan pendidikan secara produktif baik untuk kepentingan perorangan maupun untuk kelembagaan. Ini mempunyai arti bahwa kriteria keberhasilan suatu manajemen pendidikan ialah produktivitas pendidikan.

2. Jalur Karier Lulusan S1 AdministrasiManajemen Pendidikan

sebagai Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Sekolah: Guru Î Kepala Sekolah Î Pengawas Pendidikan Pengelola pendidikan berasal dari guru adalah hal yang sudah terjadi selama puluhan tahun. Mengutip Kate Bullock, et al. 1995 bahwa manajer pendidikan berasal dari guru. Rangkuman yang dipaparkannya didasarkan atas penelitian Hoyle dan McMahon 1986; Saran dan Trafford 1990; Eraut 91993 Garapan Sumber Sumber Sumber Daya Belajar Fasilitas Fungsi Manusia Dana Perencanaan √ √ √ Tujuan Pendidikan Produktif Pelaksanaan √ √ √ Pengawasan √ √ √ dan Southworth 1993 yang memerinci keterampilan dan kualitas yang dibutuhkan oleh guru senior untuk bekerja secara efektif sebagai manajer pendidikan. Praktik pengelolaan satuan pendidikan di Indonesia secara tradisi juga tetap mendasarkan kepala sekolah sebagai karier lanjutan dari seorang guru. Pengertian kepala sekolah pun masih tetap memandang dirinya sebagai guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin sekolah. Pembatasan periode jabatan kepala sekolah mulai diterapkan dalam dasawarsa terakhir ini. Guru yang sudah tidak lagi menjadi kepala sekolah, dapat kembali menjadi guru biasa atau pula menjadi pengawas ataupun staf dinas pendidikan. Pada masa lalu, lulusan S1 AdministrasiManajemen Pendidikan APMP dapat berkarier sebagai guru bidang studi Administrasi Sekolah di Sekolah Pendidikan Guru SPG. Namun sejak tahun 1990 SPG dihapus. Selain mengajar di SPG, mereka juga dapat menjadi guru SD, SMP, SMA, ataupun SMEA. Kondisi demikian dapat dimaklumi bahwa di masa lalu pengangkatan guru menjadi Guru PNS diawali dari pengabdian sebagai guru honorer. Penerimaan mereka sebagai guru belum berbasiskan kompetensi seperti sekarang ini. Pada era reformasi, penerimaan PNS mulai ditata berbasiskan kompetensi. Sarjana APMP tidak lagi leluasa dapat mendaftar sebagai guru. Jika melihat kompetensinya, maka mereka disiapkan untuk menjadi tenaga pengelola pendidikan. Jika sarjana APMP mengincar jabatan pengelola pendidikan seperti wakil kepala sekolah, kepala sekolah, dan pengawas pendidikan, sudah dipastikan bahwa jalur kariernya harus dimulai dari guru. Fakta nyata ditemui ada sarjana APMP yang ketika lulus, menjadi guru honorer sekolah. Untuk menjadi guru PNS tidak dimungkinkan karena tidak ada kebijakan yang mendukung pengangkatan otomatis dari honorer. Pada program pendidikan S1 APMP, khususnya pada mata kuliah Program Pengalaman Lapangan PPL atau Program Latihan Profesi PLP masih beragam bentuknya. Ada Program Studi S1 APMP di suatu perguruan tinggi yang menerapkan bentuk PPL atau PLP-nya adalah praktik mengajar di sekolah. Sedangkan di perguruan tinggi lain bukan praktik mengajar di sekolah, tetapi praktik manajerial sebagai tenaga administrasi di dinas pendidikan. Artinya masih terdapat variasi yang mencolok bagi orientasi pekerjaan dan karier calon sarjana dan sarjana APMP. Sarjana APMP secara akademik memiliki kompetensi untuk menempati jabatan wakil kepala sekolah, kepala sekolah dan pengawas pendidikan. Dalam keilmuannya pengelolaan pendidikan ini menjadi bahan kajian utama para sarjana APMP. Jalur karier ini dapat ditempuh dengan membekali sarjana APMP dengan kompetensi tambahan mengajar bidang studi yang menunjang kewenangan tambahannya. Misalnya, sarjana APMP yang akan mengajar di SMP dapat mengambil kredit tambahanmata kuliah minor IPS, sehingga mereka dapat mengajar bidang studi IPS. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menggagas kembali penambahan kompetensi sarjana pendidikan dengan kewenangan tambahan melalui program S1 KKT S1 Kependidikan dengan Kewenangan Tambahan. Para guru harus memiliki kompetensi alternatif yang merupakan kompetensi tambahan selain kompetensi utama. Pemilikan kompetensi tambahan dapat dilakukan melalui penambahan pendidikan akademik baik bagi mereka yang masih menempuh atau sudah lulus S1 kependidikan maupun guru dalam jabatan yang telah bersertifikat pendidik. Hal ini dapat dilakukan melalui Program S1 Kependidikan dengan Kewenangan Tambahan Panduan Program S1 KKT, 2011: 3. Penulis berpikir bahwa calon sarjana atau sarjana APMP dapat mengikuti program ini untuk membekali mereka sebelum menjadi guru di sekolah. Tim PPG Dikti 2011 juga mengagas suatu model Pendidikan Profesi Guru bagi sarjana APMP dengan beban 36-40 sks, yakni program pendidikan calon guru profesional yang masukannya berasal dari S1 kependidikan yang bersifat tidak lineartidak sesuai dan bukan bidang studi. Sebagai contoh peserta Program Pendidikan Profesi Guru SDMI berasal dari S1 Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, S1 Administrasi Pendidikan, dan sebagainya. d m l s a d a d s K A S Bagan 2: M Tidak Line Pada ditempuh. K masing-mas lulus langsu sekolah, dan

3. Jalu

seba Adm Tena administrasi Pemendikn dengan seb administrasi dengan tuntu Jalur sekolahmad Kepegawaia Administras Sekolah den Model Pendi earTidak Se a sektor pen Kebijakan se ing lembaga ung menemp n pengawas o r Karier agai Tenag ministrasi Î aga admini i sekolahma as No. 24 butan bagi imanajemen uan pekerjaa r karier drasah dapa an, Pelaksan si Sarana da ngan Masya idikan Profe esuai dan Bu ndidikan sw ekolah swas a. Bahkan bu ati jabatan p operasional d Lulusan ga Admini Î Kepala Te istrasi seko adrasah, pel Tahun 2008 ian Tata n pendidika an administra lulusan S at dimulai d na Urusan an Prasarana arakat, Pela esi Guru bag ukan Bidang wasta, jalur sta lebih lel ukan tidak m pengelola se di suatu yay S1 Admin istrasi di enaga Admi olahmadrasa laksana urus 8. Dalam k Usaha sek an merupak asi sekolah. 1 APMP dari jabatan Administra a, Pelaksana aksana Urus i S1 Kepend Studi. Tim karier ini luasa untuk mungkin sarj eperti wakil k asan pendid nistrasiMan Sekolah: inistrasi Sek ah terdiri san, dan pet keseharian m kolah. Seca an program sebagai n Pelaksana si Keuanga a Urusan A san Admini didikan yang m PPG Dikti, lebih fleks mengatur p jana APMP kepala seko ikan. najemen P Pelaksana kolah atas kepa tugas layan mereka serin ara akadem m studi yan tenaga ad Urusan A an, Pelaksan Administrasi istrasi Persu g Bersifat 2011: 3 ibel untuk personil di P yang baru lah, kepala Pendidikan a Urusan ala tenaga an khusus. ng dikenal mik, ilmu ng relevan dministrasi dministrasi na Urusan Hubungan uratan dan Pengarsipan, Pelaksana Urusan Administrasi Kesiswaan, Pelaksana Urusan Administrasi Kurikulum, dan Pelaksana Urusan Administrasi Umum untuk SDMISDLB. Kesemua urusan yang dikerjakan oleh pelaksana urusan administrasi itu sejatinya merupakan bidang garapan dalam ilmu administrasimanajemen pendidikan. Mengacu kepada Pemendiknas No. 24 Tahun 2008, pelaksana urusan administrasi disyaratkan berpendidikan minimal lulusan SMAMASMKMAK. Lulusan S1 APMP tentu saja jauh memenuhi kriteria tersebut. Permasalahan selanjutnya adalah, ketika kebijakan pemerintah meminta minimal lulusan SMAMASMKMAK namun di sisi lain keilmuan urusan administrasimanajemen pendidikan secara khusus berada pada jenjang S1. Sarjana APMP akan bersaing dengan lulusan SMAMASMKMAK untuk menempati jabatan pelaksana urusan administrasi sekolahmadrasah. Pendidikan sarjana APMP tentu saja memuat landasan keilmuan sekaligus kompetensi teknis administrasimanajemen pendidikan. Oleh karenanya secara akademik lulusan S1 APMP sangat kompeten untuk menempati jabatan pelaksana urusan administrasi sekolahmadrasah. Jabatan selanjutnya dari seorang pelaksana urusan administrasi sekolahmadrasah adalah kepala tenaga administrasi sekolah. Pemendiknas No. 24 Tahun 2008 menjelaskan: 1. Kepala Tenaga Administrasi SDMISDLB Kepala tenaga administrasi SDMISDLB dapat diangkat apabila sekolahmadrasah memiliki lebih dari 6 enam rombongan belajar. Kualifikasi kepala tenaga administrasi SDMISDLB adalah sebagai berikut: a. Berpendidikan minimal lulusan SMK atau yang sederajat, program studi yang relevan dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolahmadrasah minimal 4 empat tahun. b. Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolahmadrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah. 2. Kepala Tenaga Administrasi SMPMTsSMPLB Kepala tenaga administrasi SMPMTsSMPLB berkualifikasi sebagai berikut: a. Berpendidikan minimal lulusan D3 atau yang sederajat, program studi yang relevan, dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolah madrasah minimal 4 empat tahun.