15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepuasan Kerja
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Hasibuan 2005 mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap emosional yang  menyenangkan  dan  mencintai  pekerjaannya.  Dimana,  sikap  tersebut
ditunjukkan dengan moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Hal tersebut senada  dengan  yang  dikemukakan  oleh  Kreitner  dan  Kinnicki  2001  dalam
Wibowo  2007  yang  mengungkapkan  bahwa  kepuasan  kerja  adalah  respons affective atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang. Definisi
ini  menunjukkan  bahwa  job  satisfaction  bukan  merupakan  konsep  tunggal. Melainkan seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan
tidak puas dengan satu atau lebih aspek pekerjaan lainnya. Menurut  Church  1992  dalam  Setyawan  2005,  kepuasan  kerja  adalah
hasil dari berbagai macam sikap attitude yang dimiliki oleh pegawai. Dalam hal  ini,  yang  dimaksud  dengan  sikap  tersebut  adalah  segala  hal  yang
berhubungan  dengan  pekerjaan  seperti  pengawasansupervisi,  gaji  dan tunjangan,  kesempatan  promosi  dan  kenaikan  pangkat,  kondisi  kerja,
pengalaman  terhadap  kecakapan,  penilaian  kerja  yang  adil  dan  tidak merugikan, hubungan sosial di dalam pekerjaan yang baik, penyelesaian yang
cepat  terhadap  keluhan  dan  perlakuan  yang  baik  dari  pimpinan  terhadap pegawai.
Berdasarkan  beberapa  definisi  yang  dikemukakan  oleh  para  ahli  terkait kepuasan  kerja,  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  kepuasan  kerja  adalah
perasaan  emosional  yang  menyenangkan  maupun  tidak  menyenangkan  yang dirasakan pegawai dalam pekerjaannya.
2. Teori Kepuasan Kerja
Teori  kepuasan  kerja  mencoba  mengungkapkan  apa  yang  membuat sebagian  orang  lebih  puas  terhadap  pekerjaannya  daripada  beberapa  lainnya.
Teori  ini  juga  mencari  landasan  tentang  proses  perasaan  orang  terhadap kepuasan  kerja  Wibowo,  2007.  Menurut  Wexley  dan  Yulk  1977  dalam
As’ad 2004 teori-teori tentang kepuasan kerja terbagi menjadi tiga macam,
yaitu :
a. Discrepancy Theory Teori Perbedaan
Teori  ini dipelopori  oleh Porter 1961. Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya
dengan  kenyataan  yang  dirasakan.  Locke  1969  dalam  As’ad  2004 menerangkan  bahwa  kepuasan  kerja  seseorang  bergantung  kepada
discrepancy  antara  should  be  expectation,  needs  or  values  dengan  apa yang  menurut  perasaannya  atau  persepsinya  telah  diperoleh  atau  dicapai
melalui  pekerjaan.  Dengan  demikian,  orang  akan  merasa  puas  bila  tidak
ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi.
Apabila  kepuasan  diperoleh  melebihi  dari  yang  diinginkan,  maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy, tetapi
merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya, semakin jauh kenyataan yang  dirasakan  di  bawah  standar  minimum  sehingga  menjadi  negative
discrepancy,  maka  semakin  besar  pula  ketidakpuasan  seseorang  terhadap pekerjaan. Kepuasan kerja pegawai tergantung pada selisih antara sesuatu
yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai. b.
Equity Theory Teori Keadilan Teori  keadilan  ini  dikembangkan  oleh  Adams  1963.  Teori  ini
mengemukakan  bahwa  seseorang  akan  merasa  puas  atau  tidak  puas, tergantung  pada  ada  atau  tidaknya  keadilan  equity  dalam  suatu  situasi,
khususnya  situasi  kerja.  Perasaan  akan  equity  dan  inequity  atas  suatu situasi,  diperoleh  orang  dengan  cara  membandingkan  dirinya  dengan
orang  lain  yang  sederajat  dengannya  dalam  suatu  situasi  yang  sama maupun berbeda.
Menurut  Rivai  2006  komponen  utama  dalam  teori  keadilan  adalah input,  out  comes  hasil,  equity  keadilan  dan  in  equity  ketidak  adilan.
Yang  dimaksud  dengan  input  adalah “is  anything  of  value  that  an
employee perceives that he contributes to his job”. Ini berarti input dalam teori  ini  adalah  segala  sesuatu  atau  faktor-faktor  yang  bernilai  atau
berharga  yang  dirasakan  seseorang  yang  dianggap  mendukung
pekerjaannya,  seperti  faktor  pendidikan,  pengalaman,  kecakapan,  jumlah tugas  dan  peralatan  atau  perlengkapan  yang  digunakan  untuk
melaksanakan pekerjaannya. Adapun yang dimaksud dengan out comes hasil dari teori ini adalah
“is  anything  of  value  that  the  employee  perceives  he  obtains  from  the job”. Artinya, hasil dalam teori ini adalah segala sesuatu  yang dianggap
bernilai  atau  berharga  oleh  seseorang  yang  diperoleh  dari  pekerjaannya seperti  gaji,  keuntungan  sampingan,  simbol,  status,  penghargaan  dan
kesempatan  untuk  berhasil  atau  aktualisasi  diri.  Menurut  teori  ini,  setiap orang akan membandingkan rasio input dan hasil dari dirinya dengan rasio
input dan hasil dari orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka  pegawai  akan  merasa  puas.  Bila  perbandingan  tersebut  tidak
seimbang  tetapi  menguntungkan,  hal  ini  dapat  menimbulkan  kepuasan, tetapi  bisa  pula  tidak.  Tetapi  bila  perbandingan  itu  tidak  seimbang  akan
timbul ketidakpuasan. c.
Two Factor Theory Frederick Herzberg Teori Dua Faktor
Teori  dua  faktor  merupakan  teori  yang  dikemukakan  oleh  Frederick Herzberg
dalam As’ad 2004. Berdasarkan atas hasil penelitiannya dalam mengembangkan teori ini, Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi
sikap  seseorang  terhadap  pekerjaannya  menjadi  dua  kelompok,  yaitu kelompok  satisfiers  atau  motivator  dan  kelompok  dissatisfiers  atau
hygiene factors.
Kelompok  satisfiers  atau  motivator  ialah  faktor-faktor  atau  situasi yang  dibuktikannya  sebagai  sumber  kepuasan  kerja  yang  terdiri  dari
prestasi  kerja,  tanggung  jawab,  kepuasan  pada  pekerjaannya  sendiri, pengakuan  dan  peluang  untuk  maju  dan  berkembang  dalam  pekerjaan.
Sedangkan, kelompok dissatisfiers atau hygiene factors ialah faktor-faktor yang  terbukti  menjadi  sumber  ketidakpuasan,  yang  terdiri  dari  kebijakan
organisasi,  pengawasansupervisi,  gaji,  hubungan  interpersonal,  kondisi kerja,  status  dan  jaminan  pekerjaan.  Perbaikan  terhadap  kondisi  tersebut
akan  mengurangi  atau  menghilangkan  ketidakpuasan,  tetapi  tidak  akan menimbulkan  kepuasan  karena  faktor-faktor  tersebut  bukan  merupakan
sumber kepuasan kerja.
Hasil penelitian Herzberg juga menunjukkan bahwa jika para pegawai berpandangan  positif  terhadap  tugas  pekerjaan  mereka,  maka  tingkat
kepuasan  yang  mereka  rasakan  tinggi.  Sebaliknya,  jika  pegawai memandang  tugas  pekerjaannya  secara  negatif,  maka  dalam  diri  mereka
tidak akan merasa puas Siagian, 2002. Dapat  disimpulkan  bahwa  dalam  teori  dua  faktor  terdapat  faktor
pendorong  yang berkaitan dengan perasaan positif terhadap pekerjaannya yang  dapat  memberikan  kepuasan  kerja  dan  faktor  yang  dapat
mengakibatkan ketidakpuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan motivator internal  yang  berkaitan  dengan  pekerjaan  dari  pekerja  itu  sendiri,
sedangkan  ketidakpuasan  berkaitan  dengan  lingkungan  pekerja  dimana pekerja harus merasa puas agar tetap berada dalam organisasi.
Selain  teori-teori  yang  telah  dikemukakan  diatas,  terdapat  teori  lain  yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja menurut ahli lainnya, yaitu :
a. Teori Kepuasan Kerja Menurut Gibson 1997
Teori  yang  dikemukakan  oleh  Gibson  1997  menyatakan  bahwa perilaku  individu  memiliki  pengaruh  terhadap  kepuasan  kerja  individu
tersebut  dalam  bekerja  pada  suatu  organisasi.  Dalam  menjelaskan  teori terkait  faktor-faktor  yang  dapat  mempengaruhi  kepuasan  kerja,  Gibson
membaginya kedalam tiga kelompok sebagai berikut : 1.
Faktor Individu Faktor individu merupakan faktor-faktor yang terdiri dari karakteristik
demografi  seperti  umur,  jenis  kelamin,  rassuku  serta  faktor-faktor karakteristik individu lainnya seperti pendidikan dan pengalaman.
2. Faktor Psikologi
Yang  termasuk  dalam  faktor  psikologi  menurut  Gibson  adalah persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.
3. Faktor Organisasi
Faktor  organisasi  yang  dapat  mempengaruhi  kepuasan  kerja  menurut Gibson  adalah  desain  pekerjaan,  kebijakan  dan  aturan,  imbalan,
hubungan  langsung  antara  manajer  dengan  pegawai  supervisi, hubungan sosial diantara pegawai dan situasi kerja.
b. Teori Kepuasan Kerja Menurut Baron dan Byrne 2005
Baron  dan  Byrne  2005  menyatakan  bahwa  teori  terkait  faktor kepuasan kerja diklasifikasikan kedalam dua kelompok faktor, yaitu faktor
individu dan faktor organisasi. Faktor individu atau karakteristik pegawai yang  dapat  mempengaruhi  kepuasan  kerja  terbagi  dalam  dua  prediktor
penting,  yaitu  faktor  status  dan  senioritas.  Semakin  lama  seseorang bekerja  dalam  bidang  pekerjaannya  dan  semakin  tinggi  statusnya,  maka
semakin besar pula kepuasan  yang dirasakan. Begitu pula, jika pekerjaan seseorang semakin cocok dengan minatnya, maka semakin besar kepuasan
kerja yang diperoleh. Sebaliknya,  status  kerja  yang  rendah  dan  pekerjaan  yang  rutin  akan
mendorong pegawai untuk mencari pekerjaan lain. Hal tersebut berarti dua faktor  yang  ada  dapat  menyebabkan  ketidakpuasan  kerja  dan  pegawai
yang memiliki ketertarikan dan tantangan kerja akan merasa puas dengan hasil  kerjanya  apabila  mereka  dapat  menyelesaikan  dengan  maksimal.
Sedangkan,  faktor  organisasi  yang  dapat  menimbulkan  kepuasan  kerja terdiri dari faktor kebijakan organisasi dan iklim kerja.
3. Faktor-faktor Kepuasan Kerja