Faktor Internal Analisis Faktor Internal dan Eksternal

117

VI. PERUMUSAN STRATEGI

Perumusan alternatif strategi pembangunan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap masukan input stage dengan melakukan identifikasi faktor internal dan eksternal; tahap penggabungan matching stage ; serta tahap pengambilan keputusan decision stage. Metode yang dipilih untuk merumuskan strategi adalah analisis SWOT Strength- Weakness-Opportunity-Threat dan analisis QSPM Quantitative Strategic Planning Matrix.

6.1 Analisis Faktor Internal dan Eksternal

Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan responden di lapangan, diperoleh beberapa faktor strategis yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan. Faktor strategis tersebut terdiri dari 1 faktor internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan, 2 faktor eksternal yang meliputi peluang dan ancaman.

6.1.1 Faktor Internal

Beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan terdiri dari kekuatan strengths dan kelemahan weakness. Faktor kekuatan meliputi: 1 kebijakan pemerintah daerah, 2 potensi sumberdaya alam keunggulan komparatif dan kompetitif, 3 penyerapan tenaga kerja, 4 produk turunan kelapa memiliki nilai tambah, 5 produk turunan kelapa memiliki kelayakan finansial dan menguntungkan. Faktor kelemahan meliputi: 1 kualitas dan ketrampilan SDM, 2 kelembagaan penunjang, 3 informasi dan jaringan pemasaran, 4 infrastruktur sarana dan prasarana, 5 permodalan dan akses pembiayaan. Kekuatan 1. Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan, sesuai Keputusan Menteri Pembangunan Tertinggal Nomor 01 Tahun 2005, merupakan salah satu dari 8 kabupaten di Jawa Timur yang masuk kategori daerah tertinggal. Daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Dalam rangka melaksanakan 118 percepatan pembangunan di segala bidang sesuai kaidah-kaidah pembangunan daerah, yang merupakan misi pertama Kabupaten Pacitan sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM Kabupaten Pacitan Tahun 2006 – 2011, maka ditempuh kebijakan sebagai berikut: a penguatan dan perluasan jaringan pasar lokal serta optimalisasi sektor prioritas, b pengembangan kewirausahaan berbasis sumberdaya lokal dan sektor prioritas, c peningkatan sarana dan prasarana perekonomian, d konservasi ekologi kawasan, e penanggulangan kemiskinan dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, f peningkatan layanan pendidikan dan kesehatan. Sektor pertanian merupakan sektor prioritas, karena memberikan sumbangan terhadap PDRB tahun 2005 sebesar 41.7 persen. Selain itu sektor pertanian menghidupi sebagian besar penduduk Pacitan yaitu 345,000 tenaga kerja. Meskipun sumbangan terhadap PDRB besar, sektor ini hanya mampu memberikan pendapatan rata-rata Rp 1,500,000 per tahun per tenaga kerja. Oleh karena itu diperlukan optimalisasi sektor pertanian agar mampu meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petani. Program prioritas yang diarahkan untuk menyelesaikan persolan- persoalan mendasar yang dihadapi oleh Kabupaten Pacitan sebagai salah satu daerah tertinggal sebagaimana tertuang dalam RPJM Daerah Kabupaten Pacitan dan Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal Stranas PDT adalah: a program pengembangan ekonomi lokal, b program pemberdayaan masyarakat, c program pengembangan sarana dan prasarana, d program pencegahan dan rehabilitasi bencana, dan e program pengembangan daerah perbatasan. Program pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan berdasarkan kondisi dan potensi wilayah, diarahkan pada kegiatan pokok sebagai berikut: a meningkatkan kemampuan dan ketrampilan masyarakat, b meningkatkan kapital sosial yang ada dalam masyarakat, c mendorong tumbuhnya pusat kegiatan ekonomi baru dengan memperhatikan produk andalan wilayah, d meningkatkan akses masyarakat dan usaha mikro, kecil dan menengah kepada permodalan, pasar, informasi dan teknologi, e meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan, f mengembangkan kerja sama dan keterkaitan kegiatan ekonomi antar daerah dalam kegiatan ekonomi lokal, g penguatan dan penataan kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat. 119 2. Potensi Sumberdaya Alam Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Kondisi alam Kabupaten Pacitan yang cenderung berlahan kering, ternyata mendukung tumbuhnya komoditas kelapa. Kelapa dapat tumbuh di pantai sampai pegunungan yang berkapur. Tanaman ini tidak membutuhkan kondisi tanah yang spesifik. Tanaman kelapa menghasilkan dua jenis produk yaitu kelapa butiran dan gula kelapa gula merah. Selain itu dari komponen kelapa lainnya yaitu sabut, tempurung dan batang pohon, dapat dihasilkan produk yang bernilai ekonomi. Pada tahun 2006, luas areal tanaman kelapa mencapai 24,027 hektar, yang tersebar di sembilan kecamatan. Produksi kelapa dalam bentuk butiran pada tahun 2006 sebesar 18,708 ton dan dalam bentuk gula merah sebesar 10,850 ton. Dalam lima tahun terakhir total produksinya semakin meningkat sebesar 25.3 persen. Dari hasil perhitungan LQ, komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan memiliki keunggulan komparatif dan sekaligus menjadi sektor basis di di tujuh kecamatan yaitu,Kecamatan Pacitan Kecamatan Arjosari, Kecamatan Kebonagung, Kecamatan Punung, Kecamatan Donorojo, Kecamatan Pringkuku dan Kecamatan Tulakan. Selain itu dari hasil analisis Shift Share komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan kabupaten lain pada tingkat wilayah Propinsi Jawa Timur. Berdasarkan analisis Location Quotient LQ dan analisis Shift Share yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Pacitan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif pada komoditas kelapa dibandingkan dengan kabupaten lain pada tingkatan wilayah Propinsi Jawa Timur.

3. Penyerapan Tenaga Kerja

Kelapa merupakan komoditas strategis di Kabupaten Pacitan karena perannya yang besar bagi masyarakat sebagai sumber pendapatan dan sebagai penyedia lapangan kerja. Pengusahaan kelapa membuka tambahan kesempatan kerja dari kegiatan pengolahan produk turunan dan hasil samping yang sangat beragam. Tenaga kerja yang diserap industri pengolahan kelapa di Kabupaten Pacitan tercatat paling besar yaitu sekitar 4 persen dari jumlah penduduk Pacitan. Mereka sebagian besar bekerja pada industri rumah tangga pembuatan gula merah yan mencapai sekitar 70 persen dari total tenaga kerja industri kecil. Unit pengolahan gula merah di Kabupaten Pacitan berjumlah sekitar 10 ribu unit 120 yang tersebar di Kecamatan Donorojo, Pringkuku, Tulakan, Kebonagung, Ngadirojo, Pacitan dan Sudimoro. Hasil usaha olahan kelapa tersebut dipasarkan di pasar lokal maupun pasar regional misalnya ke Ponorogo, Madiun, Surabaya dan Yogyakarta.

4. Produk Turunan Kelapa Memiliki Nilai Tambah

Tanaman kelapa mulai dari bagian akar hingga daunnya telah dihasilkan beragam jenis produk. Kelimpahan sumberdaya alam kelapa di Kabupaten Pacitan berpotensi menghasilkan nilai tambah dan memberikan peningkatan pendapatan bagi para petani dan perajin kelapa. Walaupun belum banyak jenis produk turunan kelapa yang telah diusahakan oleh masyarakat Pacitan sebagai sumber penghasilan, namun ada beberapa produk yang telah diproduksi antara lain gula merah atau gula kelapa, VCO, arang tempurung, dan nata de coco. Dari hasil analisis Nilai Tambah yang dilakukan terhadap produk turunan kelapa yang telah diproduksi di Kabupaten Pacitan, diperoleh hasil bahwa gula merah memiliki rasio nilai tambah sebesar 36.41 persen, arang tempurung sebesar 16.25 persen, nata de coco sebesar 70.2 persen, dan VCO sebesar 46.66 persen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kelapa dan produk turunannya memiliki nilai tambah yang dapat memacu pertumbuhan perekonomian di Kabupaten Pacitan.

5. Produk Turunan Kelapa Memiliki Kelayakan Finansial dan Menguntungkan

Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial, kelapa dan produk turunannya yang telah diusahakan oleh masyarakat Pacitan menguntungkan dan dapat dikembangkan skala usaha kegiatannya. Analisis kelayakan finansial kelapa dan produk turunannya dapat dijadikan pertimbangan bagi investor untuk mengembangkan dan menanamkan modal, karena selama ini kegiatan usaha kelapa dan produk turunannya di Kabupaten Pacitan masih dilakukan dalam skala kecil. Dengan kelayakan finansial yang dimiliki, kelapa dan produk turunannya menjadi produk unggulan daerah, yang diharapkan dapat menarik minat investasi di Kabupaten Pacitan. Berdasarkan nilai NPV, penanaman investasi pada usahatani kelapa dan pengolahan produk turunannya antara lain gula kelapa, nata de coco, arang tempurung dan VCO memberikan keuntungan selama 11 tahun menurut nilai sekarang. Berdasarkan nilai IRR, investasi pada usahatani kelapa dan 121 pengolahan produk turunannya layak dan menguntungkan karena nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan yaitu 15 persen. Kelemahan 1. Kualitas dan Ketrampilan SDM Kemampuan petani untuk dapat mengakses dan menciptakan peluang ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya masih rendah. Hal ini berpengaruh terhadap profil usaha tani kelapa yang relatif tidak banyak mengalami perubahan dan diversifikasi produk turunan yang masih terbatas, sehingga peran sosial ekonomi kelapa di Kabupaten Pacitan relatif tidak berubah. Pemanfaatan hasil samping belum banyak dilakukan oleh petani, sehingga nilai tambah dari usahatani belum diperoleh secara optimal. Pada umumnya tingkat pendidikan petani kelapa di Kabupaten Pacitan masih rendah, karena sebagian besar hanya berpendidikan sekolah dasar. Padahal untuk membangun agribisnis kelapa yang maju diperlukan tenaga terampil agar dapat mengelola usaha secara profesional. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia petani dan pelaku usaha perkelapaan di Kabupaten Pacitan, tercermin dari kurang berkembangnya kewirausahaan, lemahnya daya inovasi dan kreativitas, serta rendahnya etos kerja dan profesionalisme.

2. Kelembagaan penunjang

Pengembangan agribisnis perkelapaan di Kabupaten Pacitan masih bersifat parsial dan belum ditangani secara integral. Peran dan dukungan kelembagaan penunjang sebagai sarana pengembangan usaha bagi petani seperti kelompok usahatani dan koperasi masih lemah, bahkan kelembagaan di tingkat petani seperti KUD umumnya belum berfungsi sebagaimana mestinya. Kelembagaan yang dimaksud termasuk lembaga perkreditan, lembaga input, lembaga pemasaran, dan lembaga penyuluhan. Lemahnya kemampuan dan peran kelembagaan penunjang mengakibatkan petani tidak mampu mengakses sumber pembiayaan, informasi, jaringan pasar serta teknologi. Selain itu posisi rebut tawar petani bargaining position terhadap mitra usaha menjadi lemah. Kelembagaan penunjang berfungsi sebagai wadah untuk mengakomodir kepentingan para petani dan pelaku usaha mikro perkelapaan seperti 122 memberdayakan petani, meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan kemitraan. Selain itu kuantitas hasil perkebunan kelapa di Kabupaten Pacitan umumnya dalam jumlah yang kecil sehingga untuk mendapatkan jumlah atau partai besar diperlukan suatu lembaga yang dapat menghimpun produk-produk olahan kelapa, sehingga memudahkan dalam penjualan.

3. Informasi dan jaringan pemasaran

Informasi pasar merupakan sesuatu yang sangat berharga dalam kegiatan ekonomi modern. Informasi pasar merupakan kunci yang akan menentukan strategi bisnis, menetapkan seberapa besar resiko yang bisa ditanggung, menetapkan harga jual, dan memperbesar pangsa pasar. Di Kabupaten Pacitan para petani kelapa dan pelaku usaha mikro pengolahan produk turunan kelapa tidak memiliki akses yang sama terhadap informasi pasar sehingga terciptalah perdagangan yang tidak adil. Pasar yang terjadi pada komoditas kelapa dan produk turunannya di Pacitan adalah praktek pasar monopsoni. Pedagang pengumpul dan pedagang besar biasanya menentukan harga secara sepihak. Dukungan pemerintah daerah dalam bentuk informasi pasar seperti informasi harga belum memadai. Sementara peranan koperasi seperti KUD, hanya sebatas menyediakan sarana- sarana produksi, terkadang peran koperasi tersebut diambil alih oleh tengkulak desa atau pedagang pengumpul desa. Tengkulak desa memberikan pinjaman dalam bentuk uang dan sarana produksi pertanian. Keterbatasan aliran informasi harga dan jaringan pemasaran menyebabkan petani dan pelaku usaha mikro perkelapaan cenderung memilih berhubungan dengan tengkulak desa, selain itu juga karena faktor keterikatan hutang.

4. Infrastruktur sarana dan prasarana

Topografi Kabupaten Pacitan sebagian besar berupa bukit, gunung dan jurang terjal, sedangkan lokasi usahatani kelapa dan sentra usaha pengolahan produk turunan kelapa umumnya relatif terpencil atau berada di perdesaan menyebabkan kesulitan dalam transportasi. Sistem jaringan dan model transportasi yang mendukung bagi pengembangan perekonomian daerah di Kabupaten Pacitan masih terbatas. Jaringan dan sarana telekomunikasi untuk mempermudah komunikasi informasi harga dan pemasaran juga masih terbatas dalam menjangkau perdesaan yang terpencil.

5. Permodalan dan akses pembiayaan

123 Kemudahan petani kelapa dan pelaku usaha mikro pengolahan produk turunan kelapa dalam mengakses modal relatif lemah. Petani dan pelaku usaha mikro perkelapaan di Kabupaten Pacitan sulit mengakses permodalan baik dari bank maupun lembaga keuangan formal lainnya. Permasalahan yang dihadapi petani dan pelaku usaha mikro perkelapaan di Kabupaten Pacitan dalam pengembangan pembiayaan relatif sama dengan permasalahan pertanian pada umumnya yaitu a sistem dan prosedur penyaluran kredit masih rumit, birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosio budaya pedesaan sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya; b kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C Character, Collateral, Capacity, Capital, dan Condition dalam menilai usaha pertanian, yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh petani; c usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi oleh pihak investor, sehingga menghambat aliran modal investasi maupun modal kerja ke sektor pertanian; d skim kredit pada umumnya masih membiayai usaha produksi, belum menyentuh kegiatan praproduksi, pasca produksi, dan pascapanen e belum adanya Lembaga Keuangan Pedesaan Lembaga Kredit Mikro formal di pedesaan.

6.1.2 Faktor Eksternal