Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Bahasa merupakan alat untuk menuangkan ide atau gagasan tentang fakta dan realitas lewat simbol bunyi secara empiris dan dapat dikaji maknanya yang sifatnya nonempiris Alwasilah;2008. Simbol bunyi yang bersifat empiris tertuang dalam bentuk bunyi yang dirangkaikan membentuk sebuah kata, kemudian membentuk kalimat, sedangkan makna yang sifatnya nonempiris memberikan suatu pemahaman bahwa kajian makna sangatlah luas, tidak hanya mengacu pada yang tersurat, tetapi juga yang tersirat. Makna tersebut dapat diibaratkan seperti permainan catur, setiap bagian memiliki fungsi dan kegunaannya tersendiri, begitu pula dengan sebuah makna yang disesuaikan dengan penggunaan dan situasi. Dalam penerjemahan film subtitling, makna juga mencakup kajian yang luas dan tidak hanya mengacu pada hal-hal yang tersurat, tetapi juga yang tersirat. Makna yang tersurat dapat dikaji langsung dengan bahasa verbal, yaitu dialog yang merupakan ujaran dari para aktor dan aktris film, serta dalam bentuk teks alih bahasa subtitle yang muncul di bawah layar televisi. Makna yang tersirat dapat dikaji melalui bentuk bahasa nonverbal yang terdapat pada gambar dan juga musik. Delabasita 1989:199 menyatakan bahwa dunia audiovisual merupakan kombinasi dari musik audio dan gambar visual, menyangkut komunikasi verbal dan nonverbal yang membentuk empat aspek semiotik, seperti 1 akustik-verbal yaitu: dialog, monolog, lagu-lagu, dan pengisi suara; 2 akustik-nonverbal yaitu: musik, efek suara, dan bentuk suara lainnya; 3 visual-nonverbal yaitu: lambang, foto atau gambar, dan gerak tubuh; 4 visual-verbal yaitu: penyisipan kata, tulisan pada sebuah media promosi, surat-surat, dan pesan pada layar komputer, topik utama sebuah surat kabar. Hal tersebut juga didukung oleh Baker 1998:245 yang menyatakan bahwa film adalah komposisi semiotik dari empat aspek, seperti dialog, musik, teks alih bahasa, dan gambar. Hal inilah yang menyebabkan analisis makna dalam penerjemahan film mencakup kajian yang luas, baik secara verbal tersurat maupun nonverbal tersirat yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Keempat aspek semiotik di atas tidak bisa dipisahkan yang satu dengan lainnya. Sebuah hasil analisis yang berbeda ditemukan ketika dilakukan perbandingan analisis makna pada teks alih bahasa saja tanpa memperhatikan aspek semiotik lainnya dengan analisis makna pada teks alih bahasa dengan memperhatikan aspek semiotik lainnya. Kalimat I can’t find…the stationary dan kalimat Will you come and help me look? diterjemahkan menjadi Aku tak bisa menemukan…alat-alat tulis dan Maukah kau membantuku mencarinya? Kedua kalimat tersebut hanya membawa makna bahwa seseorang tidak bisa menemukan alat-alat tulis sehingga meminta orang lain untuk membantu mencarikannya. Namun, ketika kedua kalimat tersebut adalah bagian dari teks alih bahasa film James Bond-Quantum of Solace, dan ditonton secara utuh sebagai sebuah film lengkap dengan gambar, musik, dan dialog, kedua kalimat tersebut bukanlah sekadar kalimat biasa, tetapi kalimat yang memiliki makna yang lain. Perhatikan beberapa gambar adegan berikut Film Quantum of Solace Gambar 1. James Bond seolah-olah Gambar 2. James Bond mencari alat tulis bingung Gambar 3. James Bond mengajak Gambar 4. James Bond dan Ms. Fields Ms. Fields masuk bercinta Setelah diperhatikan keempat gambar di atas maka makna sesungguhnya dari kalimat James Bond I can’t find…the stationary dan Will you come and help me look? adalah sebuah kode kepada Ms. Fields untuk mengajaknya masuk ke dalam sebuah kamar hotel untuk bercinta. Saat itu, Ms. Fields sedang berada di ruang tamu sebuah kamar hotel yang baru saja mereka sewa, sebelum besoknya Ms. Fields memaksa James Bond terbang pulang ke London, Inggris. Hal tersebut diperkuat dengan respons yang diberikan agen Fields terhadap kedua kalimat James Bond tersebut, yaitu tersenyum malu-malu dan di tayangan berikutnya jelas terlihat adegan James Bond dan Ms. Fields mesra di atas ranjang dengan pakaian yang terbuka. Analisis makna teks alih bahasa film di atas telah memberikan gambaran sangat pentingnya peranan sebuah gambar dalam penyampaian makna pada sebuah teks alih bahasa film. Teks alih bahasa yang didukung aspek semiotik lainnya, seperti dialog, musik, dan gambar pada sebuah film dapat memberikan kesatuan dan keutuhan makna dalam sebuah film. Selain aspek semiotik gambar, musik juga memiliki peranan penting dalam sebuah film. Musik tidak hanya sekadar memberikan nilai seni pada sebuah film, tetapi juga dapat memperkuat makna dan juga sebagai identitas. Musik dapat memperkuat makna ketika musik disesuaikan dengan jenis filmnya dan dapat memperkuat makna secara emosional kepada penonton, misalnya film komedi memiliki jenis musik dengan irama yang cenderung unik dan lucu, film horor memiliki jenis musik dengan irama yang pelan dan menyeramkan, dan film laga memiliki jenis musik dengan irama yang cepat dan bersemangat. Peranan musik untuk memperkuat makna dapat didukung pula dengan efek suara, keduanya memiliki peranan yang sama, yaitu membawa emosi penonton masuk ke dalam alur cerita pada sebuah film. Saat adegan mesra antara aktor dan aktris, musik yang digunakan lebih romantis yang diiringi dengan akustik atau saxophone. Adegan tegang dan mencekam dalam suasana horor, jenis musik yang digunakan akan seram, dengan efek suara, seperti pintu yang terbuka pelan-pelan, suara detak jantung, suara jarum jam, suara hembusan nafas, bahkan suara binatang seperti serigala, burung hantu, dan lain-lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marleau 1982:271-285 yang menyatakan bahwa penerjemahan film subtitling menyangkut empat kategori yang meliputi: teknologi, psikologi, artistik-estetika, dan linguistik. Dari segi psikologi inilah yang dimaksud seorang aktor ataupun aktris film harus dapat membawakan perannya dengan baik, sehingga dapat membawa emosi atau perasaan penontonnya sesuai dengan alur cerita film tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa musik atau efek suara dapat memiliki kekuatan untuk memengaruhi emosi penonton. Penonton yang ikut menangis ketika terjadi adegan yang menyedihkan, penonton menjadi tegang ketika ada adegan yang tidak terduga atau terkejut, dan penonton merasa takut dan mencekam ketika terjadi adegan yang mengerikan, merupakan salah satu contoh efek yang didapat tidak hanya dari sekadar gambar dan teks alih bahasa pada sebuah film, tetapi merupakan efek dari musik yang secara tidak langsung membuat penonton merasa betul-betul terbawa suasana yang sengaja dibuat, seperti keinginan seorang sutradara. Musik sebagai identitas adalah musik atau lagu soundtrack yang menjadi identitas resmi sebuah film. Setiap film kadang-kadang mengambil sebuah lagu untuk dijadikan soundtrack atau sekedar lantunan musik yang mengiringi, misalnya dari sekian film James Bond yaitu: Casino Royale, Quantum of Solace dan Skyfall memiliki lantunan musik yang berbeda-beda. Dengan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa keempat aspek semiotik tersebut memegang peranan yang penting dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya dalam penerjemahan sebuah film. Namun, selain keempat aspek semiotik tersebut, ada beberapa hal lain yang juga harus diperhatikan untuk menjaga kualitas teks alih bahasa pada sebuah film, sehingga film dikatakan memiliki kualitas yang baik. Ivarsson dan Caroll 2008:33 menyatakan bahwa kualitas sebuah terjemahan film bergantung pada dua aspek yaitu: aspek legibilitas dan aspek keterbacaan atau kehematan. Aspek legibilitas menyangkut kaidah-kaidah teknis teks alih bahasa yang meliputi: posisi, jumlah baris, jumlah karakter, tipe huruf, warna dan latar, durasi untuk kemunculan tiap baris serta dua barisnya, jeda antara satu dan yang lainnya, serta kesesuaian teks dengan gambar. Aspek keterbacaan atau kehematan menyangkut penggunaan tanda baca serta strategi yang digunakan dalam menerjemahkan. Selain dua aspek di atas yang harus dipahami dan diterapkan oleh penerjemah, Karamitroglou 1997 juga menambahkan kaidah-kaidah yang harus diterapkan pada saat pengeditan teks target alih bahasa untuk menyempurnakan aspek legibilitas dan aspek keterbacaan atau kehematan tersebut. Adapun standar kaidah- kaidah teks alih bahasa di Eropa, meliputi pemenggalan teks alih bahasa, segmentasi panjang baris, penyederhanaan aspek sintaksis, penghapusan informasi, kesesuaian ujaran dengan teks alih bahasa, penggunaan akronim, penggunaan apostrof atau tanda penyingkat, penggunaan angka, penggunaan simbol, dan penggunaan bahasa tabu. Selain penggunaan bahasa tabu, dalam film James Bond juga ditemukan bahasa slang dan juga istilah atau terminologi permainan poker sehingga penggunaan tersebut perlu dibahas dalam penelitian ini. Berdasarkan penjelasan di atas maka penerjemahan film tidak hanya mencakup masalah mengalihkan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, tetapi juga terfokus pada keempat aspek semiotik yang terdapat pada sebuah film. Keempat aspek semiotik tersebut terikat kaidah-kaidah yang menekankan aspek kehematan, baik dari segi tampilan maupun waktu. Hal ini yang menyebabkan penerjemahan film memiliki jangkauan yang cukup luas dan kompleks, tetapi menarik untuk dianalisis. Film James Bond dipilih menjadi data penelitian penerjemahan film ini karena dalam film James Bond terdapat banyak aspek semiotik yang menarik untuk dianalisis, misalnya: adanya teks alih bahasa yang mengandung banyak bentuk, fungsi, dan warna; ekspresi wajah dan bahasa tubuh dari aktor dan aktris yang memiliki makna yang dalam serta aspek-aspek lainnya. Selain itu, dalam film James Bond terdapat banyak penggunaan bahasa tabu, bahasa slang, dan terminologi atau istilah permainan poker yang juga menarik untuk dianalisis. Film James Bond merupakan film yang memiliki seri terpanjang dalam sejarah, yaitu dari tahun 1962 dan memiliki banyak penggemar di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Berikut adalah beberapa film James Bond yang pernah ditayangkan dan sekaligus pemeran utamanya yaitu: Sean Connery dalam film Dr. No 1962, George Lazenby dalam film On Her Majesty’s Secret Service 1969, Sean Connery dalam film Diamonds Are Forever 1971, Roger Moore dalam film Live and Let Die 1973, Roger Moore dalam film A View to a Kill 1985, Timothy Dalton dalam film The Living Daylights 1987, Timothy Dalton dalam film Licence to Kill 1989, Pierce Brosnan dalam film Golden Eye 1995, Pierce Brosnan dalam film Die Another Day 2002, Daniel Craig dalam film Casino Royale 2006, Quantum of Solace 2008, dan Skyfall 2012. Dari sekian film James Bond tersebut, hanya diambil tiga film sebagai data penelitian, yaitu tiga film terbaru James Bond yang dibintangi oleh Daniel Craig; Casino Royale 2006, Quantum of Solace 2008, dan Skyfall 2012. Dari ketiga film James Bond tersebut, film Casino Royale yang hanya memiliki teks alih bahasa Indonesia saja dan tidak terdapat teks alih bahasa Inggris sehingga dilakukan proses transkripsi terlebih dahulu, sedangkan film Quantum of Solace dan Skyfall sudah terdapat teks alih bahasa Indonesia dan Inggris secara sekaligus. Data penelitian film James Bond menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sumbernya dan menggunakan beberapa pilihan bahasa lainnya sebagai terjemahannya, seperti bahasa Indonesia, bahasa Potugis, bahasa Spanyol, bahasa Korea, bahasa Mandarin, bahasa Thailand, bahasa Malaysia, bahasa Kanton, dan bahasa Vietnam. Dari sekian pilihan terjemahan teks alih bahasa tersebut, yang dijadikan data penelitian ini adalah teks alih bahasa Inggris sebagai bahasa sumber dan teks alih bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran. Dengan penelitian ini diharapkan segala fenomena atau permasalahan tentang penerjemahan film yang ditemukan pada data penelitian dapat diselesaikan. Permasalahan atau fenomena tersebut dianalisis dengan menggunakan teori penerjemahan film subtitling yang menekankan aspek legibilitas dan keterbacaan atau kehematan, didukung dengan kaidah pengeditan teks target, serta analisis tentang penggunaan bahasa nonverbal. Hal ini menjadi penting karena penelitian ini bertujuan membuat teks alih bahasa sebuah film menjadi berkualitas. Kualitas teks alih bahasa juga secara otomatis memengaruhi kualitas sebuah film secara keseluruhan. Beberapa teori linguistik lainnya juga digunakan untuk mempertajam dan memperdalam analisis penelitian, sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi terobosan baru dalam dunia penerjemahan film, baik secara teoretis maupun secara praktis, dan tentunya menjadi pedoman bagi penelitian-penelitian teks alih bahasa film selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah