Pendekatan atas-bawah merupakan pendekatan yang sangat ideal, dan secara teoritis, pendekatan itu merupakan salah satu kecenderungan baru dalam
studi penerjemahan, yang lebih mementingkan proses daripada produk pengalihan pesan satuan lingual yang paling tinggi, yaitu teks. Namun, kenyataan
menunjukkan bahwa pendekatan tersebut tidak selalu dipraktikkan dalam kegiatan penerjemahan Nababan, 2004.
2.1.5 Strategi Penerjemahan
Strategi penerjemahan merupakan bagian dari proses penerjemahan. Dengan kata lain, strategi penerjemahan diterapkan pada saat proses penerjemahan berlangsung,
baik pada tahap analisis teks bahasa sumber maupun pada tahap pengalihan pesan. Lorscher 2005 mendefinisikan strategi penerjemahan sebagai prosedur yang digunakan
penerjemah dalam memecahkan permasalahan penerjemahan. Oleh sebab itu, strategi penerjemahan dimulai dari disadarinya permasalahan oleh penerjemah dan diakhiri
dengan dipecahkannya permasalahan atau disadarinya bahwa masalah tersebut tidak dapat dipecahkan pada titik waktu tertentu.
Krings 1986 mengklasifikasikan strategi penerjemahan menjadi: 1 strategi pemahaman comprehension, yang meliputi penarikan kesimpulan inferencing dan
penggunaan buku referensi, 2 pencarian padanan terutama asosiasi interlingual dan intralingual, 3 pemeriksaan padanan seperti membandingkan teks bahasa sumber dan
teks bahasa sasaran, 4 pengambilan keputusan memilih di antara dua solusi yang sepadan, dan 5 reduksi misalnya terhadap porsi teks yang khusus atau metaforis.
Gerloff 1986 juga memberikan penggolongan yang hampir sama bahwa strategi
penerjemahan terdiri atas kategori-kategori: 1 identifikasi permasalahan, 2 analisis linguistik, 3 pencarian dan penyimpanan informasi, 4 pencarian dan pemilihan umum
informasi, 5 penarikan kesimpulan atas isi teks dan pengambilan pertimbangan, 6 kontekstualisasi teks, dan 7 pemantuan tugas.
Jaaskelainen 1993 dan Mondhal Jensen 1996 menggolongkan strategi penerjemahan secara sederhana. Jaaskelainen 1993 menggolongkan strategi
penerjemahan menjadi dua, yaitu 1 strategi global, yang menyangkut tugas penerjemahan secara keseluruhan pertimbangan tentang gaya bahasa dan pembacanya
dan lain sebagainya , 2 strategi lokal, yang menyangkut hal-hal spesifik misalnya, pencarian leksis. Sementara itu, Mondhal Jensen 1996 juga membagi strategi
penerjemahan menjadi dua, yaitu: 1 strategi produksi, yang dibagi lagi menjadi dua, yaitu a asosiasi spontan dan reformulasi, dan b strategi reduksi yang terdiri atas strategi
penghindaran dan strategi penggantian secara tidak khusus leksis yang khusus, dan 2 strategi evaluasi, yang meliputi refleksi terhadap kememadaian dan keberterimaan
padanan terjemahan. Lorscher 2005 membagi strategi penerjemahan menjadi : 1 struktur dasar, 2
struktur perluasan, dan 3 struktur kompleks. Struktur dasar terdiri atas lima tipe strategi penerjemahan. Tipe I adalah pengenalan masalah, yang diikuti oleh pemecahan masalah
secara langsung atau diikuti oleh pengenalan masalah yang sementara belum terpecahkan. Tipe II sama dengan Tipe I tetapi di dalamnya terdapat fase tambahan, yaitu
fase pencarian solusi untuk memecahkan masalah. Tipe III juga sama dengan Tipe I, tetapi di dalamnya terdapat fase tambahan, yaitu pemverbalisasian masalah. Tipe IV
terdiri atas pengenalan masalah, yang diikuti oleh pemecahan masalah secara langsung
atau diikuti oleh pengenalan masalah yang sementara belum terpecahkan, dan di dalamnya terdapat fase pencarian solusi untuk memecahkan masalah dan fase
pemverbalisasian masalah. Tipe V merupakan struktur belah dua. Ketika masalah yang kompleks timbul dan tidak terpecahkan pada waktu yang bersamaan, penerjemah
cenderung memecahnya menjadi beberapa bagian dan kemudian bagian-bagian dari masalah tersebut dipecahkan secara berurutan. Struktur perluasan terdiri atas struktur
dasar yang mengandung satu perluasan atau lebih. Perluasan diartikan sebagai unsur- unsur tambahan dari strategi itu sendiri. Struktur kompleks terdiri atas beberapa struktur
dasar danatau struktur perluasan. Penelitian-penelitian tentang strategi penerjemahan pada awalnya merupakan
penelitian non-komparatif, yang bertujuan mendeskripsikan strategi penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah profesional dalam melaksanakan tugas penerjemahan.
Seguinot 1991, misalnya, membandingkan strategi penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah yang tingkat penguasaan bahasa asingnya berbeda. Subjek penelitiannya
dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri atas mahasiswa-mahasiswa yang bahasa ibunya adalah bahasa Perancis, dan kelompok kedua terdiri mahasiswa-
mahasiswa yang bahasa ibunya adalah bahasa Inggris plus, yang menguasai bahasa Perancis dengan baik. Subjek penelitian ditugaskan untuk menerjemahkan dua teks iklan
dari bahasa Perancis ke dalam bahasa Inggris. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mahasiswa yang bahasa ibunya adalah bahasa Inggris menerapkan strategi pemeriksaan
dan revisi monitoring and revision strategies secara lebih efisien dan melakukan tugasnya cenderung pada tataran tekstual. Subjek penelitian yang bukan penutur asli
bahasa Inggris, dalam melakukan tugas penerjemahan, lebih mengandalkan prinsip-
prinsip yang sudah dipelajari dan proses penerjemahan yang dilakukan berada pada tataran leksikal.
Penelitian komparatif tentang strategi penerjemahan dilakukan oleh Jaaskelainen 1993, yang membandingkan antara penerjemah profesional dan penerjemah semi
profesional dengan penerjemah non-profesional. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerjemah profesional dan semi profesional cenderung menerapkan strategi global dan
melakukan tugas penerjemahan secara lebih sistematis melalui perencanaan. Sebaliknya, penerjemah non-profesional melakukan tugas penerjemahan dengan cara yang
serampangan. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Lorscher 2005, yang membandingkan strategi penerjemahan penerjemah profesional dengan strategi
penerjemahan penerjemah non-profesional mahasiswa bahasa asing. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara kualitatif tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
kedua kelompok tersebut. Namun, secara kuantitatif kedua kelompok tersebut berbeda dalam hal distribusi dan frekuensi strategi yang digunakan. Di samping itu, penerjemah
profesional cenderung menggunakan pendekatan makna, sedangkan penerjemah non- profesional cenderung menerapkan pendekatan bentuk. Perbedaan lainnya adalah bahwa
penerjemah profesional cenderung memperlakukan penerjemahan pada tataran teks. Sebaliknya, penerjemah non-profesional cenderung memperlakukan penerjemahan pada
tataran leksikal.
2.1.6 Strategi Penilaian Kualitas Terjemahan