Penerimaan  mahasiswa  merupakan  tanggung  jawab  dari  masing-masing perguruan tinggi.
Calon  mahasiswa  D1, D2, D3, D4 dan S1 harus  menamatkan pendidikan menengah atas atau yang sederajat dan lulus pada ujian masuk masing-masing
perguruan  tinggi.  Kandidat  mahasiswa  S2  harus  memiliki  ijazah  Sarjana  S1 atau yang sederajat dan lulus ujian seleksi masuk perguruan tinggi. Untuk S3,
mahasiswa  harus  memiliki  ijazah  S2  atau  yang  sederajat  dam  lulus  seleksi masuk.
E. Resiliensi Akademik Terhadap Proses Belajar Pada Mahasiswa Tuna
Netra
Penyandang tuna netra merupakan salah satu bagian dari anak berkebutuhan khusus,  dimana  dapat  disandang  sejak  lahir  maupun  pasca  lahir.  Semua
penyandang  tuna  netra  membutuhkan  pendidikan  dan  layanan  khusus  untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya Hallahan  Kauffman, 1991.
Sama  halnya  dengan  para  anak  normal  lainnya,  para  tuna  netra  juga memiliki berbagai hambatan dalam kehidupan sehari-harinya, bahkan lebih berat.
Salah satu bentuk hambatan yang dimaksud termasuk dalam proses belajar. Oleh sebab  itu  dibutuhkan  strategi  layanan  pembelajaran  yang  tepat  untuk  dapat
menggali potensi dirinya. Dalam  proses  belajar,  kemampuan  individu  untuk  melihat  adalah  sangat
penting.    Hal  ini  sesuai  dengan  teori  persepsi  yang  menyatakan  bahwa  persepsi visual  yang  merupakan  topik  utama  dalam  pembahasan  persepsi  secara  umum.
Persepsi  sendiri  adalah  proses  individu  mengatur  dan  mengintepretasikan  kesan-
Universitas Sumatera Utara
kesan  sensorisnya  guna  memberikan  arti  bagi  lingkungannya.  Persepsi  visual adalah kemampuan manusia untuk menginterpretasikan informasi yang ditangkap
oleh mata. Hasil dari persepsi ini disebut sebagai penglihatan eyesight, sight atau
vision, dan sangat berperan penting dalam proses belajar Robbins, 2003. Saat  seorang  individu  mengalami  kebutaan,  ada  banyak  dampak  yang
ditimbulkan  oleh  kebutaan  tersebut  yang  dapat  mempengaruhi  tumbuh  kembang serta  perilaku  individu  tersebut.  Beberapa  hal  diantaranya  adalah  dalam  aspek
kognitif, motorik, emosi dan sosial. Ketika aspek-aspek ini terganggu, maka akan merentet pada terganggunya  atau menurunnya performa, perilaku ataupun fungsi
hal-hal yang lain Lownfeld, 2005. Dalam hal belajar, aspek kognitif sangat berperan penting. Namun pada tuna
netra,  pengenalan  dan  pengertian  terhadap  dunia  luarnya  tidak  dapat  diperoleh secara  utuh.  Akibatnya,  perkembangan  kognitif  anak  tuna  netra  cenderung
terhambat  terutama  berkaitan  dengan  konsep  yang  abstrak  karena  tidak  dibantu dengan  pengamatan  visual,  begitu  pula  dengan  perkembangan  keterampilan
akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Terganggunya kognisi seseorang juga akan mempengaruhi atensinya Stenberg, 2006.
Dalam  psikologi  pendidikan,  belajar  merupakan  proses  usaha  yang dilakukan  seseorang  untuk  memperoleh  suatu  perubahan  tingkah  laku  yang  baru
secara  keseluruhan,  sebagai  hasil  pengalamannya  sendiri  dalam  interaksi  dengan lingkungannya  Slameto,  2003.  Pembelajaran  yang  diperoleh  di  institusi  formal
juga  termasuk  dalam  bagian  belajar.  Pembelajaran  merupakan  suatu  proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
Universitas Sumatera Utara
belajar.  Pembelajaran  merupakan  bantuan  yang  diberikan  pendidik  agar  dapat terjadi proses belajar yang baik bagi peserta didik Hergenhahn  Olson, 2008.
Bagi  mahasiswa  tuna  netra,  fasilitas  dan  sistem  pembelajaran  yang disediakan oleh Perguruan Tinggi tentu tidak memenuhi kebutuhan mereka dalam
proses  belajar.  Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Ishartiwi  1991,  mengenai pendekatan pembelajaran bagi tuna netra menyatakan perlunya diterapkan prinsip
verbal maupun lisan, pengalaman konkrit maupun kontak langsung, dan stimulasi. Langkah  dalam  intervensi  meliputi  pemeriksaan,  penglihatan,  asesmen  kesiapan
fisik,  emosi  dan  intelektual,  serta  asessmen  kemampuan  aktivitas  sehari-hari, pelatihan  orientasi  mobilitas,  dan  latihan  indera  non-visual  serta  latihan  pra-
membaca dan membaca Braille.
Jika  para  mahasiswa  tuna  netra  tidak  mendapatkan  pendekatan pembelajaran  yang  tepat,  maka  besar  kemungkinan  tuna  netra  akan  menghadapi
kesulitan  di  Perguruan  Tinggi,  karena  tidak  tersedianya  layanan  khusus  dan strategi  pembelajaran  yang  sesuai.  Perbedaan  konsep  belajar  di  sekolah  dan
perkuliahan  akan  membutuhkan  penyesuaian  diri  setiap  siswa,  baik  tuna  netra maupun  yang  normal.  Walaupun  demikian,  bagi  mahasiswa  tuna  netra,  hal  ini
dapat  menjadi  tantangan  yang  sangat  besar,  apalagi  jika  individu  tersebut  belum pernah merasakan bersekolah di sekolah reguler Suryaningsih, 2011.
Kepekaan  inderawi  sangat  dibutuhkan  dalam  proses  belajar.  Tidak  hanya penglihatan,  namun  juga  pendengaran,  perabaan,  serta  kemampuan  untuk
berbicara  Depdiknas,  2003.  Dalam  hal  ini,  tuna  netra  memiliki  keterbatasan dalam  memenuhi  seluruh  kompetensi  dasar  tersebut.
Banyaknya  kesulitan
Universitas Sumatera Utara
maupun  tekanan  yang  dihadapi  tersebut  dapat  mempengaruhi  mereka  secara negatif  dan  memberikan  dampak  buruk  terhadap  studi  bahkan  perilaku  mereka.
Namun,  yang  menarik  adalah  bahwa  pada  kenyataannya  tidak  semua  mahasiswa tuna  netra  berujung  pada  negatifitas  dan  kemunduran.  Kondisi  kebutaan  yang
dimiliki oleh setiap mahasiswa tuna netra tidak sama, sehingga kemampuan untuk bertahan juga akan berbeda-
beda. Kualitas ini yang dinamakan “resiliensi”. Resiliensi  adalah  kemampuan  seseorang  untuk  menilai,  mengatasi,  dan
meningkatkan  diri  ataupun  mengubah  dirinya  dari  keterpurukan  atau kesengasaraan  dalam  hidup.  Karena  setiap  orang  itu  pasti  mengalami  kesulitan
ataupun sebuah masalah dan tidak ada seseorang yang hidup di dunia tanpa suatu masalah  ataupun  kesulitan  Grotberg,  1998.  Revich  dan  Shatte  1999  juga
menyatakan  bahwa  resiliensi  adalah  kapasitas  untuk  merespon  secara  sehat  dan produktif ketika menghadapi kesulitan atau trauma, dimana hal itu penting untuk
mengelola  tekanan  hidup  sehari-hari.  Dalam  ruang  lingkup  akademik,  resiliensi akademik  diperlukan,  yaitu  kemampuan  untuk  bangkit  kembali,  beradaptasi
dengan  sangat  baik  melawan  kesulitan-kesulitan  dan  mampu  mengembangkan kompetensi  sosial  akademis  dan
vocationalnya  Rirkin  dan  Hoopman  dalam Henderson, 2003.
Mahasiswa  tuna  netra  yang  ingin  tetap  bertahan  dan  terus  maju  menjadi lebih  baik  akan  memiliki  resiliensi  yang  kuat.  Namun  tanpa  adanya  resiliensi
tersebut,  maka  akan  sulit  bagi  mereka  untuk  bisa  bertahan.  Pada  dasarnya, masing-masing  orang  memiliki  kemampuan  resiliensi  tersebut  Grotberg,  1995,
namun  kualitas  dan  proses  resiliensi  akademik  yang  mereka  miliki  serta
Universitas Sumatera Utara
kemampuan dasar dan proses tahapan  resiliensi Reivich dan Shatte, 1999  yang dimiliki  untuk  dapat  bertahan,  akan  berbeda-beda,  karena  pada  dasarnya  setiap
individu adalah berbeda dan unik Suryabrata, 2002.
Universitas Sumatera Utara
F. Paradigma Teoritis