pekerjaan terbaik bagi penelitian terkait kepuasan kerja pegawai adalah dengan memperhatikan faktor-faktor yang ada baik faktor organisasi maupun
faktor individu dari pekerja.
a. Faktor Individu yang Berhubungan dengan Kepuasan Kerja Pegawai
Menurut Baron dan Byrne 2005 serta Gibson 1997, terdapat beberapa faktor atau karakteristik individu yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja, yaitu : 1.
Umur
Gibson 1997 mengungkapkan bahwa hubungan umur dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan yang positif, artinya semakin
tua umur pegawai semakin tinggi tingkat kepuasan kerjanya, setidak- tidaknya sampai umur pegawai menjelang pensiun pada pekerjaan
yang dikuasainya. Greenberg dan Baron dalam Nurhayani 2006 mengemukakan
pendapat bahwa kepuasan kerja meningkat pada usia 30-an, kemudian menurun pada usia 40-an dan akan meningkat lagi pada usia 50-an
sampai mereka pensiun. Ghiselli dan Brown 1950 dalam As’ad
2004 mengungkapkan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur pegawai. Umur diantara 25 tahun sampai 34 tahun dan
umur 40 sampai 45 tahun merupakan umur yang dapat menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.
Hal serupa juga diungka pkan oleh Gilmer 1966 dalam As’ad
2004 yang menyatakan bahwa rendahnya kepuasan kerja timbul pada
saat pegawai berusia 25-30 tahun. Pernyataan tersebut juga didukung oleh pendapat dari Atliselli
Brown 1955 dalam As’ad 2004 yang memberi batasan umur antara 25-30 tahun sebagai masa timbulnya
rasa kurang puas seseorang terhadap pekerjaannya. Hasibuan 2005 dan Moekijat 1995 dalam Tauhid 2004,
Siagian 2008, Handoko 2001 dan Davis dan Newstrom 1995 menyatakan bahwa pekerja yang berumur lebih tua memiliki
kecenderungan puas terhadap pekerjaannya dibandingkan dengan pekerja yang berumur lebih muda. Hal ini dikarenakan terjadinya
penurunan harapan dan penyesuaian yang lebih baik terhadap situasi pekerjaan. Sebaliknya, pekerja-pekerja yang masih berusia muda
cenderung kurang puas karena tingginya harapan, penyesuaian yang kurang dan sebab-sebab lainnya.
Siagian 2008 mengungkapkan bahwa terdapat berbagai alasan
yang sering dikemukakan menjelaskan fenomenon ini antara lain :
a. Bagi pegawai yang telah memasuki usia lanjut akan semakin sulit
memulai karir baru di tempat lain, b.
Sikap yang dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, harapan, keinginan dan cita-cita,
c. Gaya hidup yang telah mapan,
d. Sumber penghasilan yang relatif terjamin,
e. Adanya ikatan batin dan tali persahabatan antara yang
bersangkutan dengan rekan-rekannya dalam organisasi.
Penelitian Erminda 2003 dan Tauhid 2004 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kepuasan kerja
seseorang. Sementara, penelitian Widodo 2003 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kepuasan
kerja seseorang. 2.
Jenis Kelamin Gibson 1997 mengungkapkan bahwa berkaitan dengan jenis
kelamin, dapat dikatakan bahwa secara umum tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kepuasan kerja. Penelitian
yang dilakukan oleh Gleen, Taylor, dan Wlaver 197 7 dalam As’ad
2004 menemukan dalam penelitiannya adanya perbedaan kepuasan kerja diantara pria dan wanita, yang mana kebutuhan wanita untuk
merasa puas dalam bekerja ternyata lebih rendah dibandingkan dengan pria.
Sementara, Wicaksono 1982 dalam As’ad 2004
menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara kepuasan kerja pegawai pria dengan
wanita. Hal tersebut serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh
Utomo 2008, Erminda 2003, Widodo 2003 dan Tauhid 2004 terkait kepuasan kerja menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara variabel jenis kelamin dengan kepuasan kerja seseorang, baik berjenis kelamin pria maupun wanita.
3. Rassuku
Menurut Gibson 1997 rassuku merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Seseorang akan lebih
merasa puas dalam bekerja dengan adanya kesamaan rassuku dengan rekan kerjanya.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu karakteristik demografis yang perlu untuk dipertimbangkan karena jenjang pendidikan seseorang
memberi pengaruh dalam menentukan posisi dalam pekerjaannya kelak. Penelitian Adib Farchan 1984 dalam As’ad 2004
menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan kepuasan kerja. Hal serupa juga dikemukakan oleh
Klein Maher 1996 dalam Abdurrahman 2000 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara tingkat pendidikan dan
kepuasan kerja. Dilain sisi,
Gilmer 1966 dalam As’ad 2004 menyimpulkan bahwa pegawai yang berpendidikan lanjutan atas merasa sangat puas
dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Sementara itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Widodo 2003, Erminda 2003 dan Tauhid
2004 terkait kepuasan kerja menunjukkann bahwa tidak ada hubungan antara status pendidikan dengan kepuasan kerja seseorang.
5. Masa Kerja
Greenberg dan Baron 2003 dalam Nurhayani 2006 menyatakan bahwa pegawai dengan masa kerja lebih lama memiliki kepuasan kerja
lebih tinggi dibandingkan dengan pegawai dengan masa kerja baru. Menurut Robbins 2001 bukti menunjukkan bahwa antara masa kerja
dan kepuasan saling berhubungan positif. Bila masa kerja tinggi maka akan diperoleh kepuasan kerja yang tinggi dan sebaliknya bila masa
kerja rendah maka kepuasan kerja rendah. Seseorang yang telah bekerja sekian lama akan mampu melakukan penyesuaian diri
terhadap lingkungan pekerjaannya sehingga dapat mencapai kepuasan dalam menjalankan pekerjaannya.
Menurut Simmamora 2004, pegawai dengan masa kerja di bawah 10 tahun merupakan pegawai dalam tahap karir awal. Dalam masa
mempersiapkan karir dikemudian hari, karir awal pegawai tidak akan selalu berjalan dengan mulus, dimana dalam menjalani karir tersebut
seseorang dapat memperoleh masalah yang mungkin timbul, seperti : a.
frustasi dan
ketidakpuasan yang
disebabkan karena
pengharapannya tidak sesuai dengan realita yang ada. b.
penyelia yang tidak kompeten. c.
intensitivitas terhadap aspek politis organisasi. d.
pasivitas dan kegagalan dalam memantau lingkungan internal dan eksternal.
e. pengabaian kriteria sesungguhnya untuk pengevaluasian kinerja
dari pegawai yang baru diangkat atau baru memulai karir. f.
ketegangan antara professional muda dengan yang lebih tua serta manajer yang diakibatkan oleh perbedaan pengalaman, kebutuhan
dan minat. g.
ketidakpastian mengenai tipe dan batasan loyalitas yang dituntut oleh organisasi.
h. kegelisahan mengenai integritas, komitmen dan dependensi.
i. dilemma etis.
Simmamora 2004 juga mengemukakan bahwa pegawai dengan masa kerja di atas 20 tahun dalam tahap karir akhir, yaitu bersiap-siap
untuk memasuki usia pensiun, dimana ada sebagian pegawai mulai melepaskan diri dari belitan-belitan tugas. Namun, ada juga sebagian
pegawai tetap produktif dan menyiapkan diri untuk pensiun yang efektif, sehingga kepuasan kerja pegawai yang bersangkutan masih
tinggi dibandingkan pegawai dengan masa kerja di bawah 10 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Tauhid 2004 menunjukkan tidak
ada hubungan bermakna antara masa kerja dengan kepuasan kerja pegawai. Sementara, penelitian yang dilakukan oleh Widodo 2003
dan Erminda 2003 terkait kepuasan kerja menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kepuasan kerja
seseorang.
6. Status kepegawaian
Baron dan Byrne 2005 menyatakan bahwa status kerja yang rendah dan pekerjaan yang rutin akan mendorong pegawai untuk
mencari pekerjaan
lain. Sebaliknya,
semakin tinggi
status pekerjaannya semakin besar pula kepuasan yang dirasakan.
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Utomo 2008 memperoleh hasil bahwa status pekerjaan tidak memiliki pengaruh
pada kepuasan kerja seseorang. Hal ini dikarenakan pegawai dengan status kontrak maupun tetap memperoleh fasilitas yang sama dalam
organisasi terkecuali bagi mereka yang memiliki jabatan tertentu. Penelitian Widodo 2003 menunjukkan bahwa pegawai dengan
status pekerjaan honorer cenderung tidak puas dibandingkan dengan pegawai dengan status pekerjaan pegawai tetap. Sementara, penelitian
Erminda 2003 menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara status pegawai dengan kepuasan kerja pegawai.
b. Faktor Psikologis yang Berhubungan dengan Kepuasan Kerja