mengerjakan tugas yang baik. Banyak penelitian menyimpulkan bahwa pegawai lebih menyukai keadaan fisik disekitarnya yang tidak
berbahaya atau merepotkan, temperatur, pencahayaan, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak ekstrem terlalu banyak atau
sedikit. Disamping itu, kebanyakan pegawai lebih menyukai bekerja dekat
rumah, fasilitas yang bersih dan relatif modern serta peralatan yang memadai.
Penelitian yang
dilakukan oleh
Tauhid 2004
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi kerja dengan kepuasan kerja pegawai.
4. Pengukuran Kepuasan Kerja
Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dari segi analisa statistik maupun dari segi pengumpulan datanya. Informasi
yang diperoleh dari kepuasan kerja biasanya dapat diperoleh dari tanya jawab secara perorangan dengan angket maupun dengan pertemuan kelompok kerja.
Menurut Robbins 2001 terdapat dua macam pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap kepuasan kerja, yaitu
sebagai berikut : 1.
Single global rating Robbins 2001 menyatakan bahwa single global rating merupakan
cara yang digunakan dengan meminta individu merespon atas suatu pertanyaan seperti dengan mempertimbangkan semua hal. Sebagai contoh,
peneliti bertanya kepada responden tentang seberapa puas anda dengan pekerjaan anda. Individu yang merupakan responden penelitian dapat
menjawab dengan menyatakan puas atau tidak puas. 2.
Summation score Robbins 2001 menyatakan bahwa cara ini dilakukan dengan
mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja
tentang masing-masing
elemen. Faktor
spesifik yang
diperhitungkan adalah sifat dasar pekerjaan, supervisi, upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja.
Adapun pendapat lain yang dikemukakan oleh Greenberg dan Baron 2003 dalam Wibowo 2007 terkait cara untuk melakukan pengukuran
kepuasan kerja. Di mana kepuasan kerja dapat diukur dengan adanya tiga cara yang dilakukan, yaitu :
1. Rating scales dan Kuesioner
Greenberg dan Baron 2003 dalam Wibowo 2007 menyatakan bahwa rating scales dan kuesioner merupakan pendekatan pengukuran
kepuasan kerja yang paling umum dipakai dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Di mana rating scales dalam kuesioner tersebut telah
ditetapkan. Dengan menggunakan metode ini, orang akan menjawab pertanyaan yang memungkinkan mereka melaporkan reaksi mereka pada
pekerjaan mereka. Metode ini merupakan metode yang banyak digunakan oleh peneliti. Hal ini dikarenakan metode ini lebih memudahkan peneliti
dalam mengumpulkan data.
2. Critical incidents
Greenberg dan Baron 2003 dalam Wibowo 2007 menyatakan bahwa pengukuran kepuasan kerja dengan metode ini adalah individu
menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang dirasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka
dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh, apabila banyak pekerja menyebutkan situasi pekerjaan dimana mereka
mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau sebaliknya. 3.
Interviews Greenberg dan Baron 2003 dalam Wibowo 2007 menyatakan
bahwa interview merupakan metode yang digunakan dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja. Dengan melakukan wawancara
tersebut diharapkan dapat diketahui sikap mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam dengan menggunakan kuesioner
terstruktur. Dengan mengajukan pertanyaan secara hati-hati kepada pekerja dan mencatat jawaban secara sistematis, hubungan pekerja dengan
sikap terhadap pekerjaan dapat diketahui. Dari segi biaya jauh lebih besar dibandingkan dengan teknik lain.
Dalam mengukur kepuasan kerja juga dapat dilakukan dengan berbagai cara. Berikut ini akan diuraikan pengukuran kepuasan kerja yang
dikemukakan oleh para ahli yang dikutip dalam Mangkunegara 2009 :
1. Pengukuran Kepuasan Kerja dengan Skala Indeks Deskripsi Jabatan Job
Description Indeks Mangkunegara 2009 menyatakan bahwa skala pengukuran ini
dikembangkan oleh Smith, Kendall dan Hullin pada tahun 1969. Dalam penggunaannya, pegawai ditanya mengenai pekerjaan maupun jabatannya
yang dirasakan sangat baik dan sangat buruk, dalam skala mengukur sikap berdasarkan kondisi kerja, pengawasan dan gaji. Setiap pertanyaan yang
diajukan, harus dijawab oleh pegawai dengan cara menandai jawaban ya, tidak atau tidak ada jawaban.
2. Pengukuran Kepuasan Kerja dengan Berdasarkan Ekspresi Wajah
Mangkunegara 2009 menyatakan bahwa pengukuran kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Kunin pada tahun 1955. Skala ini terdiri dari seri
gambar wajah-wajah orang mulai dari sangat gembira, gembira, netral, cemberut dan sangat cemberut. Pegawai diminta untuk memilih ekspresi
wajah yang sesuai dengan kondisi pekerjaan yang dirasakan pada saat itu. 3.
Pengukuran Kepuasan Kerja dengan Kuesioner Minnesota Minnesota Satisfaction Questionnaire
Mangkunegara 2009 menyatakan bahwa pengukuran kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Weiss, Dawis dan England pada tahun 1967. Skala
ini terdiri dari pekerjaan yang dirasakan sangat tidak puas, tidak puas, netral, memuaskan dan sangat memuaskan. Pegawai diminta memilih satu
alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi pekerjaannya.
B. Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan oleh para ahli terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja diatas, diketahui bahwa faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kepuasan kerja di klasifikasikan ke dalam tiga kelompok faktor, yaitu faktor individu, faktor psikologis dan faktor organisasi.
Dalam membuat kerangka konsep dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kerangka teori yang diadaptasi dari kerangka teori yang dikemukakan oleh Baron
dan Byrne 2005, Gibson 1997 dan Herzberg 1968. Adapun alasan peneliti menggunakan
teori tersebut
dikarenakan teori-teori
tersebut telah
mengklasifikasikan kelompok faktor yang telah memenuhi variabel-variabel yang ada dalam teori-teori lainnya yang dikemukakan oleh para ahli.
Dalam penelitian ini faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja berdasarkan faktor individu menurut Baron dan Byrne adalah status pegawai dan
masa kerja. Sedangkan, menurut Gibson yang termasuk dalam faktor individu adalah umur, jenis kelamin, rassuku, pendidikan dan masa kerja. Diantara faktor
individu tersebut terdapat kesamaan faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Baron dan Gibson, yaitu variabel masa kerja.
Selain faktor individu yang telah dikemukakan diatas, terdapat faktor psikologis yang dikemukakan oleh Gibson, yaitu persepsi, sikap, kepribadian,
belajar dan motivasi. Adapun faktor organisasi yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dalam penelitian ini didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh
Baron dan Byrne menyebutkan bahwa faktor organisasi yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah kebijakan organisasi dan kondisi kerja.