Dalam menjalani keseharian DD di kampus, dan juga dalam mengerjakan tugas-tugas dan kewajiban kuliah, DD hampir selalu membutuhkan pertolongan
temannya. DD selalu membutuhkan bantuan orang lain. “Iyalah, aku hampir 80 persen semua kegiatan kampus itu memang mesti
dibantu temanlah. Kalau gak ya gak bisa ”
W2.R3B.1386-1390hal.184 “Ya kalau misalnya kek ngetik bisanya aku sendiri, tapi kan harus ada yang
bantu bacain. Kalau jalan bisanya aku sendiri, tapi kadang kan harus ada juga yang nuntun.Kalau membaca aku bisa, tapi kan harus
braille, nulis juga gitu, Ya intinya bisa pun aku melakukan sendirian, ujung-ujungnya pasti ada aja
hal yang gak bisa kulakukan sendiri jadi memang butuh bantuan orang lain ”
W2.R3B.1391-1406hal.184
b. Solusi atas masalah keluarga
Keadaan keluarga DD yang kurang harmonis terutama diantara kedua orangtua DD, dan diantara ayah dan abang DD selalu menjadi beban pikiran
DD. Belakangan ini DD dan saudara-saudaranya sudah mengupayakan untuk memperbaiki keadaan tersebut. Namun hingga sekarang keluarga DD masih juga
belum pernah berkumpul bersama lagi. DD dan para kakaknya secara bergantian mencoba membicarakan masalah ini dengan orang tuanya, dan membujuk agar
orangtua mereka kembali bersatu, namun tampaknya ayah dan ibu DD sama- sama keras dan tidak mau mendengarkan saran anak-anaknya. Hingga saat ini,
bentuk usaha DD masih sampai di situ, namun jauh di lubuk hati DD dan kakak- kakanya, mereka masih sangat menginginkan agar orangtua mereka dapat rujuk
kembali. “Mmmm, kami lah yang mengusahakan supaya baik.”
W2.R3B.1229-1231hal.180
Universitas Sumatera Utara
“Ya kami dah ketemu. Kami dah ke Sidikalang. Ketemu bapak. Tapi mamak gak ikut. Maksudnya kami. Tapi gak sekali semua, maksudnya
ganti-gantian. Aku udah pernah, abang uda pernah, kakak juga. Semua kami dah pernah. Kami dah kasih saran kepada bapak. Tapi gak ada respon
positif.
” W2.R3B.1257-1269hal.181
“Iya, Kami bilang ayolah kesana. Dia gak mau. Mamak sama bapak keras, Sama-sama keras. Mungkin mamak dah terlalu banyak sakitnya kurasa.
Bapak juga. Gak tahulah entah salahnya dimana. Mungkin kami juga yang salah gak tahu juga. Entah lah dek, entah ada masalah kami ke mereka.
” W2.R3B.1270-1282hal.181
“.....walaupun orangtuaku begitu, maunya dengan kehadiranku, dengan kerjaanku, aku masih tetap berharap loh mereka bisa menjadi lebih baik.
Atau misalnya nanti pada saat aku menikah, gara-gara aku menikah, mereka
bisa satu rumah lagi.” W3.R3B.808-818hal.201
c. Solusi atas sifat-sifat negatif
DD merupakan orang yang sangat tertutup dan sulit membagi cerita hidupnya kepada orang lain. Itu pula yang menyebabkan banyak teman-teman DD
yang tidak tahu banyak tentang dirinya. Yang DD lakukan jika sedang mengalami masalah adalah diam, namun atau DD melakukan perubahan pada rambutnya atau
anggota tubuh lainnya. Namun DD sadar bahwa berdiam diri tidak sehat, sehingga DD berusaha untuk tetap menunjukkan diri yang ceria dan gembira. DD sering
menjadikan keceriaannya sebagai topeng untuk menutupi perasaan DD yang sebenarnya. Menurut DD jika DD diam saja malah dapat membuat dirinya terlalu
membenamkan diri dalam permasalahan dan mengingat-ingatnya terus. “Cara menyalurkannya, biasanya, aku diam. Biasanya aku ke tubuhku
sendiri. Yang ku pangkaslah rambutku, atau apalah ”
W3.R3B.398-407hal.193
Universitas Sumatera Utara
“Kali-kali mungkin sih gitu, supaya orang gak tau apa yang kurasa, Jadi aku mencoba untuk ceria. Makanya terkadang kalau misalnya diam, aku bisa
diam terus. Kalau aku diam, semua itu yang di dalam pikiranku, yang ngambang sampai ke belakang-belakang bisa teringat.
” W3.R3B.411-422hal.193
DD juga termasuk orang yang gampang mengeluh dan “tidak suka” dengan berbagai hal, seperti cara berpikir orang lain, reaksi orang lain terhadap dirinya,
kebiasaan orang lain yang tidak disukainya, dan banyak lagi. Untuk masalah- masalah seperti ini, DD lebih banyak pasrah dan mencoba menerima, tanpa ada
usaha untuk membuat lebih baik atau lebih buruk. Terkadang DD juga memilih untuk mengambil sisi positifnya dan mengambil hikmahnya saja.
“....kalaupun gak masuk pun, ya udah. Gitu.” W1.R1B.hal.
“Yaaa..mau tidak mau, karena lingkungan berkata demikian, ya aku harus mengikut arus.”
W2.R3B.491-494hal.166
“. Tapi, istilahnya kasarnya, mau gimana lagi?” W3.R3B.523-525hal.167
“.....Kalau memang Tuhan tempatkan aku harus jadi pendeta jemaat, yaudalah...gitu”
W2.R3B.584-587hal.168
“....Tapi itulah, seperti tadi dek, kita gak bisa paksakan mereka harus seperti kita pemikirannya. Itu tadilah, kita jadi banyak makan hati lah.....”
W2.R3B.793-796hal.172
4. Faktor-faktor Protektif