Faktor-faktor Resiko, Proses Pembelajaran di Perguruan Tinggi a. Proses memasuki Perguruan Tinggi

“Enggak, yang pakai laptop ya cuma akulah kak. Orang itu kan bisa nulis normal, jadi aku ajalah yang pakai laptop. ” W1.R2B.954-960hal.95 Dalam hal penyediaan fasilitas di kampus ES, dapat dikatakan bahwa fasilitas yang disediakan bagi para mahasiswanya sudah cukup memadai dan nyaman. Namun tidak untuk ES yang merupakan seorang tuna netra. Meskipun banyak fasilitas yang dapat dinikmati oleh teman-temannya dan dapat membantu meringankan beban tugas di kampus, seperti proyektor, perpustakaan, fotokopian materi, bahan tugas dosen ataupun yang lainnya, ES kurang dapat memanfaatkannya. Oleh sebab itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawab ES untuk mencari jalan keluarnya.

c. Faktor-faktor Resiko,

Adversity dan Stressor Sama seperti kebanyakan mahasiswa di seluruh Indonesia, bahkan di seluruh dunia, ES juga merupakan salah satunya yang mengalami kesulitan dalam menjalankan kesehariannya di dunia kampus. ES juga berhadapan dengan kendala dan harus berusaha mengatasi stressor-stressor yang dapat menjatuhkannya. Ketidakmampuannya dalam melihat sudah menjadi faktor utama dalam munculnya hal-hal tersebut, begitu pula dengan dampak-dampak yang ditimbulkan. Kebutaan ES menyebabkan ES tidak mampu mengikuti proses pembelajaran sebagaimana teman-temannya yang normal. Media dan peralatan yang digunakan ES untuk mendukung kegiatannya juga harus disesuaikan sedemikian rupa agar dapat digunakan oleh ES. Dalam melakukannya, ES tidak selalu mendapat bantuan. Serinngnya, ES dibantu oleh Universitas Sumatera Utara teman-teman sekelasnya, dosen ataupun teman asramanya. Namun tidak selalu. Selalu saja ada situasi yang membuat ES harus kewalahan mencari-cari orang untuk membantunya, dan hal ini tidak mudah. Di sisi lain, ES juga merasa bahwa sebenarnya seluruh proses belajar di perkuliahan tidak terlalu berbeda dengan pada saat sekolah, sehingga perlahan-lahan ES dapat menemukan pola belajarnya yang baik. “....Pokoknya gak jauh beda prosesnya sama SMA. Bedanya cuma pas di ujian itu aja sih. Cuma kan karna udah terlatih itu sih kak, jadi gak kaget lagi. Dulu juga kek gininya aku. Lagipula, di kuliah itu kayaknya lebih enak dia kak. Karena kan dia gak macam-macam gitu, cuma bagian bahasa aja yang kita pelajari semua. Jadi enak gitu.” W1.R2B.1009-1021hal.96-97 Walaupun proses belajar di perkuliahan ES hampir menyerupai masa sekolahnya, tetap saja ada banyak hambatan yang menghadang ES dalam belajar. Salah satunya adalah dalam pengerjaan tugas-tugas, misalnya pembuatan makalah. Sebenarnya ES mampu mengerjakan tugas ini, namun ES harus tetap harus bergantung pada orang lain, karena dalam pengerjaan makalah harus diperhatikan sistematika penulisan dan tata tulis serta ejaan yang baik dan benar, sementara ES tidak mampu melakukannya sendiri. “Gak masalah sih. Cuma memang masalahnya agak bosan juga kak. Karena kan dalam satu makalah itu banyak kali bagian-bagiannya. Itu aja yang bikn bosan.” W1.R2B.1052-1058hal.97 “Enggaklah kak, biasanya ditanya juga sama orang. Karna kan gak pala ngerti kita kan bentuk-bentuk tulisan normal ini kan. Sebenarnya yang ditanya itu kerapihannya ajanya kak. Kerapihan tulisan itu. Misalnya kek mana kerapihan bikin daftar isinya, daftar pustakanya.” W1.R2B.1064-1069hal.97 Universitas Sumatera Utara Khusus dalam pengerjaan tugas kelompok, ES merasa terhambat proses belajarnya ketika harus mengerjakan tugas kelompok di luar kampus, karena jam pulang ke asrama tidak boleh telat. Hal ini mengharuskan ES untuk pulang lebih dulu, dan meminjam catatan temannya. Ini juga cukup membuat ES kewalahan, ditambah lagi dengan tugas-tugas lain yang cukup menumpuk. “Mungkin kalau kerjain tugas dalam kelompok ya kak. Karena kan biasanya kawan-kawan kerjain tugas kelompok gak di kampus. Kadang dirumah kawan, kadang ntah dimana. Jadi kan kalau aku kan tinggalnya di asrama. Pulangnya pun gak bisa telat-telat kali. Jadi kendalanya itu lah kak, kerjain tugas kelompok gitu. Itulah yang paling berat. Kalau mengikuti pelajaran gak terlalu berat. Tapi kalau catatan, sering kurang lengkap. Kadang mesti minjem-minjem juga ke kawan. Jadi agak ribet juga. Belum lagi banyak tugas. ” W3.R2B.289-311hal.122 Kesulitan berikutnya adalah dalam penggunaan proyektor. ES tidak bisa melihat apa yang tertulis di layar proyektor. Hal ini kemudian menyulitkan ES untuk dapat menulis catatannya di kelas. Tidak adanya buku Braille mengakibatkan ES harus ikut mencatat seperti teman-temannya, namun ES selalu ketinggalan dalam mencatat, dan tidak memiliki cukup waktu untuk melanjutkan di rumah karena ada tugas-tugas lain yang harus dikerjakan. “He-eh. Kekmanalah kak. Kapan lagi waktu nyatat, sementara tugas- tugasnya rata-rata bikin makalah. Kan gak mungkin satu jam selesai, sementara mata kuliahnya banyak. Itu kadang untuk besok, dua-duanya ada tugas. Pokoknya waktunya habis-habis ngerjain tugas aja. Jadi melengkapi catatan kurang. Jadi kendalanya disitu juga.” W2.R2B.40-53hal.101 Selain itu ES juga kesulitan ketika sedang diadakan kuis. Meskipun ada beberapa dosen yang memberikan kuis secara lisan kepada ES, namun Universitas Sumatera Utara kebanyakan tidak. Oleh sebab itu ES kembali mendapat masalah dalam penulisan jawabannya ke kertas yang harus dikumpul. ES juga mendapat kesulitan dalam melakukan tugas praktiknya, yang salah satunya adalah berpidato. Pada awalnya ES merasakan kegugupan namun lama kelamaan sudah tidak lagi. Untuk saat ini, secara umum ES merasa bahwa kuliah tidak begitu menyulitkan, namun yang mungkin akan menyulitkan nantinya adalah ketika ES mulai memasuki mata kuliah bagian komputer dan statistika. Di luar daripada itu, ES merasa bahwa sebenarnya tidak terlalu banyak tuntutan yang diberikan pada dirinya, karena banyak yang memaklumi ketunaannya, sehingga memberi ES kemudahan . ES sebenarnya lebih memilih untuk tidak dibeda-bedakan, namun ES juga tidak suka jika dirinya diabaikan atau diacuhkan. “Karna ini mengenai bahasa kan kak, jadi gak terlalu sulit. Mengenai bahasa ya umumnya mengenai teori-teori, gak banyak lah yang mau diapakan, mungkin karna mata kuliahnya yang gitu-gitu. Yang susahnya mungkin mata kuliah nanti itu komputer, statistika.” W2.R2B.88-97hal.102 “Maksudnya, gak terlalu banyak persyaratan untuk nilai kek gitu. Terus, mereka gampang itu nerima’gak bisa melihat ya nak?’, ‘nanti kek gini aja ya’. Pokoknya gak banyak yang sombong-sombong gitulah, udah ngerti gitu kan.” W1.R2B.1110-1119hal.98-99 “Sebenarnya aku gini kak, kalau untuk nilai, aku gakpapa rumit kayak gitu, yang penting dia janganlah cuek samaku. Itu ajanya. Kalau mau dibilangnya pun nanti, supaya dapat nilai bagus mesti kek gini-gini, mesti bikin ini bikin itu, gak masalah sih samaku.” W1.R2B.1120-1130hal.99 ES juga menambahkan bahwa sebenarnya yang paling membuat dirinya sulit dalam proses belajarnya adalah justru semangat dirinya yang lemah, dan Universitas Sumatera Utara motivasi yang sangat minim dari orang terdekatnya. Ditambah lagi, terkadang di asrama sendiri pun tidak ada yang bisa membantu ES dalam mengerjakan tugas kampusnya. “Paling yang untuk menyemangati diri aja yang susah” W2.R2B.101-103hal.102 “Makanya di asrama itu kan kak gak ada juga yang bisa membantu gitu kan, jadi kita pun bingung sendiri gitu. Nyari tugas pun mesti ke warnet lagi.” W2.R2B.108-113hal.102 Tak dapat dipungkiri bahwa kebutaan ES sangat mempengaruhi kinerja ES di kampus. Selain dari berbagai ketidakmampuan ES dalam melakukan bermacam-macam hal, kebutaan ES juga terkadang membuat ES menjadi tidak konsentrasi, malas atau ngantuk. ES pernah sampai ketiduran di kelas. Sebenarnya ES takut untuk tidur di kelas karena tempat duduk ES berada di barisan paling depan. Namun menurut ES, mata ES yang cenderung tertutup membuat dirinya cepat mengantuk. Berbeda dengan teman-temannya yang bisa mencari kegiatan lain untuk menghilangkan rasa kantuk atau bosan, misalnya dengan membaca novel atau mendengarkan musik. ES merasa tidak dapat melakukan hal-hal itu, sehingga mengantuk. “Kalau aku, kalau gak konsen aku kan, atau malas, terngantuk aku nanti.” W2.R2B.126-129hal.102 “...pernah. Cuman gak sampe nyenyak-nyenyak gitu, sampai dibanguni. Kadang nanti langsung ku bilang sama temanku, kalau ngantuk aku banguni aku ya, kubilang. Jadi gak sempatlah sampai nyenyak kali gitu kan. Lagian kan kak, aku gak pala berani ngantuk, karna aku biasanya duduk di depan, makanya pokoknya aku kak dari SMA aku itu di depan terus aku duduk. Karna kami itu kan, namanya pun kalau mata kita tertutup kan, cepat ngantuk gitu kan.” W2.R2B.130-149hal.102-103 Universitas Sumatera Utara “Adalah kak. Kan kalau kakak melihat gitu kan, kalau kakak ngantuk, kakak tengok aja gerak-gerik kawan-kawan kakak yang aneh-aneh kan ketawa. Kalau kami kan, siapa yang mau ditengok. Yang didengar pun. Cuma suara dosen itu aja kan. Teman-teman hening semua, entah ngapain orang itu, entah dengar headsetnya, entah menggambarnya. Kadang dibilangnya, muak kali pun ketemu dosen ini, pinjamlah headsetnya atau pinjamlah novelmu, ya jelas aja jadi gak ngantik. Kalau aku, ah jadi ngantuklah.” W2.R2B.150-170hal.103 Kebutaan yang dimiliki ES juga menjadi pemicu stress bagi ES. Hal ini dikarenakan kebutaan ES dianggapnya membuat dirinya menjadi terhambat dalam proses berkembang dalam pelajaran, begitu pula dalam proses mendapatkan informasi. ES merasa demikian karena ES membandingkan dirinya dengan teman- temannya yang bisa melihat, yang lebih mudah memperoleh informasi dan belajar dengan tenang tanpa harus mengeluarkan usaha lebih. ES juga merasa kesulitan ketika ada tugas yang harus dikerjakan dengan tulisan tangan, karena tidak setiap saat ada orang yang bisa membantu ES. “Paling karena ini aja kak. Kalau misalnya gak melihat itu kan kalau untuk mendapat informasi kan susah. Sebenarnya kan bisa berkembang, cuman kan agak lambat. Buku juga kan gak bisa kita baca, gak banyak juga yang ditulis Braille kan. Kalau orang lain yang kuliah, enaklah dia. Apa yang diliahatnya, itu kan informasi, entah itu di koran entah tulisan biasa atau dimana. Kalau aku kan gak. Jadi, cemana ya. Kurang enak juga lah kak. Lebih banyak susahnya daripada enaknya. Kek gitu. ” W3.R2B.411-431hal.124-125 “Terus kalau ngerjakan tugas yang berhubungan dengan ini. Kalau diketik gak papa, tapi kadang kan disuruh tulis tangan. Kadang yang membantu kita kan kadang gak mau kalau lama. Terlalu banyak yang ditulis. Jadi ya itu kendalanya disitu, kalau gak siap PR cemana ya kan. Kalau di kampus kan tteman-teman uda pasti sibuk. ” W3.R2B.432-445hal.125 Universitas Sumatera Utara Selain dampak dari mata, ES juga harus mengatasi permasalahan yang timbul akibat dari hal-hal yang menjadi kekurangan dirnya, atau yang menjadi kebiasaan buruknya. ES memiliki kebiasaan malas membaca buku untuk kedua kalinya setelah dicatat. Hal tersebut menjadi kebiasaan buruknya karena sering merasa bosan. ES lebih ingin memiliki bukunya, daripada harus mengulangi membaca apa yang sudah dicatatnya di kelas. Disamping itu ES juga memiliki kebiasaan untuk tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan dosen ke para mahasiswa, meskipun sebenarnya ES mengetahui jawabannya. Hal ini dilakukannya karena ES juga malas berbicara di dalam kelas. ES malas karena ES merasa ketika dirinya berbicara di dalam kelas, seluruh kelas memandangi dirinya dan memberikan komentar-komentar. Teman-teman ES suka meledek ES, sementara ES menginginkan teman-temannya untuk bersikap sewajarnya saja. Pada akhirnya ES menjadi jarang bertanya di dalam kelas. “....Aku kadang kek gini kan, kalau misalnya ada dosen ngasih pertanyaan gitu kan, kadang aku sebenarnya udah tau jawabannya. Cuma aku males gitu jawabnya. Males kali aku ngomong gitu di kelas. Kalo aku ngomong kan kan, macam semua nengok aku. Aku dalam hatiku, entah apa orang ini tertawa. Nanti aku kan nyeletuk aja dikit, terus komen semua. Entah apa. Hehe.” W2.R2B.219-236hal.104-105 “Positif sih, Cuma suka ganggu-gangguin gitu. Kadang kan, kalau awak lagi telat, nanti dibilang-bilang kok tumben telat. Gitu-gitu. Nanti pas aku lagi nanya, nanti dibilang orang itu, ngeri ini kalau si Etty ini nanya. Hahaha. Biasa ajalah maunya kan.” W2.R2B.237-247hal.105 Kebiasaan jelek ES yang lain adalah dalam hal menunda tugas. ES terkadang menunda manyelesaikan tugas-tugas kampusnya, bukan karena malas, namun karena bosan dengan tugas yang itu-itu saja. Universitas Sumatera Utara “....Kalau dalam menunda tugas, kadang-kadang ada juga sih sifat-sifat gitu kak. Cuma gak sering. Kalau aku nunda bukan karena apa, karena bosan aja, itu-itu aja pun tugasnya. Bikin- bikin kek gini aja terus, bosan.” W2.R2B.261-268hal.105 Keseharian ES juga terkadang bertambah sulit karena ES tidak memiliki sikap yang positif dalam menghadapi masalah. ES lebih sering pesimis dan mengeluh ketika dilanda masalah, dan membutuhkan waktu untuk dapat beralih pada pemecahan masalah. “Mmmm, aku memang gak bisa langsung bangkit gitu kak. Kalau ada masalah gitu, gak bisa langsung berpikir ini pasti bisa. Rasa pesimisnya pasti selalu muncul. Ini kekmana ya caranya. Aku sering ngeluh juganya kalau gitu-gitu. Emang gak terlalu kuat juga kak hehe kalau banyak masalah. ” W2.R2B.522-533hal.110-111 Hal lain yang juga menahan ES untuk bersikap positif adalah sifat pemalu dan minder yang dimilikinya. ES sering merasa minder dan tidak percaya diri karena menjadi satu-satunya tuna netra diantara teman-teman lainnya yang normal. ES minder karena merasa berbeda dengan teman-temannya. ES berpendapat bahwa kemampuan seseorang untuk melihat adalah suatu kelebihan dan teman-temannya beruntung, sementara dirinya tidak. Sifat ini juga berpengaruh terhadap pergaulan ES. Walaupun merupakan seorang tuna netra ES tidak mengalami kesulitan untuk bergaul dengan teman-teman sekelasnya, namun lain hal jika menyangkut teman-teman ES dari kelas yang lain. “Ya mungkin aku karena memang masih ada perasaan merasa berbeda dengan teman-temanku yang lain. Cemana lah kak. Aku kan gak sebebas orang itu. Jadi kalau gabung-gabung sama orang itu masih mau minder- minder. Tapi kalau misalnya lagi ngumpul kadang terpikir, ihh enak kali lah Universitas Sumatera Utara orang ini, cuma aku aja yang bisa diliat-liatin, aku gak bisa ngeliat ekspresi muka orang itu kek mana ya ka n.” W3.R2B.199-215hal.120 “Kalau pergaulan dengan teman sekelas sih gak memang ya kak. Tapi kalau kelas-kelas lain gitu iya. Karena kan aku juga kalau misalnya mau kenalan duluan sama orangnya, mikirnya, ih kok sok kali. Kek terlalu pede gitu. Hehe. K an kadang orang itu gak apa, mesti kita yang duluan.” W3.R2B.312-324hal.122 Selain dari diri sendiri, permasalahan juga datang dari luar. Misalnya saja tata peraturan asrama yang ditiggali ES. Pada saat-saat tertentu, ES sering kesulitan mendapat izin untuk keluar ke rumah teman mengerjakan tugas kelompok. ES menyatakan bahwa terkadang dirinya dicurigai karena disangka sedang berbohong agar dapat memperoleh izin keluar asrama. Disamping itu ES juga kesulitan dalam meminta uang untuk memenuhi kebutuhan dirinya di kampus. ES tidak pernah mendapatkan uang saku uang jajan. Setiap harinya ES hanya diberikan sejumlah uang yang hanya cukup untuk membeli buku wajib dan membayar ongkos ES pergi dan pulang kampus. Jika ES merasa lapar pada saat di kampus dan ingin membeli makanan, ES harus mampu menahan rasa laparnya dan menunggu sampai pulang ke asrama. Keterbatasan uang merupakan sebuah masalah dan kekesalan bagi ES, karena sebenarnya ES sangat membutuhkan uang untuk membeli berbagai kebutuhannya, namun pihak asrama selalu berusaha mengeluarkan uang seminimal mungkin. Padahal ES juga membutuhkan uang tambahan untuk melakukan kegiatan lainnya, misalnya seperti pembayaran uang kas yang per bulannya adalah Rp 10.000,-. Uang merupakan salah satu masalah terbesar ES, karena buku juga merupakan kebutuhan yang dianggapnya penting, Universitas Sumatera Utara sementara ES tidak dapat membelinya dan kesulitan meminta kepada pihak asrama. “Kami sebenarnya kalau uang saku gak ada kak. Kalau uang itu dikasih untuk kuliah aja, kalau untuk jajan-jaj an gak ada.” W2.R2B.307-309hal.106 “Ya gak ada. Hahaha. Ya gak makanlah. Kalau pulang jam 3 ya jam 3 lah makan. Ya paling cuma ongkoslah. Pokoknya uang itu pas-pasan lah kak. Pas-pasan untuk ongkos, untuk buku. Pokoknya yang berhubungan dengan pelajar an.” W2.R2B.310-321hal.106 “....Aku yang paling palaknya uang itunya kak. Kalau dari dulu itunya masalahku. Kekmana ya, kita kan pengennya mau beli inilah, beli itulah, maunya ada duit. Sementara pengennya mereka sesimpel mungkin, seminimal mungkinlah duit itu dikeluarkan. Ini pun kadang kak kalau mau kerumah kawan, otomatis kan ongkos bertambah dari biasanya, jadi ya duit juga ujung- ujungnya. Ya gitulah.” W2.R2B.332-349hal.107 “Kalau yang kurang terpenuhi ya yang di kampus lah kak. Kadang kan aku segan juga minta-minta uang. Walaupun terkadang sebenarnya bukan untuk uang jajan. Kami kan banyak tugas buat makalah, jadi pas presentasi ke depan, itu harus difotokopi sama teman-teman, pokoknya untuk kelompok lain lah. Itukan menelan banyak biaya. Itu satu pelajaran ada berapa makalah, berapa biaya. Belum lagi kadang ada bahan yang dikasih dosen yang harus difotokopi, jadi biayanya kan agak banyak kak. ” W3.R2B.937-947hal.135

3. Usaha dalam Mengatasi Permasalahan