100
sisanya akan beralih ke Koperasi Ikhtiar Swadaya Mitra ISM Gula Merah. Produsen atau petani yang menghasilkan gula merah keuntungannya hanya
berkurang 3.45 persen, kali jumlah produk kali harga akhir di tingkat konsumen. Berdasarkan harga yang diterima produsen relatif terhadap harga yang dibayar
konsumen, maka sistem pemasaran gula merah pada alur kedua ini sangat efisien karena proporsi harga yang diterima produsen jauh lebih tinggi daripada
yang beralih kepada Koperasi ISM Gula Merah. Hal ini sangat menguntungkan pihak petani atau produsen sebab proporsi resiko yang ditanggung petani
mendapat harga yang sangat tinggi. Karena proporsi harga yang diterima petani dari keseluruhan harga yang terbentuk dalam alur kedua pemasaran gula kelapa
ini sangat besar, maka dapat dikatakan position petani sangat kuat terhadap pasar.
Tabel 28. Hasil Analisis Marjin Pemasaran Gula Kelapa Pada Alur Kedua No
Uraian Nilai Rp Kg
1 Harga Jual
Petani 5600
96.55 a. Bahan baku
1925 b. Tenaga kerja
1000 c. Input lain
250 d. Pengemasan
50 Total
Biaya 3225
Harga Bersih Petani 2375
2 Koperasi ISM Gula Merah
a. Harga beli 5600
b. Biaya transportasi 100
Total Biaya
100 Harga Jual ke Pabrik Kecap
5800 Keuntungan
bersih 100
Marjin Pemasaran
200 3.45
Total Marjin Pemasaran 200
Total Biaya Pemasaran 3325
Total Keuntungan
100
5.5.2 Arang Tempurung
Usaha kecil pengolahan arang tempurung yang dilakukan di Kabupaten Pacitan masih sangat terbatas. Salah satu unit usaha kecil yang melakukan
pengolahan arang tempurung di Kabupaten Pacitan adalah Pesantren Nurul Dholam yang berada di Kecamatan Kebonagung. Proses produksi yang
dilakukan masih menggunakan teknologi sederhana yang dibuat sendiri dengan memanfaatkan drum-drum bekas yang dimodifikasi dan peralatan lainnya.
Usaha ini menggunakan hasil samping buah kelapa yaitu tempurung kelapa yang
101
dikumpulkan dari para petani dan pasar sekitar. Produk arang tempurung yang dihasilkan merupakan bahan baku industri arang aktif atau bahan bakar bagi
produk tertentu. Permintaan arang tempurung kelapa tergantung pada aktifitas dan
produktifitas industri arang aktif yang berada di Kota Surabaya dan sekitarnya. Peluang permintaan sebenarnya lebih besar apabila arang tempurung tersebut
dipasarkan ke berbagai industri arang aktif di Jakarta dan beberapa daerah lainnya. Peluang permintaan ini dapat juga meningkat apabila rumah tangga
mempergunakan arang tempurung sebagai bahan bakar sehari-harinya atau beberapa industri kecil makanan seperti berbagai industri keripik, pedagang
sateikan bakar dan sebagainya, juga mempergunakan arang tempurung ini sebagai bahan bakarnya.
Tabel 29. Hasil Analisis Marjin Pemasaran Arang Tempurung No Uraian
Nilai Rp Kg 1 Harga
Jual Petani
1100 44
a. Bahan baku 400
b. Tenaga kerja 75
c. Input lain 150
d. Pengemasan 50
Total Biaya 675
Harga Bersih Petani 425
2 Pedagang Pengumpul
a. Harga beli 1100
b. Biaya sortasi 100
c. Biaya transportasi 200
d. Biaya penyimpanan 200
Total Biaya 500
Harga Jual
2500 Keuntungan Bersih
900 Marjin
Pemasaran 1400
56 Total Marjin Pemasaran
1400 Total Biaya Pemasaran
1175 Total Keuntungan
900 Hasil analisis marjin pemasaran arang tempurung, yang disajikan pada
Tabel 29 menunjukkan bahwa marjin total pemasaran arang tempurung adalah sebesar Rp 1400kg, yang artinya selisih antara harga yang diterima produsen
dengan harga yang diterima konsumen adalah sebesar nilai tersebut. Proporsi harga yang diterima petani sebesar 44 persen sedangkan sisanya akan beralih
ke pedagang pengumpul sebesar 56 persen. Produsen atau petani yang menghasilkan arang tempurung keuntungannya berkurang 56 persen, kali jumlah
102
produk kali harga akhir di tingkat konsumen. Berdasarkan harga yang diterima produsen relatif terhadap harga yang dibayar konsumen, maka semakin tinggi
proporsi harga yang diterima produsen, semakin efisien sistem pemasaran tersebut. Sistem pemasaran arang tempurung ini relatif kurang efisien karena
proporsi harga yang diterima produsen lebih rendah daripada yang beralih kepada pedagang pengumpul. Hal ini tidak menguntungkan pihak petani atau
produsen sebab proporsi resiko yang ditanggung petani tidak mendapat harga yang lebih tinggi. Karena proporsi harga yang diterima petani dari keseluruhan
harga yang terbentuk dalam pemasaran arang tempurung ini relatif redah, maka dapat dikatakan position petani masih lemah terhadap pasar.
5.5.3 Nata de coco