Ciri-ciri dan Karakteristik Tuna Netra

Hallahan Kauffman 1991 menggolongkan tuna netra menjadi dua macam, yaitu: a. Blind Buta Seseorang dikatakan buta jika ia sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar visusnya = 0 b. Low vision Penglihatan rendah Seseorang dikatakan memilki low vision ketika masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih kecil dari 20200. Misalnya saja, ia hanya mampu membaca headline pada surat kabar. Dengan demikian, pengertian tuna netra adalah individu yang indera penglihatannya baik sebagian atau tidak berfungsi secara menyeluruh, sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari layaknya orang berpenglihatan normal atau dengan kata lain orang yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20200 dan setelah diberikan pertolongan khusus masih memerlukan layanan khusus.

2. Ciri-ciri dan Karakteristik Tuna Netra

Individu yang memiliki gangguan penglihatan tentu memiliki ciri-ciri. Irham Hosni dalam Ishartiwi, 1998 menyebutkan ciri-ciri untuk mengenali tuna netra yaitu: a. Seseorang yang hanya mengenal bentuk dan objek sedikit sisa penglihatan b. Hanya dapat menghitung jari dari berbagai jarak Universitas Sumatera Utara c. Tidak dapat melihat tangan yang digerakkan d. Seseorang yang hanya dapat menunjuk sumber cahaya e. Seseorang yang tidak memiliki persepsi cahaya buta total Somantri 2006 mengemukakan karakteristik tuna netra yang sangat bervariasi dalam empat aspek, yang ditinjau sejak kapan individu mengalami ketunanetraan, bagaimana tingkat ketajaman penglihatannya, berapa usianya dan bagaimana tingkat pendidikannya. a. Aspek kognitif Indera penglihatan merupakan indera yang sangat penting dalam menerima informasi yang datang dari luar. Melalui indera penglihatan, seseorang mampu melakukan pengamatan pada dunia sekitarnya sehingga menimbulkan kesan atau persepsi pada rangsang tersebut. Melalui berbagai pengamatan, individu akan semakin kaya pengetahuannya, tidak terbatas pada penjelasan verbal melainkan penghayatan lebih dengan mengamati berbagai aspek dari objek secara langsung. Pada tuna netra, pengenalan dan pengertian terhadap dunia luarnya tidak dapat diperoleh secara utuh. Akibatnya, perkembangan kognitif tuna netra cenderung terhambat terutama berkaitan dengan konsep yang abstrak karena tidak dibantu dengan pengamatan visual. Individu tuna netra cenderung mengandalkan indera pendengaran sebagai sumber penerima informasi, oleh karena itu pengertian yang diperoleh pun terbatas pada pengertian verbal. Contohnya misalnya konsep seperti warna, arah dan jarak Universitas Sumatera Utara merupakan konsep yang dipahami secara verbal saja oleh individu tuna netra Somantri, 2006. Pada individu tuna netra, umumnya mereka berpegang teguh pada pendapatnya karena secara visual mereka tidak mampu menggunakan teknik akomodasi dan asimilasi dalam mengubah struktur kognitifnya yang sudah terbentuk sebelumnya. Selain itu, tanpa kemampuan pengamatan yang baik, individu dapat mengalami kesulitan dalam melakukan pengklasifikasian objek terutama jika mengacu pada bentuk, warna, ruang dan lainnya. Lowenfeld dalam Somantri, 2006 mengemukakan banyak hal tentang bagaimana pengaruh ketunanetraan terhadap proses-proses kognitif seperti persepsi ruang, synthesia, ketajaman sensori, daya ingat, kreativitas, inteligensi, prestasi akademik, kemampuan bicara dan kemampuan membaca. Taraf kecerdasan tuna netra pada dasarnya tidak berbeda dengan individu berpenglihatan normal, yaitu bagaimana individ tuna netra mengolah dan menganalisa informasi dari lingkungan. Yang berbeda adalah hambatannya dalam menerima informasi, persepsi dan konsepnya. b. Aspek Motorik Perkembangan motorik tuna netra cenderung lambat dibandingkan dengan individu berpenglihatan normal pada umumnya. Keterlambatan ini terjadi karena dalam perkembangan perilaku motorik diperlukan adanya koordinasi fungsional antara neuromascular system, fungsi psiks kognitif, afektif, dan konatif serta kesempatan yang diberikan oleh lingkungan. Universitas Sumatera Utara Keterbatasan mereka dalam melakukan pengamatan secara visual biasanya membuat individu tuna netra memiliki hambatan dalam penyesuaian terhadap lingkungan yang baru dan menghindari untuk melakukan eksplorasi atau mobilitas ke tempat-tempat yang masih asing. Selain itu, biasanya mereka mengalami hambatan dalam motorik kasar seperti melompat maupun motorik halus seperti menggengan benda, terutama dalam ukuran kecil. c. Aspek Emosi Kematangan emosi ditunjukkan dengan adanya keseimbangan dalam mengendalikan emosi baik yang menyenangkan maupun tidak. Terdapat beberapa variabel yang berperan dalam perkembangan emosi yaitu oragnisme yang mencakup perubahan-perubahana fisiologis ketika seseorang mengalami emosi, stimulus atau rangsangan yang menimbulkan emosi dan respon terhadap rangsangan emosi yang datang dari lingkungan. Pengaruh belajar dari lingkungan memiliki peranan yang besar dalam perkembangan emosi ini karena melalui proses pengamatan dan imitasi seorang individu belajar bagaimana emosi dan pengekspresian. Pada individu tuna netra, yang memiliki keterbatasan dalam pengamatan, cenderung mengalami hambatan dalam mengeksprsikan emosi secara tepat karena mereka tidak dapat melakukan pengamatan secara optimal terhadap rangsang emosi dan pengekspresian di lingkungan sehingga proses belajar melalui imitasi jadi terhambat. Karena hal tersebut, sering sekali ekspresi seorang tuna netra dinyatakan secara verbal. Hal ini akan semakin berkembang seiring dengan perkembangan kognitif dan Universitas Sumatera Utara bahasa pada individu. Meskipun demikian, sebaiknya lingkungan tetap mengajarkan bagaimana mengekspresikan emosi secara non-verbal, baik mimik muka maupun gerak tubuh. d. Aspek Sosial Perkembangan sosial berarti individu memiliki seprangkat kemampuan untuk bertingkah laku sosial sesuai dengan tuntutan masyarakat. Pada individu tuna netra, perkembangan sosialnya sangat tergantung pada perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga. Jika keluarga memiliki sikap postif terhadap anak tuna netra, maka perasaan harga diri pun akan lebih positif dan ini akan menimbulkan rasa percaya diri untuk menghadapi lingkungan lainnya. Hambatan dalam belajar sosial biasanya berkaitan dengan ketidakmampuan individu untuk memahami perasaan orang lain dan hmabatan dalam melakukan imitasi dan identifikasi perilaku, emosi dan nilai-nilai masyarakat. Sukini Pradopo dalam Somantri, 2006 mengemukakan gambaran sifat tuna netra diantaranya ragu-ragu, rendah diri dan curiga pada orang lain. Sedangkan Sommer menyatakan bahwa tuna netra cendeung memiliki sifat-sifat yang berlebihan, menghindari kontak sosial, mempertahankan diri dan menyalahkan orang lain serta tidak mengakui kecacatannya. Universitas Sumatera Utara

3. Jenis dan penyebab gangguan penglihatan Visual Impairment