74
8 Jahe 7,219,262,500 5,654,630,000 5,875,425,600 6,909,021,000 15,535,800,000
9 Kunyit 741,750,000 1,290,187,500 1,341,210,380 1,345,265,000 677,688,000
10 Temulawak 447,450,000 1,300,168,500 1,341,210,380 1,496,962,500 1,939,464,000
11 Laos 406,875,000
546,050,000 592,360,220 592,749,630 227,220,000
12 Kencur 1,882,268,000 1,714,465,000 1,718,305,230 1,719,125,000 812,081,200
13 Lada 99,000,000
105,660,000 106,150,160 106,550,000 42,558,480
14 Panili 2,538,700,000 4,333,350,000 4,510,115,300 780,000,000 699,475,000
15 Janggelan 222,984,000
395,442,250 411,101,210 481,950,000 576,112,500
16 Aren 1,509,000,000 1,516,500,000 1,632,125,200 1,632,817,500 1,392,468,000
17 Kapas 42,915,400
37,419,800 39,100,000 38,134,000 51,043,870 JUMLAH
170,749,670,900 171,762,711,170 176,542,167,690 178,423,056,630 180,206,289,050
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pacitan, BPS Pacitan Kelapa dan produk turunannya yaitu gula merah sepanjang periode tahun
2002 sampai tahun 2006 memberikan kontribusi pendapatan petani yang paling besar diantara komoditas sub sektor perkebunan yang lainnya di Kabupaten
Pacitan. Sepanjang periode tahun 2002-2006 pendapatan petani dari hasil penjualan produk kelapa dalam bentuk kelapa butiran sebesar Rp
368,435,964,000.00. Sedangkan hasil penjualan produk kelapa dalam bentuk gula merah sebesar Rp 194,907,650,000.00. Total pendapatan petani dari
komoditas kelapa dan produk turunannya sepanjang periode tahun 2002-2006 adalah sebesar Rp 563,343,614,000.00. Data pendapatan petani perkebunan
menurut jenis komoditi pada tahun 2002-2006 di Kabupaten Pacitan tersaji dalam Tabel 14.
Daerah-daerah yang menjadi sentra produksi kelapa adalah Kecamatan Tulakan, Pacitan, Kebonagung, Ngadirojo, Pringkuku dan sudimoro. Perkebunan
kelapa dan juga industri rumah tangga yang memproduksi turunan kelapa banyak dijumpai di kecamatan-kecamatan tersebut. Mengingat besarnya lintas
arus perdagangan komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan menuju daerah- daerah tujuan penjualan, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan
menyediakan pasar khusus kelapa yang dipusatkan di Kecamatan Pacitan.
4.7 Keragaan Sentra Industri Produk Kelapa
Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pacitan pada Tahun 2004 dan Tahun 2005, menyebutkan bahwa di Kabupaten Pacitan
terdapat 5,202 unit usaha gula merah yang merupakan industri rumah tangga dan menyerap 10,099 orang tenaga kerja, 68 unit usaha minyak kelapa skala
75
industri rumah tangga yang menyerap 74 tenaga kerja, 2 unit industri kecil Virgin Coconut Oil VCO yang menyerap 11 tenaga kerja, serta 1 unit industri kecil
gula semut dan gula merah yang menyerap 25 tenaga kerja. Industri gula merah umumnya merupakan usaha turun temurun, yang
bersifat tradisional dan pengembangan produknya masih terbatas. Proses pembuatan gula merah kurang memperhatikan kualitas serta sanitasi dan
higiene. Umumnya para produsen belum memiliki keterampilan mendiversifikasi produk berbahan baku kelapa tersebut. Dinas Perindustrian dan Perdagangan
pernah membina mereka membuat gula semut, namun masyarakat tidak langsung memproduksi apalagi memasarkan gula semut tersebut karena belum
ada pasar yang mampu menyerapnya. Selain itu ada beberapa program bantuan dari Dinas-dinas terkait dalam diversifikasi pengolahan kelapa, tetapi
karena programnya hanya sebatas pengenalan teknologi tanpa jaminan ketersediaan pasar, maka pembinaan itu tidak berdampak banyak bagi proses
diversifikasi. Petani kelapa, penderes dan pengrajin gula kelapa di Kabupaten Pacitan
secara umum, masih hidup di bawah standar. Pelaku usaha mikro industri rumah tangga berbasis produk kelapa ini, tidak banyak melakukan perubahan
dan inovasi terhadap produk, proses produksi maupun pasarnya. Kondisi mereka tidak banyak berubah dari tahun ke tahun, bahkan sampai generasi
berikutnya. Fluktuasi harga kelapa butiran maupun gula merah ditentukan pihak luar
yaitu tengkulak atau bakul, petani kelapa tidak memiliki posisi tawar dalam menentukan harga. Tengkulak atau dalam istilah lokal disebut bakul, dengan
kekuatan modalnya menguasai arus informasi niaga kelapa dan gula merah. Rantai panjang niaga kelapa dan gula merah membuat petani dan pengrajin
menyerah dan mencari jalan mudah, yakni hanya berhubungan dengan tengkulak yang merupakan “ujung tombak” niaga kelapa dan gula merah.
Tengkulak mudah bergerak karena memiliki kedekatan fisik, emosional dan finansial dengan petani dan pengrajin. Tengkulak selalu memperhatikan
kebutuhan petani-pengrajin dan secara proaktif menanyakan apakah petani- pengrajin memerlukan pinjaman uang. Begitu para petani-pengrajin berhutang,
mereka harus menjual kelapa dan gula merahnya kepada tengkulak tersebut, dengan persyaratan harga ditentukan oleh tengkulak. Sebagian tengkulak
mempunyai usaha warung yang memasok kebutuhan rumah tangga petani-
76
pengrajin. Petani-pengrajin boleh berhutang atau membeli barang dengan harga lebih murah dibanding harga untuk umum, tetapi mereka mesti menjual
produknya ke warung tersebut. Tengkulak
atau bakul memegang kendali dalam menentukan harga gula
kelapa. Petani-pengrajin hanya mengikuti harga yang dipatok karena mereka merasa mempunyai hutang budi dari pinjaman yang sering ditawarkan para
tengkulak kepada petani-pengrajin. Dalam memberi pinjaman, para tengkulak tidak memberlakukan bunga tinggi atau agunan yang memberatkan. Para
tengkulak terus mempertahankan atau bahkan menambah jumlah hutang para petani-pengrajin, dengan syarat, mereka menyetor produk gulanya kepada
tengkulakbakul tersebut, tidak boleh kepada pihak lain. Sebagai pemikat, para tengkulak memberi jaminan pasar gula merah yang rutin. Petani-pengrajin bisa
menjual produknya tiap lima hari sekali dengan pasti, hal yang mempererat interaksi ekonomi dan sosial tengkulak dengan petani-pengrajin.
77
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Keunggulan Komparatif Wilayah LQ