Faktor Organisasi yang Berhubungan dengan Kepuasan Kerja

perbedaan-perbedaan dalam intensitas perilaku dan untuk menunjukkan arah tindakan. Seorang pimpinan sering kali lebih menyukai memotivasi karyawannya secara positif agar pegawai tersebut dapat menjalankan pekerjaannya. Sehingga, pegawai yang termotivasi akan menghasilkan pekerjaan yang memiliki kualitas tinggi.

c. Faktor Organisasi yang Berhubungan dengan Kepuasan Kerja

Pegawai Menurut Baron dan Byrne 2005, Herzberg 1968 dalam Utomo 2008 serta Gibson 1997, faktor-faktor organisasi yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja antara lain : 1. Gaji Menurut Gibson 1997 gaji adalah sejumlah uang yang diterima dan dianggap wajar oleh pegawai. Sedangkan, Hasibuan 2005 menjelaskan gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada pegawai tetap serta mempunyai jaminan yang pasti. Dengan kata lain, gaji akan tetap dibayarkan walaupun pekerja tersebut tidak masuk kerja. Gilmer 1966 dalam As’ad 2004 menyatakan bahwa gaji lebih banyak menimbulkan ketidakpuasan dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya. Herzberg 1968 dalam Utomo 2008 menyatakan bahwa bagi pegawai, gaji merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarganya. Gaji selain berfungsi memenuhi kebutuhan pokok bagi setiap pegawai juga dimaksudkan untuk menjadi daya dorong bagi para pegawai agar dapat bekerja dengan penuh semangat. Tidak ada satupun organisasi yang dapat memberikan kekuatan baru bagi tenaga kerjanya atau meningkatkan produktifitas, jika tidak memiliki sistem kompensasi yang realistis. Gaji bila digunakan dengan benar akan memberikan kepuasan bagi pegawai itu sendiri. Dalam hal ini, hal penting yang harus diperhatikan adalah gaji yang baik adalah gaji yang dianggap adil dan jumlahnya memuaskan. Namun, gaji juga dapat menimbulkan ketidakpuasan apabila sistem kompensasi yang ada tidak memadai Simmamora, 2004. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhayani 2006 menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara gaji dengan kepuasan kerja seseorang. 2. Pengakuan Amstrong 2003 dalam Utomo 2008 mengartikan pengakuan sebagai kebutuhan untuk diakui atas apa yang telah dicapai. Menurut Herzberg 1968 dalam Utomo 2008 sumber pengakuan dapat berasal dari atasan, manajemen, klien, group, kolega professional atau publik. Oleh karena itu, seseorang yang memperoleh pengakuan akan dapat meningkatkan semangat pegawai itu dalam bekerja. Sebagai catatan, celaan dan kritik termasuk dalam kriteria pengakuan, biasanya disebut pengakuan negatif. Sedangkan pengakuan positif dapat berupa pujian, promosi atau kenaikan gaji. Penelitian yang dilakukan oleh Locke 1976 dalam A s’ad 2004 menunjukkan bahwa pengakuan dapat menimbulkan kepuasan kerja seseorang, terutama bagi mereka yang merupakan pegawai golongan rendah. Hal ini dikarenakan kebutuhan untuk merasa dihargai akan terpenuhi sebagaimana halnya dengan kebutuhan harga diri dan konseptualisasi diri. Penelitian Muhaimin 1985 dalam As’ad 2004 juga menyebutkan bahwa semakin tinggi penghargaan yang diterima seseorang atas pengakuan dirinya dalam organisasi akan semakin meningkatkan kepuasan kerja yang dimilikinya. 3. Kebijakan Organisasi Menurut Syafdewiyani 2002 kebijakan organisasi merupakan aturan tertulis yang dibuat rumah sakit yang berisi tentang kebijakan yang diberlakukan untuk seluruh pegawai. Kebijakan organisasi sebaiknya diberitahukan kepada seluruh pegawai agar pegawai memperoleh kejelasan tentang kebijakan organisasi yang ada. Suatu kebijakan dibuat untuk meningkatkan hasil pekerjaan pegawai yang optimal. Suatu kebijakan organisasi juga akan membentuk iklim kerja yang sesuai dengan tujuan organisasi. Adapun kebijakan organisasi yang diberikan kepada pegawai dapat berupa kebijakan akan pemberian pendidikan dan pelatihan dalam upaya meningkatkan kualitas kerja pegawai, kebijakan akan pemberian pengembangan karir dan promosi, reward dan punishment serta kesehatan dan keselamatan di tempat kerja. Apabila terjadi ketidaksesuaian dalam pemberian kebijakan organisasi tersebut kepada pegawai maka hal tersebut dapat menimbulkan konflik dalam diri pegawai dan pada akhirnya akan menurunkan penampilan kerja mereka Syafdewiyani, 2002. Penelitian yang dilakukan oleh Caugemi dan Claypool 1978 dalam As’ad 2004 menemukan hal-hal yang menyebabkan ketidakpuasan salah satunya adalah kebijakan organisasi. 4. Hubungan Interpersonal Herzberg 1968 dalam Utomo 2008 menyatakan bahwa untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana kerja atau hubungan kerja yang harmonis, yaitu terciptanya hubungan yang akrab, kekeluargaan dan saling mendukung baik itu hubungan antara sesama pegawai atau antara pegawai dengan atasan. Faktor hubungan interpersonal merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Tauhid 2004 menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja seseorang. 5. Tanggung Jawab Tanggung jawab merupakan kesanggupan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan akurat dan berani mengambil resiko atas keputusan yang dibuat atau tindakan yang dilakukan. Tanggung jawab akan membentuk hubungan tertentu antara pemberi wewenang dan penerima wewenang. Dimana, hal tersebut sudah merupakan kewajiban bagi penerima wewenang untuk mempertanggung jawabkan semua yang telah dilakukan kepada si pemberi wewenang Litwin Meyer, 1971 dalam Syafdewiyani, 2002. Herzberg 1968 dalam Utomo 2008 menyatakan bahwa setiap orang yang bekerja pada suatu organisasi ingin dipercaya memegang jabatan dan tanggung jawab, serta wewenang yang lebih besar dari apa sekedar yang telah diperolehnya. Tanggung jawab bukan saja atas pekerjaan yang baik, tetapi juga tanggung jawab berupa kepercayaan yang diberikan orang sebagai suatu potensi. Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang mempunyai potensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar. Davis dan Newstrom 1995 mengemukakan bahwa tingkat tanggung jawab yang tinggi akan memberikan kepuasan kerja yang tinggi pula. Penelitian yang dilakukan oleh Hamzah 2001 menunjukkan bahwa tanggung jawab berhubungan secara bermakna dengan kepuasan kerja. 6. Prestasi Kerja Prestasi kerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya Mangkunegara, 2009. Hal serupa juga dikemukakan oleh Ilyas 1999 yang menyatakan bahwa prestasi kerja merupakan penampilan hasil karya personel baik secara kuantitas dan kualitas dalam suatu organisasi. Herzberg 1968 dalam Utomo 2008 menyatakan bahwa setiap orang menginginkan keberhasilan dalam tugas yang dilaksanakan. Pencapaian prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan seseorang untuk melakukan tugas-tugas berikutnya. Hal ini dikarenakan prestasi kerja merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan dan mengembangkan karir pegawai. Dimana, kemajuan karir sebagian besar pegawai tergantung pada prestasi kerja yang dihasilkan pegawai tersebut. Kreitner dan Kinicki 2001 dalam Wibowo 2007 menyatakan bahwa prestasi kerja memiliki hubungan positif rendah terhadap kepuasan kerja. Sedangkan, Gibson 2000 mengungkapkan bahwa kemungkinan timbul hubungan timbal balik yang menunjukkan tidak adanya arah atau hubungan yang spesifik antara kepuasan kerja dengan prestasi kerja. Davis dan Newstroom 1995 serta Siagian 2008 menyatakan bahwa seorang pegawai yang puas tidak dengan sendirinya merupakan pegawai yang berprestasi tinggi, melainkan sering hanya berprestasi biasa-biasa saja. Seorang pegawai yang puas belum tentu terdorong untuk berprestasi karena kepuasannya tidak terletak pada motivasinya, akan tetapi terletak pada faktor lainnya, seperti imbalan yang diperoleh oleh pekerja. Dimana, pegawai yang berprestasi akan memperoleh imbalan yang sesuai dengan tingkat prestasinya. Seorang pimpinan menurut Herzberg harus selalu mendorong bawahannya agar mempunyai prestasi yang baik. Prestasi yang dicapai seorang pegawai bukan saja untuk meningkatkan motivasi yang bersangkutan, melainkan hal tersebut juga akan memberikan keuntungan kepada rumah sakit dalam usaha meningkatkan produktifitas. 7. Jenis Pekerjaan Herzberg 1968 dalam Utomo 2008 menyatakan bahwa pegawai cenderung menyukai pekerjaan yang bersifat menarik dan bukan rutin. Melalui teknik pemerkayaan pekerjaan dapat menjadi sarana motivasi pegawai dan membuat pekerjaan itu menjadi menarik serta membuat tempat bekerja menjadi lebih menantang dan memuaskan. Pegawai dalam organisasi akan merasa puas apabila adanya kesesuaian tugas yang diberikan oleh organisasi kepada pekerja. Dimana, jenis pekerjaan yang diberikan harus sesuai dengan minat, bakat, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Oleh karena itu, organisasi harus mampu menempatkan pegawai pada tempat yang tepat. As’ad 2004 menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai. Faktor-faktor tersebut dalam peranannya memberikan kepuasan kepada pegawai tergantung pada pribadi masing-masing, yaitu tergantung pada jenis pekerjaannya. 8. Jaminan Pekerjaan Menurut Ghiselli dan Brown 1950 dalam As’ad 2004 menyatakan bahwa jaminan ini meliputi masalah finansial dan masalah jaminan sosial. Tujuan utama dari jaminan pekerjaan adalah untuk membuat pegawai mengabdikan hidupnya pada organisasi dalam jangka panjang Flippo, 1994 dalam Saragih, 2006. Jaminan pekerjaan untuk pegawai diberikan berdasarkan kebijaksanaan organisasi terhadap semua pegawai dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Jaminan pekerjaan yang dapat diberikan kepada pegawai dapat berupa tunjangan hari raya, uang pensiun, tunjangan kesehatan bagi pegawai dan keluarganya, mengikutsertakan pegawai ke dalam asuransi kesehatan serta izin memperoleh cuti Hasibuan, 2005. Jaminan pekerjaan lebih banyak dikaitkan dengan pemberian kesejateraan dan penciptaan kondisi kerja sehingga pekerja menjadi lebih merasa nyaman dan merasa mendapat perhatian dari atasan Wibowo, 2007. 9. Pengawasan Pengawasan merupakan suatu kegiatan pembinaan dengan menerapkan prinsip merencanakan, mengajar, mengarahkan, membimbing, mengobservasi, mendorong, memperbaiki, memerintah dan mengevaluasi secara terus menerus pada setiap pegawai dengan sabar, adil, bijaksana sehingga setiap pegawai dapat melakukan pekerjaan dengan baik, terampil, aman, cepat dan tepat secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan tugas mereka Kron, 1997 dalam Syafdewiyani, 2002. Menurut Azwar 1996 dalam Syafdewiyani 2002 pengawasan merupakan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan dan apabila ditemukan masalah segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasi permasalahan tersebut. Dilain sisi, Herzberg 1968 dalam Utomo 2008 menyatakan bahwa pengawasan yang dilakukan supervisi dikoordinasikan dalam tiga hal penting, yaitu memberi pengarahan, memantau proses pelaksanaan pekerjaan serta menilai hasil dari sistem kerja pegawai. Dari definisi pengawasan yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pengawasan merupakan kegiatan pimpinan dalam memberikan pengarahan, memberikan perbaikan atas pekerjaan yang salah, memberikan dorongan untuk giat bekerja, memantau dan menilai hasil pekerjaan yang dilakukan pegawai secara berkala. Menurut Ghiselli dan Brown 1950 dalam As’ad 2004 hubungan antara pegawai dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan produktifitas kerja. Kepuasan pegawai dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga pegawai akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja sense of belonging. Gilmer 1966 dalam As’ad 2004 mengemukakan bahwa pengawasan yang buruk dapat berakibat pada ketidakpuasan kerja yang ditunjukkan melalui absensi dan turn over yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Widodo 2003 dan Nurhayani 2006 menunjukkan adanya hubungan antara pengawasan dengan kepuasan kerja. 10. Kondisi kerja Herzberg 1968 dalam Utomo 2008 menyatakan bahwa kondisi kerja yang aman, nyaman dan tenang serta didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai tentu akan membuat pegawai betah untuk bekerja. Dengan kondisi kerja yang nyaman, pegawai akan merasa aman dan produktif dalam bekerja. Menurut Robbins 2001 pegawai peduli akan lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Banyak penelitian menyimpulkan bahwa pegawai lebih menyukai keadaan fisik disekitarnya yang tidak berbahaya atau merepotkan, temperatur, pencahayaan, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak ekstrem terlalu banyak atau sedikit. Disamping itu, kebanyakan pegawai lebih menyukai bekerja dekat rumah, fasilitas yang bersih dan relatif modern serta peralatan yang memadai. Penelitian yang dilakukan oleh Tauhid 2004 menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi kerja dengan kepuasan kerja pegawai.

4. Pengukuran Kepuasan Kerja