menggunakan angkutan umum, dan harus jalan dari dan ke simpang kampus, karena angkutan umum tidak ada yang masuk ke kawasan kampus. LS juga tidak
memiliki orang atau teman yang khusus dalam membantunya melakukan semua kegiatan perkuliahan, sehingga LS harus mencari alternatif sendiri untuk segala
kesulitannya. Sistem belajar di jurusan musik kurang lebih sama dengan fakultas-
fakultas lainnya, namun cukup berbeda dengan sistem belajar yang seharusnya diterima oleh tuna netra. Fasilitas yang dibutuhkan LS sebagai seorang tuna netra
tidak disediakan oleh jurusan ini sehingga LS mengaku terkendala dalam proses belajarnya, dan juga mengalami kesulitan dalam mengikuti beberapa kegiatan
kuliah di Jurusan musik. Walaupun demikian, LS sering berupaya mencari jalan keluar dan mengatasi permasalahan yang dihadapinya dengan cara meminta
bantuan teman-temannya. LS sering mengandalkan dirinya sendiri dalam memotivasi dirinya untuk dapat selalu maju dan menjadi lebih baik.
4. Data Observasi Selama Wawancara
Wawancara dilakukan setelah LS setuju untuk memberikan infomasi mengenai pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian. Peneliti
tidak mengalami kesulitan apapun dalam mengajak LS untuk berpartisipasi di dalam penelitian ini. LS merupakan orang yang
easy-going dan tidak banyak menuntut. Hal ini tampak dari cara LS menerima peneliti dengan terbuka dan
tidak memberi syarat apapun dalam menjadi responden penelitian. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti menelepon. Pertemuan pertama dengan
LS terjadi setelah peneliti meminta persetujuan LS untuk menjadi responden.
Universitas Sumatera Utara
Dengan ramah, LS bersedia dan setuju untuk bertemu. Peneliti membuat janji untuk bertemu dengan LS dan keesokan harinya mendatangi LS ke kampusnya
sekitar pukul 14.00 WIB setelah LS menyelesaikan segala kegiatan kuliahnya. Sesampainya peneliti di kampus LS, tampak banyak mahasiswa yang duduk di
lobby kampus. Peneliti mencoba mencari LS, namun karena belum pernah bertemu, peneliti tidak mengenali LS. Peneliti menghubungi LS ke telepon
genggamnya, dan langsung melihat seorang mahasiswa yang juga mengangkat teleponnya berbarengan dengan waktu LS menjawab panggilan telepon peneliti.
Peneliti langsung mendatangi mahasiswa tersebut, dan memperkenalkan diri. Ternyata LS telah sengaja menunggu kedatangan peneliti didampingi dengan dua
orang teman perempuannya. Peneliti ikut duduk disamping mereka. Pada saat berkenalan, sikap LS sangat hangat dan ramah, namun tidak
banyak bicara. LS hanya menjawab apa yang ditanyakan dan dengan kalimat- kalimat yang pendek. Peneliti mencoba mencairkan suasana dengan mengatakan
hal-hal yang lucu, dan LS serta teman-temannya pun tertawa. Peneliti mencoba menanyakan hal-hal yang umum kepada LS, dan LS menjawab setiap pertanyaan
peneliti. LS seperti kurang nyaman membicarakan dirinya di depan teman- temannya, tampak dari cara LS mencoba menjaga percakapan tetap pendek dan
positif. LS juga terlihat agak gugup karena sering menggaruk-garuk kepala dan menggosok-gosok jarinya. Kaki kanannya juga kerap kali digoyang-goyang.
Secara fisik, LS memiliki postur tubuh yang kecil, memiliki tinggi badan sekitar 150 cm, berat badan 50 kg, kurus, bentuk muka bulat, berkulit sawo
matang, dan berambut pendek hitam. Cara berpakaiannya mirip dengan
Universitas Sumatera Utara
mahasiswa pada umumnya, mengenakan kemeja dan celana panjang serta sepatu. Pada saat itu LS mengenakan kemeja biru kotak-kotak dan celana panjang hitam
serta sepatu hitam, dan menyandang sebuah tas hitam. Secara sekilas, LS tidak tampak seperti tuna netra, karena secara fisik, matanya tidak seperti mata tuna
netra pada umumnya. Biji matanya tidak mengalami kerusakan fisik sehingga tampak seperti mata normal. Namun jika diperhatikan dengan lebih jelas, dengan
segera dapat diketahui bahwa LS adalah tuna netra, karena mata LS kerap kali berkedip dan cenderung menutup karena tidak tahan dengan cahaya matahari. LS
juga sering menunduk, dan pada saat berjalan, akan sangat tampak bahwa pergerakan LS sangat terbatas, dan juga sering didampingi orang lain di
sebelahnya untuk membantunya berjalan ataupun melakukan kegiatan lain yang harus melibatkan penglihatan.
Pada pertemuan pertama ini, peneliti mencoba menjelaskan dengan rinci mengenai maksud dan tujuan peneliti mengajak LS untuk menjadi responden.
Responden tampak tenang dan mendengarkan dengan seksama. Peneliti juga memberitahukan apa saja yang dilakukan dan bahwa setiap data yang didapatkan
bersifat rahasia dan bukan untuk dipublikasikan. Peneliti juga membacakan isi informed consent yang peneliti bawa, dan kemudian menanyakan kepada LS jika
ada yang ingin ditanyakan atapun ada persyaratan yang hendak diajukannya. Namun LS tidak memiliki pertanyaan atau persyaratan apapun dan bersedia serta
menandatanganinya. Peneliti dan LS melanjut mengobrol membicarakan hal-hal yang umum, dan LS perlahan-lahan mulai semakin santai dan tidak segugup awal,
Universitas Sumatera Utara
tampak dari sikap tangan dan kaki yang lebih tenang. Pertemuan ini berlangsung selama kurang lebih 40 menit, dan semua berjalan dengan lancar.
Pada pertemuan kedua, peneliti telah mengatur waktu untuk bertemu dengan LS kembali di kampusnya sekitar pukul 11.30 WIB. Peneliti merasa
bahwa LS belum begitu terbuka sehingga peneliti memutuskan untuk tetap mencoba membangun rapport terlebih dahulu dengan cara mengajak mengobrol
mengenai hal-hal yang masih umum serta kegiatan sehari-harinya. Kali ini peneliti mengajak LS untuk ke tempat yang lebih sepi dan tidak ribut agar
terhindar dari distraktor, sehingga akhirnya obrolan dilanjutkan di lobby
perpustakaan USU, yang terletak tepat di seberang kampus LS. Peneliti dan LS berjalan ke seberang sambil tetap mengobrol. Peneliti membantu LS mengarahkan
jalannya dengan memegang lengannya dan berjalan dengan pelan-pelan. Sambil berjalan, peneliti terus berbincang-bincang dengan LS dan LS sudah mulai
mengeluarkan candaan-candaan. Sesampainya di lobby perpustakaan peneliti dan
LS duduk lesehan di bawah dan melanjutkan obrolan. LS kembali terlihat gugup
dan tidak nyaman. Tas LS tidak dilepas, dan cara duduk LS tidak menunjukkan posisi yang santai. Peneliti meminta LS untuk santai saja dan tidak tegang dan LS
pun tertawa. Perbincangan berlangsung selama kurang lebih 25 menit dan LS sudah mulai semakin akrab dengan peneliti. Pada pertemuan pertama ini LS
menggunakan kata sapaan “Saya” untuk menyebut dirinya, dan memanggil peneliti dengan kata “kakak”, namun pada saat ini, LS sudah menggunakan kata
sapaan “Aku” untuk menyebut dirinya dan “kamu” untuk peneliti, begitu mengetahui ternyata usia LS lebih tua dari peneliti.
Universitas Sumatera Utara
Proses wawancara pertama dilakukan di salah satu rumah makan cepat saji, yaitu di Texas Epicentrum. Peneliti menawarkan LS untuk memesan
makanan namun LS menolak dengan alasan sudah makan. Peneliti tetap meminta LS untuk memesan makanan dan akhirnya LS setuju untuk dipesankan kentang
goreng dan minuman soda. Keadaan rumah makan tersebut dapat dikatakan cukup ramai karena sedang jam makan siang, sehingga peneliti memutuskan untuk
mengambil tempat di lantai 2. Ternyata di atas juga tidak begitu sepi, namun setidaknya tidak seramai dibawah. Peneliti dan LS duduk di salah satu tempat
yang agak di ujung, sambil mengatur posisi makanan dan minuman di meja. Peneliti memulai proses wawancara dengan mengikuti pertanyaan-pertanyaan di
pedoman wawancara yang telah disiapkan. Sebelumnya peneliti meminta izin kepada LS untuk merekam percakapan tersebut dan LS memberikan izin. Pada
saat wawancara, LS tidak menyentuh makanannya sehingga peneliti menyuruh LS untuk sambil makan. Awalnya LS hanya mengatakan iya, namun tetap terlihat
segan untuk makan di depan peneliti. Peneliti kembali mengingatkan untuk sambil makan saja, karena peneliti juga mewawancara sambil makan, dan supaya dibawa
santai saja. Akhirnya LS memulai memakani kentang gorengnya. Selama proses wawancara, LS sudah tidak kaku sama sekali. Ini terlihat
dari cara berbicara LS yang semakin santai dan lancar. LS juga hampir selalu menyelipkan candaan dalam setiap argumennya. Satu-satunya hal yang
tampaknya sulit dilakukan LS adalah berbicara sambil makan kentang goreng. Setiap kali LS menjawab pertanyaan dari peneliti, LS kembali tidak memakannya,
dan harus kembali diingatkan. Terkadang LS juga ngomong sambil memutar-
Universitas Sumatera Utara
mutar kentangnya di saus cabe di piringnya, dan kemudian meletakkannya kembali. Hal ini tanpa disadarinya terus diulangi LS selama proses wawancara.
Sepanjang proses wawancara LS terlihat lancar menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan. Pada saat ditanyakan mengenai data dirinya LS
memiliki cerita yang lucu seingga sepanjang membicarakan topik tersbut LS dan peneliti banyak tertawa bahkan sampai terbaha-bahak. Kemudian ketika peneliti
mengarahkan kepada pertanyaan mengenai permasalahan ataupun kendala- kendala, LS terlihat serius dan sedikit memberi penekanan dari beberapa hal yang
dikatakannya. Hal tersebut terlihat dari raut muka LS yang berubah sedikit menjadi datar dan menggunakan suara sedikit lebih kuat ketika menjawab, lalu
terkadang LS terlihat diam dan sedang berpikir. Ketika bercerita mengenai permasalahannya dalam pergaulan, LS juga beberapa kali terlihat geram, dengan
raut muka yang sedikit kesal. Selama wawancara LS jarang meminta pengulangan pertanyaan. LS selalu
mendengarkan dengan seksama setiap pertanyaan dari peneliti, dan menjawabnya. Ketika LS merasa pertanyaan tersebut tidak jelas, dia tidak segan untuk bertanya
lagi kepada peneliti. Setiap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan beberapa ada yang dijawab dengan singkat, dan ada juga yang dijawab secara panjang lebar.
Sesekali ia tertawa apabila merasa lucu dengan pertanyaan atau pun jawaban yang ia sampaikan. Terkadang ia juga cukup serius. Seperti halnya pada saat
peneliti memberikan pertanyaan mengenai perasaannya menjadi seorang tuna netra. Muka LS tampak serius dalam menjelaskan perasaannya. Secara umum,
Universitas Sumatera Utara
wawancara ini berjalan lancar, hanya saja situasi ruangan yang agak ribut dan orang yang lalu lalang sedikit menjadi kendala dalam proses wawancara tersebut.
Proses wawancara ke-dua berlangsung di lobby Perpustakaan USU.
Peneliti sengaja mengajak responden ke tempat ini karena lebih sepi dan tenang sehingga tidak terlalu banyak hal-hal yang mengganggu. Kali ini responden dan
peneliti sudah jauh lebih akrab, terlihat dari cara bicara responden yang kian lepas dan
ceplas-ceplos. Responden kembali mengenakan kemeja berwarna coklat dan celana panjang hitam. Pada wawancara kali ini peneliti banyak menanyakan
mengenai masalah-masalah yang dihadapi responden di perkuliahan serta solusi apa yang diambil responden untuk mengatasi setiap masalahnya. Setiap
pertanyaan dijawab dengan lancar, namun ada kecenderungan responden untuk menjawab singkat-singkat tanpa memberikan penjelasan yang detil sehingga
peneliti harus memberikan pertanyaan yang mengarahkan, agar mendapat jawaban yang lebih lengkap dan jelas.
Wawancara ke tiga kembali dilaksanakan di lobby perpustakaan.
Responden sedang dalam mood yang baik, tampak dari guyonan-guyonan yang
disampaikannya selama perjalanan kaki dari kampus LS ke lobby perpustakaan.
Responden dan peneliti duduk lesehan dibawah dan segera memulai wawancara.
Responden terlihat lebih santai dari cara duduk yang mengambil posisi nyaman dengan merentangkan kaki. Keadaan cuaca yang cukup mendung cukup
mengundang kekhawatiran akan hujan, namun wawancara tetap dilanjutkan. Kali ini peneliti mengkonfirmasi beberapa hal dari wawancara sebelumnya dan
kemudian mulai menanyakan hal-hal sehubungan dengan faktor pendukung
Universitas Sumatera Utara
responden dalam proses belajarnya di kampus. Proses wawancara berjalan dengan lancar hingga kira-kira 30 menit kemudian, hujan mulai turun. Responden dan
peneliti tetap di tempat semula, namun lebih mundur agar tidak terkena hujan. Sisa wawancara dilanjutkan dengan lancar dan diselangi dengan banyak canda
tawa. Responden terlihat bersemangat dalam menceritakan pengalaman- pengalaman yang lucu, dan beberapa kali terlihat geram ketika menceritakan
mengenai teman-temannya yang terkadang kurang sopan terhadapnya. Hal ini terlihat dari ekspresi muka dan intonasi suara yang lebih tinggi.
Wawancara terakhir dilakukan di dalam perpustakaan kampus. Responden terlihat
casual dengan kaos hijau dan jeans biru serta sepatu hitam, sambil menyandang tas hitamnya. Cuaca yang sangat terik membuat peneliti dan
responden memilih untuk mengambil tempat di dalam perpustakaan, walaupun pada akhirnya di dalam ruangan pun dapat dibilang cukup panas, karena beberapa
AC air condotioner yang tidak berfungsi. Keadaan ruangan hening meskipun
cukup ramai. Responden dan peneliti mengambil tempat di salah satu meja yang kosong dan memulai wawancara. Kali ini, peneliti hanya ingin menanyakan serta
mengkonfirmasi beberapa hal yang masih kurang jelas dari wawancara- wawancara sebelumnya. Proses wawancara berjalan seperti sedang mengobrol,
dan tidak kaku sama sekali. Selama wawancara responden kerap mengetuk-ngetuk jarinya ke meja di depannya. Hal ini sering dilakukannya ketika sedang
memikirkan suatu jawaban untuk pertanyaan yang diajukan. Misalnya ketika peneliti menanyakan kembali mengenai masa-masa sekolahnya, responden
mengambil waktu sejenak dan terdiam, sambil mengetuk-ngetuk jarinya ke meja,
Universitas Sumatera Utara
seolah-olah sedang mengumpulkan memori untuk mengingat masa lalunya dan menyiapkan jawabannya. Dari setiap jawaban yang dilontarkan responden, dapat
dilihat responden semakin lancar dalam memberikan jawaban dan tidak lagi memberikan jawaban yang pendek dan tertutup. Wawancara berlangsung selama
kurang lebih satu setengah jam dan berjalan dengan lancar.
5. Analisa Data Wawancara 1. Latar Belakang