Daerah kaya sumber alam
MASA DEPAN PROFESI GURU DALAM BINGKAI SENTRALISASI PENDIDIKAN
Kajian Terhadap Praktik Pengembangan Profesi Guru di Daerah Pasca Berlakunya Undang-Undang No 14 tentang Guru dan Dosen Tahun 2005
Prof. Dr. Uman Suherman AS., M.Pd.
Universitas Pendidikan Indonesia
Guru merupakan profesi yang banyak disorot dan diperbincangkan masyarakat umum. Sorotan yang sangat tajam itu terjadi karena peran guru dalam pembangunan sumber daya
manusia Indonesia sangat besar. Seseorang berhasil atau sukses dalam kehidupannya karena peran guru dan sebaliknya kegagalan dan ketidakmampuan seseorang dalam mengarungi
kehidupannya sering dikaitkan pula dengan ketidakberhasilan guru dalam mendidik mereka.
Diberlakukannya Undang-Undang Guru dan Dosen berikut Peraturan Pemerintah dan beberapa Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan lainnya merupakan upaya pemerintah
dan keinginan terbesar bangsa ini agar para guru lebih berkualitas, sejahtera dan memiliki martabat sehingga profesi guru tetap menjadi kebanggan bagi penyandangnya dan pendorong
kamajuan pembangunan nasional.
Di sisi lain, sejak keluarnya kebijakan pemerintah mengenai otonomi daerah, keberadaan guru sering diarahkan pada kepentingan politik segelintir orang yang haus kekuasaan.
Penempatan seseorang untuk menduduki suatu jabatan akademik tidak lagi didasarkan atas kapasitas dan standar profesi yang telah digariskan tetapi lebih kepada kepentingan pemimpin
daerahnya. Celakanya, para guru yang tidak paham akan peran dalam pendidikan yang disandangnya tidak jarang terbawa arus politik sehingga mengabaikan tugas utamanya sebagai
pendidik. Akibatnya, sudah dapat dipastikan dan dirasakan bahwa kualitas pendidikan nasional yang diharapkan meningkat, minimal sejajar dengan negara lain lambat laun semakin menurun,
bahkan kesenjangan kualitas pendidikan antar daerah semkian tajam.
Upaya pemerintah pusat menyelenggarakan Sertifikasi Guru dalam Jabatan, dalam praktiknya di daerah tidak dipandang sebagai upaya peningkatan kualitas, tetapi lebih kepada
kesempatan untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar, sehingga para guru berlomba untuk memperoleh kesempatan ikut sertfikasi bahkan tidak sedikit yang “difasilitasi” oleh pengelola
pendidikan di daerahnya. Akhirnya keikutsertaan peserta sertifikasi tidak lagi didasarkan atas pemenuhan standar akademik-profesi tetapi memanfaatkan kuota yang tersedia.
Beberapa permasalahan di atas, sangat mendesak untuk dikaji lebih dalam dan cermat agar pengembangan profesi guru dalam kiprahnya tetap menjadi garda utama untuk memajukan
sumber daya bangsa. Ini berarti, peran perangkat pengelola pendidikan di daerah dan pusat harus semakin jelas dan singkron. Dalam hal apa pengembangan profesi guru harus dikelola secara
sentralistik dan bagaimana daerah menterjemahkan perangkat aturan dan kebijakan secara nasional itu agar mampu mendukung peningkatan kualitas pendidikan di daerahnya serta secara
nasional tidak hanya mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia iIndonesia pada umumnya tetapi juga keilmuan, identitas dan prospek profesi guru masa depannya.
STUDI ORIENTASI TUGAS PENGAWAS DAN KEPALA SEKOLAH Suatu Gagasan Melakukan Revitalisasi Peran dan Fungsi Kelembagaan
Kepengawasan Pendidikan di Era Desentralisasi Pendidikan
1
Oleh: Prof. Dr. Hamzah B. Uno, M. Pd.
2
Abstrak
Pendidikan di Indonesia kini telah berada pada tataran perubahan paradigma yang dulunya sentralisasi, sekarang bersifat desentralisasi. Perubahan paradigma pendidikan ini,
perlu diikuti kebijakan perubahan fungsi, peran dan jika perlu perubahan kelembagaan kepengawasan pendidikan.
Tugas pokok pengawas sekolahsatuan pendidikan adalah melakukan penilaian dan pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun
supervisi manajerial. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi di atas minimal ada tiga kegiatan yang harus dilaksanakan pengawas yakni: 1 Melakukan pembinaan pengembangan
kualitas sekolah, kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah, 2 Melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah beserta
pengembangannya, 3 Melakukan penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah.
Masalahnya apakah pengawas ini dapat melakukan kepengawasannya secara independent? Ternyata pengawas tidak bisa berbuat banyak jika berhadapan dengan
kebijakan tertentu yang dilakukan diknas, apalagi kebijakan diknas itu juga merupakan kebijakan kepala daerah. Disinyalir bahwa jabatan pengawas sekedar untuk mengalihkan
tugas yang dulunya sebagai kepala sekolah, bahkan yang lebih ekstrim adalah bahwa guru atau kepala sekolah yang bermasalah dialihkan menjadi pengawas. Belum ada model
perekrutan pengawas seperti perekrutan guru, pada hal tugas pengawas lebih berat dibandingkan dengan tugas guru. Seperti apa model perekrutan pengawas yang baik? Dan
bagaimana disain kelembagaan pengawas agar efektif menjadi lembaga yang menjaga kualitas penyelenggaraan dan hasil pendidikan? Uraian dalam tulisan ini akan memberikan
arah dan bisa saja akan menjadi bahan masukan dalam perekrutan pengawas pendidikan.
Dalam spektrum ini ternyata perlu direvitalisasi kelembagaan kepengawasan pendidikan menuju pengawas yang mandiri dan bisa jadi akan lahir suatu badan atau dinas
di daerah yang diberi nama “BADAN PENGAWAS PENDIDIKAN PROVINSI” atau “BADAN PENGAWAS PENDIDIKAN KABUPATENKOTA” semoga model perekrutan
pengawas dan kelembagaan kepengawasan pendidikan sebagaimana yang ditawarkan pada artikel ini dapat menjadi solusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
1
Abstrak Makalah yang ditawarkan untuk menjadi bahan sajian pada Seminar Nasional IPSI di Jogyakarta
2
Guru Besar dan Asdir-I Bidang Akademik pada PPs Universitas Negeri Gorontalo