123
Kemudahan petani kelapa dan pelaku usaha mikro pengolahan produk turunan kelapa dalam mengakses modal relatif lemah. Petani dan pelaku usaha
mikro perkelapaan di Kabupaten Pacitan sulit mengakses permodalan baik dari bank maupun lembaga keuangan formal lainnya.
Permasalahan yang dihadapi petani dan pelaku usaha mikro perkelapaan di Kabupaten Pacitan dalam pengembangan pembiayaan relatif sama dengan
permasalahan pertanian pada umumnya yaitu a sistem dan prosedur penyaluran kredit masih rumit, birokratis dan kurang memperhatikan kondisi
lingkungan sosio budaya pedesaan sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya; b kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber
pembiayaan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C Character, Collateral, Capacity, Capital, dan
Condition dalam menilai usaha pertanian, yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh petani; c usaha di sektor pertanian masih dianggap
beresiko tinggi oleh pihak investor, sehingga menghambat aliran modal investasi maupun modal kerja ke sektor pertanian; d skim kredit pada umumnya masih
membiayai usaha produksi, belum menyentuh kegiatan praproduksi, pasca produksi, dan pascapanen e belum adanya Lembaga Keuangan Pedesaan
Lembaga Kredit Mikro formal di pedesaan.
6.1.2 Faktor Eksternal
Beberapa faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan terdiri dari
peluang opportunities dan ancaman threats. Faktor peluang yang berpengaruh meliputi: 1 komitmen dan kemitraan semua pemangku
kepentingan, 2 perkembangan teknologi dan inovasi produk turunan, 3 potensi penyerapan pasar , 4 investasi dan dukungan dunia usaha, 5 kebijakan otonomi
daerah. Faktor ancaman yang berpengaruh meliputi: 1 ketidakstabilan ekonomi makro, 2 degradasi lingkungan dan bencana alam, 3 ego daerah, 4 globalisasi
dan pasar bebas, 5 fluktuasi harga komoditas dan produk turunannya
Peluang 1. Komitmen dan Kemitraan Semua Pemangku Kepentingan
Dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah, peraturan perundang-undangan menghendaki perencanaan pembangunan
124
didasarkan pada demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga
keseimbangan, kemajuan dan kesatuan nasional. Hal ini membuka peluang komitmen dan kemitraan semua pemangku kepentingan pembangunan yaitu
pemerintah daerah, pihak swasta dan organisasi masyarakat sipil. Dengan keterlibatan individu, organisasi yang berada di sektor publik,
swasta dan masyarakat nonprofit organization yan memiliki kepentingan dan kemampuan pada pengembangan komoditas kelapa sebagai penggerak
perekonomian lokal, maka proses pengembangan ekonomi lokal menjadi terlegitimasi. Pengembangan ekonomi lokal mustahil dilakukan tanpa kemauan
politik dan dukungan pemerintah, baik dalam menjamin kebijakan yang akomodatif maupun prioritas sumberdaya yang menyangkut infrastruktur, fasilitas
dan dukungan jasa-jasa. Dengan melibatkan kalangan pejabat yang lebih tinggi, maka penyusunan strategi akan mendapatkan dukungan lebih. Dengan
melibatkan sektor masyarakat, akan muncul tenaga-tenaga sukarelawan yang akan mendukung implementasi program.
Dalam melaksanakan pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas kelapa dibutuhkan upaya kolaboratif dari sektor pemerintah, swasta dan
masyarakat. Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan memegang peranan yang cukup kuat dalam proses pengembangan ekonomi lokal dengan memasukkan
agenda pengembangan ekonomi lokal pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM Kabupaten Pacitan Tahun 2006-2011.
Di Kabupaten Pacitan aktivitas pengembangan ekonomi lokal juga telah diinisiasi oleh lembaga di luar pemerintah yaitu Masyarakat Mandiri Dompet
Dhuafa yang memfokuskan aktivitasnya pada pemberdayaan ekonomi petani kelapa. Aktivitas pengembangan ekonomi lokal yang diinisiasi oleh Masyarakat
Mandiri Dompet Dhuafa tersebut tetap perlu mendapatkan dukungan dari pemerintah setempat. Pemerintah Daerah dengan kewenangan yang dimilikinya
diharapkan mampu mengkoordinasi ketiga kelompok stakeholders sehingga secara bersama merumuskan kebijakan pengembangan ekonomi lokal yang
sesuai dengan daerahnya.
2. Perkembangan Teknologi dan Inovasi Produk Turunan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang perkelapaan mulai dari pra panen sampai pasca panen, sangat besar pengaruhnya dalam
meningkatkan efektivitas dan efisiensi usaha agroindustri perdesaan. Kemajuan
125
teknologi pertanian diharapkan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas kelapa, serta diversifikasi usaha pengolahan produk turunan kelapa. Daya saing
produk kelapa pada saat ini terletak pada industri hilirnya, tidak lagi pada produk primer. Nilai tambah yang dapat tercipta pada produk hilir kelapa dapat berlipat
ganda daripada produk primernya. Kelapa dapat diolah menjadi produk-produk yang mempunyai nilai tambah. Diversifikasi produksi yang dikembangkan dapat
meningkatkan pendapatan petani kelapa. Industri pengolahan kelapa yang dibentuk di sentra-sentra kelapa dapat meningkatkan pola keterkaitan antara
petani dengan industri sehingga pengembangan kelapa rakyat dapat dilakukan dalam skala agribisnis. Walaupun industri pengolahan hasil samping produk
kelapa mulai dikembangkan tetapi teknologinya belum tersebar secara populer di kalangan petani penghasil kelapa di Pacitan. Selama ini petani di Pacitan lebih
banyak menjual kelapa dalam bentuk butiran dan gula merah. Dengan perkembangan teknologi dalam diversifikasi produk kelapa akan lebih
menguntungkan menjual produk olahan daripada menjual buah kelapa butiran. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan peluang
besar bagi petani dan pelaku usaha perkelapaan di Pacitan dalam mengadopsi dan menerapkan untuk pencapaian produksi yang optimal.
3. Potensi Penyerapan Pasar
Produk kelapa nasional sebagian besar merupakan komoditi ekspor, dengan pangsa pasar sekitar 75 persen, sedangkan sisanya dikonsumsi oleh
pangsa pasar domestik. Permintaan pasar ekspor produk olahan kelapa umumnya menunjukkan trend yang meningkat. Peluang pengembangan
agribisnis kelapa dengan produk bernilai ekonomi tinggi, sangat besar. Alternatif produk yang dapat dikembangkan antara lain virgin coconut oil VCO,
oleochemical, desicated coconut, coconut milk, coconut shell carchoal arang tempurung, activated carbon, brown sugar, coconut fiber dan coconut wood.
Seiring perkembangan perkembangan pasar dan dukungan teknologi, permintaan berbagai produk turunan kelapa semakin meningkat.
Menurut Asia Pacific Coconut Community APPC, Indonesia merupakan negara produsen kelapa terbesar didunia, dengan pesaing utama adalah Filipina
dan India. Tujuan ekspor produk kelapa Indonesia selama ini meliputi banyak negara di Eropa, Amerika, maupun Asia Pasifik. Pengaruh dinamika dan
perbedaan preferensi antar pasar tujuan menyebabkan tingkat dan bentuk permintaan produk ekspor berbeda-beda antar negara.
126
Perkembangan teknologi dan preferensi konsumen yang telah mengakomodasi isu lingkungan dan kesehatan, telah mendorong industri kelapa
berkembang makin beragam dan mendalam, misalnya VCO memiliki konteks produk yang dapat meningkatkan kesehatan dan bahan baku kosmetik alami
yang bernilai tinggi. Sedangkan desicated coconut adalah produk campuran makanan yang higienis dan praktis
4. Investasi dan Dukungan Dunia Usaha
Dengan melihat potensi sumberdaya kelapa yang ada di Kabupaten Pacitan maka investasi untuk pengembangan agroindustri perdesaan pada
pengolahan kelapa mempunyai peluang yang besar. Dengan peluang masuknya investor ke Kabupaten Pacitan diharapkan pemerintah daerah dapat
menciptakan suatu iklim investasi yang kondusif dengan memberikan kemudahan-kemudahan persyaratan dan pelaksanaan. Hal ini mengingat
komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan mempunyai peran yang besar bagi masyarakat sebagai sumber pendapatan dan sebagai penyedia lapangan kerja,
sehingga keberhasilan pengembangan agroindustri kelapa berbasis komunitas di perdesaan akan memberikan dampak kepada peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat. Dari wawancara dengan para pelaku usaha mikro produk olahan kelapa
di Kabupaten Pacitan diperoleh informasi bahwa banyak pelaku usaha perkelapaan menyampaikan besarnya permintaan demands, namun sulit
memenuhinya karena keterbatasan hasil produksi olahan kelapa yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas. Hal ini merupakan peluang untuk menghubungkan
produsen skala mikro dan kecil dengan supplier kepada perusahaan pengekspor ataupun ke luar daerah.
Dalam level ekonomi perdesaan yang masih tergolong subsisten dan usaha rumah tangga, pihak swasta yang lebih sesuai untuk dilibatkan dalam
pelaksanaan program pengembangan ekonomi lokal di lapangan adalah pengusaha kecil dan menengah. Hal ini dikarenakan skala usahanya relatif tidak
terlalu besar sehingga dapat lebih mudah diposisikan sebagai mitra bagi usaha rumah tangga dan mikro di perdesaan. Sebagai mitra bagi usaha mikro, swasta
UKM ini bisa berperan sebagai partner untuk berbagi pengalaman, ilmu bahkan modal berbentuk joint venture atau lainnya, juga berfungsi sebagai penjamin
demand, yang dapat menjamin produk usaha mikro terbeli di pasar lokal.
5. Kebijakan Otonomi Daerah
127
Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan kebijakan nasional yang memberi peluang kepada daerah untuk
semakin berdaya dan mandiri dalam pengelolaan daerah. Dengan kebijakan otonomi daerah, pemerintah daerah diberikan peluang untuk lebih berkreatif
mengembangkan daerahnya. Bagi Kabupaten Pacitan yang termasuk kategori daerah tertinggal, kebijakan otonomi daerah merupakan peluang yang harus
ditangkap dan disikapi untuk menata diri mengejar ketertinggalan dengan daerah lain.
Kebijakan otonomi daerah merupakan momentum bagi Kabupaten Pacitan untuk memulai proses implementasi kebijakan pengembangan ekonomi
lokal. Kebijakan otonomi daerah menimbulkan implikasi bagi Kabupaten Pacitan untuk mengembangkan kemampuan memobilisasi serta mengelola komoditas
kelapa menjadi produk unggulan yang memiliki keunggulan daya saing komparatif maupun kompetitif, baik untuk pasaran lokal, regional, nasional
bahkan internasional.
Ancaman 1. Ketidakstabilan ekonomi makro
Stabilitas perekonomian merupakan prasyarat dasar untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat. Perekonomian makro yang tidak stabil menimbulkan
biaya tinggi bagi masyarakat. Masalah ekonomi makro menyangkut segitiga persoalan yang saling berkaitan yaitu krisis anggaran, hutang yang terus
membengkak dan segera jatuh tempo, serta beban subsidi yang sulit diturunkan. Sebagai contoh kenaikan harga BBM yang diikuti dengan kenaikan harga-harga
dari produksi yang mengandalkan BBM mengakibatkan inflasi menjadi tinggi. Ketidakstabilan akan menyulitkan masyarakat, baik swasta maupun rumah
tangga dalam menyusun perencanaan masa depan, khususnya perencanaan investasi. Daerah dengan produktivitas rendah termasuk Kabupaten Pacitan
akan mengalami pemiskinan secara gradual. Kebijakan ekonomi makro yang cenderung kurang memberikan perhatian
terhadap usaha masyarakat lokal yang berskala kecil merupakan ancaman bagi keberlangsungan pengembangan ekonomi lokal yang bertumpu pada
pengembangan sektor-sektor yang menjadi aktivitas ekonomi utama masyarakat lokal local competence. Kebijakan ekonomi makro tersebut telah menimbulkan
kesenjangan antar kelompok dan antar daerah. Hanya kelompok atau daerah
128
yang memiliki akses terhadap modal, kredit, informasi dan kekuasaan yang dapat mengambil manfaat dari program-program pembangunan. Keuntungan ekonomi
dari pemanfaatan sumber daya alam baru dinikmati oleh kelompok masyarakat tertentu, namun belum oleh kelompok masyarakat lainnya seperti petani,
produsen dan pelaku usaha mikro.
2. Degradasi Lingkungan dan Bencana Alam
Topografi Kabupaten Pacitan terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan. Wilayah Kabupaten Pacitan termasuk dalam deretan
Pegunungan Seribu yang sebagian besar berupa bukit, gunung dan jurang terjal. Kondisi topografis tersebut berpotensi terhadap permasalahan bahaya
kekeringan, banjir dan tanah longsor. Tanah longsor merupakan bencana alam yang selalu terjadi setiap tahun dengan kerugian rata-rata mencapai Rp 700 juta.
Lahan kritis di Kabupaten Pacitan seluas 30,954.25 ha atau 21.9 persen dari total wilayah. Tantangan yang dihadapi adalah menjaga keseimbangan lingkungan
daerah pantai, dataran rendah, perbukitan dan kawasan hutan menjadi satu kesatuan ekologis yang dapat dikelola secara optimal.
Degradasi lingkungan dan perubahan ekologis sangat mempengaruhi aktivitas masyarakat, karena berpengaruh secara signifikan terhadap usaha
perekonomian yang ada di Kabupaten Pacitan. Terdapat ketergantungan yang tinggi antara aktivitas ekonomi masyarakat dengan sumberdaya ekologis.
Kegiatan ekonomi yang cenderung mengeksploitasi lingkungan dapat menurunkan produktivitas tanaman kelapa yang menjadi tumpuan
pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan.
3. Ego Daerah
Kebijakan desentralisasi, memaksa kota dan daerah meningkatkan daya saingnya agar bisa menarik investasi, merebut pangsa pasar dan tenaga kerja
terampil. Kompetisi ini, meskipun akan mendorong pertumbuhan, bisa pula menyulut konflik inter dan antar kawasan yang akhirnya akan menghambat
pertumbuhan dan merugikan daerah itu sendiri. Kompetisi antar daerah bisa menimbulkan masalah ego kedaerahan, yang dapat mengancam pengembangan
ekonomi lokal. Upaya menciptakan kondisi pasar pada pengembangan ekonomi lokal seringkali mengalami kegagalan akibat ego daerah karena pasar tidak
mengenal batas kewenangan administrasi, begitu pula mata rantai pemasok- pembeli. Kondisi pasar seringkali tidak mengikuti batas-batas politik, oleh karena
129
itu perlu meletakkan perencanaan ekonomi lokal dalam konteks ekonomi regional yang lebih luas.
4. Globalisasi dan Perdagangan Bebas
Di era perdagangan bebas, tantangan yang dihadapi oleh Indonesia semakin besar. Negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia dalam
jangka pendek akan menerima kerugian karena tidak siap melakukan perdagangan bebas. Ketidaksiapan Indonesia dalam perdagangan bebas
menyangkut masalah daya saing, produktivitas dan efisiensi. Dalam kaitannya dengan komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan,
kendala untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan memenuhi selera pasar dunia, masih membatasi produk kelapa Pacitan masuk ke dalam
pasar ekspor. Produk olahan kelapa dari Kabupaten Pacitan belum dapat memenuhi selera pasar, baik mutu, kontinuitas, dan penampilan, sehingga
mengakibatkan rendahnya daya saing. Daya saing merupakan hal yang krusial dalam prinsip pengembangan ekonomi lokal, mengingat kelangsungan hidup
komunitas ditentukan oleh kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan yang cepat dan meningkatnya kompetisi pasar.
5. Fluktuasi Harga Komoditas dan Produk Turunannya
Fluktuasi harga dapat merupakan ancaman dalam usaha mengembangkan industri pengolahan produk kelapa sebagai keunggulan daerah, karena dengan
harga yang berfluktuasi dapat menurunkan motivasi dalam berproduksi dan memelihara kebun. Beberapa faktor yang mempengaruhi harga kelapa dan
produk turunannya di Kabupaten Pacitan adalah permainan harga oleh tengkulak dan pedagang-pedagang besar, serta kurangnya informasi harga yang diterima
oleh petani dan perajin produk kelapa. Informasi harga yang selama ini tersedia lebih banyak dimanfaatkan oleh para pedagang besar, sehingga mereka lebih
leluasa dalam mempermainkan harga pada tingkat yang lebih rendah lagi. Intervensi kebijakan pemerintah dalam mendukung agribisnis kelapa
selama ini juga masih terbatas. Pada komoditas kelapa belum pernah dilakukan kebijakan harga output price policy. Penentuan harga jual output selama ini
diserahkan pada mekanisme pasar. Fluktuasi harga komoditas dan produk turunannya dapat mengancam pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten
Pacitan, karena masyarakat lokal akhirnya cenderung pada posisi yang lemah dan tidak diuntungkan.
130
6.2 Tahap Masukan Input Stage