atas masalah-masalahnya. Usaha-usaha LS melawan kesulitan-kesulitan tersebut dilihat dari tindakan-tindakan yang diambilnya.
a. Solusi atas permasalahan di dalam kelas, tugas, praktik dan ujian
Ada banyak sekali kendala LS di kampus yang dapat mengakibatkan proses pembelajarannya terganggu. Ketika sedang di dalam kelas mendengarkan
ceramah atau ajaran dari dosen, sering sekali dipergunakan media proyektor agar para mahasiswa dapat memahami lebih jelas. Hal ini justru menyulitkan LS,
seperti dalam hal melihat tulisan atau gambar di layar proyektor. Dalam mengatasi hal ini LS berusaha lebih mengandalkan pendengarannya dan berfokus pada apa
yang didengarnya daripada terhadap apa yang bisa dilihat. Jika memang ada hal- hal yang membingungkan LS akan bertanya kepada teman disebelahnya atau
mencari bantuan lain jika memang diperlukan. “Iya. Terkadang harus tanya kawan yang di sebelah, itu apa yang di depan?
Kalau dia lagi moodnya enak, mau dikasitaunya. Tapi kalau moodnya lagi
gak enak, ya pandai-pandai kitalah. Pandai-pandai kita di kelas. Cari-cari gimana caranya. Kadang kan mau juga dosennya ketepatan menjabarkan
apa yang tertera di layar.” W1.R1B.906-918hal.17
Ada kalanya dimana dosen membagi materi kuliah dalam bentuk diktat. Hal
ini dilakukan agar para mahasiswa dapat lebih memahami materi kuliah tersebut dengan cara membaca sendiri setelah mengikuti kuliah di kelas. Tentunya LS
tidak bisa membacanya seperti teman-teman lainnya sehingga LS memilih untuk membawanya pulang dan mencari orang untuk membacakannya, karena LS tahu
Universitas Sumatera Utara
bahwa hal-hal yang tidak dipahaminya di kelas kemungkinan besar akan ada di dalam diktat tersebut.
“....Palingan kalau mau dibaca ya bawa pulang ke rumah, suruh orang lain bacakan. Sementara orang-orang di rumah belum tentu mau. Ya pandai-
pandai kitalah. Terkadang kan ada yang lebih dijelaskan di dalam diktat apa yang dijelaskan di kelas. Ya dari situlah aku jadi tau. Terkadang juga kan
kalau di kelas dilarang mencatat.” W1.R1B.936-948hal.18
Pada saat dosen melarang untuk mencatat di dalam kelas, LS dan teman-
temannya curi-curi dalam mencatat bahan pelajaran di kelas. Hal ini dianggapp
LS penting untuk dilakukan, karena diktat yang dibagikan kurang bermafaat bagi dirinya dibandingkan dengan sebagaimana bermanfaatnya diktat tersebut bagi
teman-teman lainnya. Seandainnya teman-temannya tidak mencatat di dalam kelas, dengan mudahnya mereka dapat membaca diktat yang telah dibagikan.
Namun LS tidak demikian, tanpa adanya catatan dari kelas LS tetap harus bersusah payah karena tidak bisa membaca diktat tersebut.
“Gak boleh nyatat. Makanya pandai-pandai. Curi-curilah. Kawan-kawan pun curi-curi juganya. Kalau pas dosennya gak nengok, tulis, lagi ke depan
dia, tulis, ada yang diterangkannya, tulis.” W2.R1B.949-956hal.18
Kendala lain yang harus dipecahkan LS di dalam kelas adalah pada saat
melaksanakan ujian tertulis. Seperti pada umumnya ujian tertulis dilakukan di dalam kelas dan sudah pasti dilarang untuk saling berkomunikasi apalagi bertukar
jawaban. Hal ini menjadi sulit bagi LS karena dirinya harus menyelesaikan ujian tersebut dalam tulisan Latin, sementara dirinya hanya bisa menyelesaikannya
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk tulisan Braille. Untuk itu LS harus mencari orang yang bersedia
meluangkan waktu ujiannya untuk membantunya membacakan soal dan menuliskan jawabannya. Untung bagi LS, teman-temannya selalu bersedia
membantu membacakan soal, namun tidak demikian ketika tiba saat menuliskan kembali hasil jawaban LS yang masih dalam bentuk LS. Lagi-lagi LS harus
mencari bantuan lain, dan yang biasa dilakukannya adalah meminta izin ke dosennya untuk mencari orang, baik di dalam maupun luar kelas, yang bersedia
membantunya. “Kadang sesaat sebelum ujian, kukasitau kian sama kawanku, nanti sama
kita ya, tolong bacakan soalku.” W1.R1B.159-162hal.24
“....Ke huruf Braille dulu, terus kalau dia udah siap duluan, entah teman kiri atau kanan, yaudah
translate kembali ke tulisan Latin.”
W1.R1B.108-113hal.23 “Permisi sama dosennya. Pak sebentar, pak permisi keluar cari kawan mau
nuliskan ini.” W2.R1B.488-491hal.31
“Terkadang memang minta waktu ke dosen. Biasanya paling lama sih sepuluh menit aja.”
W1.R1B.114-115hal.23
Ada juga dosen yang memudahkan LS dengan cara mengizinkannya menjawab soal-soal ujian secara lisan, tanpa harus menuliskan jawaban ujiannya,
mencari teman yang bisa membantunya, dan segala kerepotan lainnya. Hal ini dianggap LS cukup membantu.
Universitas Sumatera Utara
“Cuman terkadang ada satu dosen pernah, gausa kau tulis, bacakan aja samaku katanya. Soalnya aja kutulis ke
Braille, nanti jawabannya secara lisan. Karena kan capek juga. Toh juga awak baca lagi
Braille nya.”
W2.R1B.174-181hal.25
Bentuk ujian yang open-book juga tidak memberikan keuntungan bagi
Luhut, malah kerugian. Berbeda dengan teman-temannya yang dapat dengan leluasa mencari jawaban di buku, Luhut tidak dapat memanfaarkan buku tersebut.
Sebagai solusi Luhut harus lebih mempersiapkan diri dari rumah, sama seperti ujian-ujian biasanya, dengan cara membaca bahan ujian.
“Yang lain boleh buka buku. Kalau aku ya baca dari rumahlah terpaksa. Gak ada gunanya juga
open-book . Haha.”
W2.R1B.215-219hal.25 Dalam hal pengerjaan tugas-tugas kuliah LS juga sering menghadapi
kesulitan. Tugas-tugas yang diberikan oleh para dosen biasanya berupa penulisan paper. Untuk dapat menuliskan paper ini LS harus mampu mengetik. Hal ini tidak
menjadi masalah karena ternyata LS sudah dibekali kemampuan mengetik sejak dirinya masih tinggal di asrama. Yang menjadi masalah adalah alat yang
digunakan untuk mengetik. Laptop yang dijual di pasaran tidak dibuat untuk
digunakan oleh para tuna netra sehingga orang-orang seperti LS akan kesulitan menggunakannya. LS mensiasati hal ini dengan cara menggunakan
software yang dapat membuat
laptop miliknya mengeluarkan suara. Dengan demikian laptop LS akan mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu setiap kali tombol-tombolnya di tekan.
Inilah yang memandu LS dalam mengoperasikan laptop miliknya. Ketanggapan
LS terhadap teknologi telah menolongnya untuk tidak tertinggal dengan teman-
Universitas Sumatera Utara
teman lainnya yang rata-rata juga sudah menggunakan laptop. Hal serupa
dilakukannya juga pada telepon genggam miliknya. LS menggunakan software
yang dapat membuat telepon genggamnya mengeluarkan suara sesuai dengan tombol yang ditekan.
“Sekarang kan teknologi udah canggih. Udah pakai software. Jadi bisa ngeluarin suara.
” W1.R1B.812-815hal.15
“Bisa. Semua yang ditekan bunyi dia. Jadi kalau misalnya ditekan A, bunyi A. Sama kayak handphoneku. Gitu juga.
” W1.R1B.816-820hal.15.
“Haha. Iya. Jadi tinggal di install aja. Kalau untuk laptop atau computer pakai
menyebutkan nama software namanya. ”
W1.R1B.821-825hal.15 Bagi LS, tugas berupa penulisan
paper tidak sulit jika dalam pengerjaannya dirinya sudah tahu apa yang mau dikerjakan. LS akan langsung mengetikkan
sendiri. Terkadang bila LS sedang merasa malas, LS menggunakan jasa warung internet warnet untuk mengetikkan tugasnya yang masih dalam bentuk
Braille sekaligus mencetaknya. Yang menjadi masalah dalam penulisan
paper biasanya adalah ketika harus mencari data menggunakan internet. Berhubung LS tidak
memiliki koneksi internet dirumahnya, maka LS harus ke warung internet. LS akan meminta bantuan temannya untuk membantunya mencari data.
“Ngerjainnya kalau memang uda ada sebagian yang tau, ya tinggal ketik sendiri aja, cari ke warnet. Kalau gak, tulis di rumah tulis
Braille, baru kasihkan ke tukan warnet suruh ketikkan. Haha.”
W2.R1B.27-34hal.21-22
“Ngetikkan. Karena malas juga ngetik-ngetiknya.” W2.R1B.36-37hal.22
Universitas Sumatera Utara
“Ya kalau aku sih, Tanya kawan gitu. Misalnya Tanya dari situs mana. Baru carilah sendiri.
” W1.R1B.789-792hal.15
“...palingan kalau disuruh liat warnet. Youtube lah. Kami kan sering disuruh tengok
Youtube. Kadang kan yang keluar di warnet ini kan yang aneh-aneh juga. Yang awak cari apa, yang keluar apa, gak jelas. Cari kawanlah.”
W2.R1B.525-534hal.32 Selain tugas yang melibatkan
Youtube, tugas final juga merupakan sebuah kesulitan LS yang harus dicari jalan keluarnya. Pemberian tugas final biasanya
disertai dengan batas waktu pengumpulan. Bagi teman-teman LS jangka waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas tersebut terbilang panjang, sehingga
banyak teman-teman LS yang bersantai-santai dahulu dan baru mulai mengerjakan tiga hari sebelum
deadline. LS sangat menyadari keterbatasan dirinya dan tahu bahwa dirinya tidak mungkin ikut bersantai. LS tidak pernah
menolak tawaran bantuan dari teman-temannya dalam menyelesaikan tugas. “....biasanya tugas final. Itunya yang paling kendala. Nanti walaupun masih
jauh ngumpulnya, tapi udah terpikir awak. Kalau kawan ada yag tiga hari atau seminggu lagi baru dikerjakan. Kalau awak langsung mikir gimana nih
ngerjainnya, harus langsung awak targetkan. Kalau nanya kawan, dibilangnya, halaaaah, masih lama laginya, seminggu lagi pun dikerjain
masih bisa. Iya kalau kalian seminggu lagi bisa, kalau awak seminggu lagi
belum tentu dapat.” W2.R1B.538-558hal.32
“Terkadang karena cuma aku yang kepikiran tugas, jadinya terikut sama orang itu.Kadang kalau nanya kawan, gimana punyamu? Dia jawabnya ahh
gampanglah itu, tengok dari sana nanti, tengok dari buku, aku ada banyaknya buku dirumah. Kadang kurasa ada dua kali tugasku bukan aku
yang buat. Udah nanti aku yang bikin, ada banyak buku dirumah. Ada kawan. Kalau awak kan mikirnya, darimanalah aku bikin nanti ini, referensi
dirumah pun Cuma sedikit. Udah gitu yang membacakan pun belum tentu ada.
” W2.R1B.537-571hal.32
Universitas Sumatera Utara
Tugas-tugas lain yang juga melibatkan pembuatan tabel, gambar-gambar dan internet selalu menimbulkan kesulitan tersendiri bagi LS. Oleh sebab itu LS
selalu mengandalkan temannya untuk membantunya dalam penyelesaian tugas- tugasnya.
“Iya, itu tugas. Seperti-seperti itulah bentuk tugas kami. Kerjakan apa, kita cari di internet. Kalau cari di buku kadang nebeng-
nebeng kawan.” W1.R1B.749-754hal.14
LS juga harus mencari solusi untuk masalah yang ditemukannya di kelas praktik, dimana LS tidak bisa membaca partitur yang digunakan sebagai bahan
kuliah mereka. Penyelesaian yang didapatkan Luhut adalah dengan cara meminta tolong kepada temannya yang pandai membaca partitur agar memainkannya di
alat musik, sehingga LS dapat mendengarkan melodi dari partitur yang dimainkan tersebut. Setelah dibunyikan, LS akan mencoba menirukan apa yang dimainkan
oleh temannya itu. Misalnya ketika temannya memainkan piano dengan membaca partitur, kemudian LS mencoba menirukan bunyi piano yang dimainkan temannya
terebut, berdasarkan apa yang telah didengarnya. “Kalau aku ada kawan yang uda lumayan jago baca part. Jadi suruh dia
mainkan.” W2.R1B.66-69hal.22
“Iya. Dari yang dimainkannya, coba ulangi beberapa kali. Udah.” W2.R1B.71-73hal.22
Kejenuhan juga kerap mendatangi LS, dan ada juga hal-hal yang dapat
membuatnya kesal bahkan “makan hati”. Namun LS selalu berusaha
Universitas Sumatera Utara
menghilangkan perasaan jenuh dan melupakan segala kekesalannya agar tidak berpengaruh terhadap proses pembelajarannya.
“Sebenanrnya perasaan pas di situ aja, besoknya udah hilang, dibawa santai aja
” W2.R1B.407-409hal.29
“Terkadang kalau dipikiri kali bias juga makan hati. Cuma aku, ah yaudalah.
” W2.R1B.hal.
b. Solusi dalam hal pergaulan