Gambaran Ketunanetraan Analisa Data Wawancara 1. Latar Belakang

b. Gambaran Ketunanetraan

Tuna Netra atau seseorang dengan keterbatasan penglihatan merupakan individu yang kedua indera penglihatannya tidak berfungsi sebagaimana halnya individu berpenglihatan normal. Demikian pula yang dialami oleh LS. Berbeda dengan teman-temannya, LS tidak dapat melihat karena dirinya mengalami kebutaan total. Pada usia tiga tahun LS dan orang tuanya mulai menyadari bahwa ada yang salah dengan mata LS. Menurut dokter yang ditemui LS, hal ini terjadi bukan akibat faktor genetis dan bukan sejak lahir, namun karena kelainan saraf mata yang dimilikinya. Akibatnya secara perlahan, LS kehilangan penglihatannya sampai pada akhirnya dirinya tidak dapat melihat sama sekali. Sejak diketahui adanya gangguan pada mata LS, pihak keluarga telah mengupayakan untuk mencari pengobatan bagi LS, namun tidak berhasil. Keluarga menyepakati perkataan dokter yang mengatakan bahwa gangguan pada saraf mata LS sudah tidak dapat disembuhkan lagi. “Kalau dari yang kutau gak ada. Dulu pernah ditanya, ada gak dari opung, gak ada. Dari orang mamak dan bapak juga gak ada. Cuma dulu aku waktu baru lahir belum buta. Waktu masih kecil belum ada terasa, tapi sekitar umur-umur balitalah tiga tahun baru terasa kek-kek ada kelainan.Bukan bawaan lahir. Dulu masi bisa melihat. Kami dua sebenarnya kira-kira sampe umur 8 tahun 9 tahun masih bisanya melihat, cuman yang berangsur-angsur berkurang. ” W1.R1B.139-156hal.4 “Ada yang bilang, saraf matanya yang gak bisa diobati lagi. Katanya, kami berdua saraf matanya yang kena... ” W1.R1B.163-167hal.4 “Berobat. Kemana-mana. Herbal juga udah dicoba. Tapi gada yang berhasil.” W1.R1B.159-161hal.4 Universitas Sumatera Utara “Iya, kalau ibaratkan benang katanya, uda kusut, udah terikat-ikat semua, udah payah.” W1.R1B.183-186hal.5 Jika dilihat dari ciri-ciri fisik matanya, secara sekilas kondisi mata LS tidak menunjukkan secara jelas bahwa dirinya adalah seorang tuna netra. Namun jika dilihat lebih seksama dapat diketahui bahwa ada kelainan pada matanya. Kerusakan mata LS bukan terletak pada bola matanya namun pada sarafnya, sehingga banyak orang awam yang terkadang tidak menyadari bahwa LS merupakan seorang tuna netra. Secara fungsi, LS telah kehilangan fungsi matanya secara total. LS sudah tidak dapat melihat lagi, namun LS masih dapat mengidentifikasi bayangan dan cahaya dalam intensitas tertentu, dan sebatas itulah yang dapat diandalkannya dalam hal visualisasi benda-benda, orang atau kegiatan maupun kejadian di depan matanya. “Bukan, bukan biji matanya yang rusak. Bukan korneanya. Tapi memang saraf matanya yang udah rusak ” W1.R1B.174-178hal.4 “Iya. Gak nampak kayak orang buta kan.” W1.R1B.179-180hal.4-5 “Palingan tinggal cahaya lah. Remang-remang, bayang-bayang masih bisa.” W1.R1B.221-223hal.5 “Kalau menurut tuna netra sendiri ya, tuna netra kan ada dua, low sama total. Sebenarnya kategorinya itu luas. Kalau dibilang low vision, sebenarnya kek aku ini pun ada yang bilang masih low vision karena masih bisa nangkap cahaya, masih ada respon. Kalau yang total sama sekali gak ada. Tapi kalau prakteknya, orang bilang beda. Kalau low vision katanya masih bisa ngeliat. Nah kalau kek aku dibilang orang uda total. Sama tuna netra sendiri pun aku dibilang uda total. Tapi kalau orang yang benar-benar mengerti, itu aku dibilang low visoion. Karena itu kan ada tingkatan- tingkatannya. Ada T11, T12, kek aku uda dibilang T13 ” W4.R1B.323-341hal.59-60 Universitas Sumatera Utara Kini setelah bertahun-tahun menyandang kebutaan, LS sudah mampu beradaptasi dengan kondisi matanya. Bersamaan dengan menghilangnya penglihatan LS secara berangsur-angsur, LS juga perlahan-lahan belajar mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Ada beberapa orang yang menyarankan LS untuk kembali memeriksakan matanya dan mencoba mencari pengobatan. Pada dasarnya LS berkeinginan melakukannya dan berpendapat bahwa mungkin saja masih ada peluang memperbaiki penglihatannya, meskipun tidak sembuh total, mengingat bahwa tekknologi zaman sekarang sudah lebih baik dari zaman dulu ketika ia pertama kali memeriksakan diri. Namun LS masih enggan untuk memeriksakan diri dan tampaknya biaya pengobatan yang menjadi kendala. Walaupun demikian, jika ada orang atau pihak yang bersedia secara ikhlas membiayainya, LS dengan antusias akan mengambil kesempatan tersebut. “Makanya ada dosen yang bilang, coba periksa, karena kau masih bisa liat bayangan atau cahaya. Mana tau teknologi sekarang lebih bisa membantu. Kurang tau juga lah pak kubilang, belum pernah periksa ” W4.R1B.307-315hal.59 “Gak tau juga. Soalnya kan gini, periksa aja kan bayar.” W4.R1B.316-318hal.59

c. Pendidikan Sekolah