“Ujiannya diketik karena kan nanti mau dikumpul.” W1.R2B.1102-1103hal.98
Dalam mengerjakan tugas kelompok, pada umumnya dikerjakan di salah
satu rumah teman ES. ES menyadari bahwa dirinya tidak bisa terlalu berkontribusi dalam hal biaya dan waktu, karena ES tidak memiliki banyak uang,
dan ES juga tidak bisa berlama-lama di luar asrama setelah jam kuliah selesai. Ada juga bagian-bagian tertentu yang tidak bisa dikerjakan ES, karena dirinya
tidak bisa melihat. Oleh sebab itu, ES mengatasinya dengan cara berkompromi dengan temannya dalam hal penyelesaian tugas kelompok. Sebagai ganti dari
absennya ES dalam tugas kelompok, ES mempelajari bahan tugasnya di rumah dan maju menjawab pertanyaan yang diajukan ketika presentasi.
“Kadang aku jadinya gini, woi aku ngerjain yang ini ya, trus bawa pulang. Besok aku bawa
flashdisk nya. Haha. Jadi langsung pilih, mana yang mau kukerjakan. Gitu. Gitulah cara ngatasinya.”
W2.R2B.350-357hal.107
“Selama ini, misalnya kalau gak bisa kukerjai kak, paling gak kupelajari dirumah, biar orang itu gak kecewa. Jadi nanti kalau ada pertanyaan,
kuusahakanlah aku yang jawab. Pas maju lah gitu kan pas tampil, kalau misalnya ada tiga pertanyaan, ntah dualah samaku yang sulit lah kuambil.
Jadi orang itu gak ingat lagi yang kek gitu, karena mereka bilang kan, yauda gapapa kau gak ikut, yang penting kau pelajari dirumah, jadi gak mogok-
mogok lagi di depan.
” W2.R2B.365-383hal.107-108
b. Solusi atas masalah keluarga
ES berasal dari keluarga yang memiliki hubungan yang tidak harmonis. Sejak kecil ES sudah tidak tinggal bersama keluarganya, sehingga ES tidak
memiliki ikatan emosional ataupun batin yang kuat dengan orangtuanya. Hal yang
Universitas Sumatera Utara
serupa juga dirasakan ES dengan keluarga besarnya yang tinggal di kampung. Hubungan baik yang tersisa hanyalah dengan nenek dan abang ES, namun
sekarang pun hubungan tersebut kurang dapat diandalkan karena abang ES sudah berkeluarga dan tinggal di Riau, sementara nenek ES sudah meninggal dunia.
Singkat cerita dapat dikatakan ES tidak memiliki siapa-siapa dari keluarganya selain abangnya. ES tidak dapat menyandarkan diri pada keluarganya. Pada
awalnya ES sangat kesal dan marah pada keluarganya, termasuk pada Tuhan, namaun lama kelamaan ES berusaha untuk menerima keadaan dan melupakan
perlakuan keluarganya. Dulu ES juga tidak menyenangi ibunya, namun sekarang ES tidak memiliki perasaan apapun lagi kepada ibunya.
“Aku pertama-tama sih kesal juga ya kak. Tapi lama-lama udah biasa, yaudalah biasa aja, mungkin memang udah kek gitu karakternya.”
W2.R2B.652-657hal.113
“Aku gak ada lagi. Cuman dulu aja ada perasaan kurang senang, tapi lama- lama udah terbiasa, jadi gak ada lagi perasaan apa-apa. Rindu pun gak
pernah. ” W3.R2B.27-32hal.116-117
Berdasarkan cerita yang didengar ES dari teman-teman ayahnya dulu, ES
menyimpulkan bahwa ayah ES merupakan orang yang baik. ES sangat menyayangkan dirinya tidak sempat memiliki pengalaman yang bisa dikenangnya
dengan sang ayah, karena ayah ES meninggal dunia ketika ES baru berumur 2 tahun. Kini jika ditanya mengenai sosok ayah, ES lebih memilih memiliki ayah
angkat daripada ibu angkat. Hal ini dipicu karena rasa rindu yang dimiliki ES terhadap ayahnya. Berhubung karena ES memiliki ibu yang tidak baik, maka ES
juga bersikap biasa saja ketika bertemu ibu yang baik.
Universitas Sumatera Utara
“Iya. Aku juga jadinya lebih suka punya bapak angkat daripada ibu angkat. Gak tahu lah kak. Mungkin pengaruh itu. Hmm. Aku kalau liat bapak-bapak
yang baik aku jadi salut. Tapi kalau liat ibu- ibu baik biasa aja.”
W3.R2.B.60-72hal.117
Hubungan ES dengan sang abang berjalan baik. Meskipun demikian, ES jarang menceritakan masalah-masalahnya kepada abangnya. ES merasa tidak
nyaman bercerita kepada abangnya. ES merasa takut membebani abangnya dengan permasalahannya, sehingga ES lebih sering mengatakan bahwa
keadaannya baik-baik saja. Akibatnya abang ES juga berpikiran bahwa ES memang baik-baik saja. ES menyadari bahwa abangnya sudah berkeluarga dan
memiliki tanggung jawab terhadap keluarganya, sehingga ES memaklumi keterbatasan perhatian dari abangnya.
“Ya memang aku kak gak dari dulu, setiap abang nanya aku ada masalah apa, gak pernah ku kasih tahu. Karena, gimana ya, aku gak nyaman cerita
sama dia. Akrab sih akrab kak, cuman kalau untuk cerita-cerita
permasalahan gitu, aku jarang.” W3.R2B.544-555hal.127
“Iya. Kalau sama abang kan nanti takutnya membebani dia pulak lagi nanti. Jadi aku mirinya dari dulu, ah udahlah.”
W3.R2B.556-560hal.127
“Aku kekmana ya kak. Jadi bingung juga minta perhatian dia. Karena kan dia udah berkeluarga. Kalau nuntut terlalu banyak, apa juga. Ya dia udah
lebih besarlah perhatiannya ke keluarga daripada sama aku. Jadi walaupun kurang, memang uda harus maklumi. Gak mungkin kita tuntut dia lebih dari
situ kan....
” W3.R2B.570-583hal.127-128
Sejak dulu hubungan ES dengan para tante dan pamannya yang berada di
kampung memang tidak baik. Tidak ada dukungan moril maupun materil yang
Universitas Sumatera Utara
diberikan kepada ES sejak dirinya dipindahkan ke Medan. Hal ini membuat ES dan abang ES malas untuk pulang ke kampung, meskipun sebenarnya keadaan di
asrama ES kurang menyenangkan pada saat liburan karena sepi. “....Ya kenyataannya sampai sekarang kek gitulah orang itu, paling cuma
abanglah yang perhatian, selain itu gak ada. Kek nanya kabar pun enggak.” W2.R2B.675-681hal.113
“Iya. Makanya kadang aku pun malas pulang kak.” W3.R2B.659-660hal.129
“Ya kalau pas libur kan kak gak enak, sepi.” W3.R2B.664-665hal.129
c. Solusi dalam hal pergaulan