102
produk kali harga akhir di tingkat konsumen. Berdasarkan harga yang diterima produsen relatif terhadap harga yang dibayar konsumen, maka semakin tinggi
proporsi harga yang diterima produsen, semakin efisien sistem pemasaran tersebut. Sistem pemasaran arang tempurung ini relatif kurang efisien karena
proporsi harga yang diterima produsen lebih rendah daripada yang beralih kepada pedagang pengumpul. Hal ini tidak menguntungkan pihak petani atau
produsen sebab proporsi resiko yang ditanggung petani tidak mendapat harga yang lebih tinggi. Karena proporsi harga yang diterima petani dari keseluruhan
harga yang terbentuk dalam pemasaran arang tempurung ini relatif redah, maka dapat dikatakan position petani masih lemah terhadap pasar.
5.5.3 Nata de coco
Usaha nata de coco di Kabupaten Pacitan masih dilakukan pada skala
usaha kecil dan rumah tangga, dengan jumlah yang sangat terbatas. Usaha ini hanya menggunakan teknologi sederhana sehingga dapat dilakukan dalam skala
usaha kecil maupun skala usaha rumah tangga. Jenis usaha nata de coco yang ada di Kabupaten Pacitan, hanya usaha yang membuat nata de coco lembaran
mentah saja. Jenis usahanya pun masih bersifat sporadis artinya usaha tersebut hanya pada waktu-waktu tertentu ketika permintaan lokal meningkat,
seperti waktu puasa, lebaran, tahun baru dan lain-lain. Air kelapa sebagai bahan utama nata de coco didapat dari kebun mereka sendiri, dari petani sekitar, dari
pasar maupun produsen VCO. Rantai pemasaran nata de coco di Kabupaten Pacitan, dimulai dari
produsen petani yang menjual nata de coco lembaran mentah langsung kepada para pengusaha restoran di tingkat lokal atau para pedagang minuman.
Di Kabupaten Pacitan belum ada jenis usaha yang sampai memproduksi nata de coco kemasan siap saji.
Hasil analisis marjin pemasaran nata de coco, yang disajikan pada Tabel 30 menunjukkan bahwa marjin total pemasaran nata de coco adalah sebesar Rp
2500kg, yang artinya selisih antara harga yang diterima produsen dengan harga yang diterima konsumen adalah sebesar nilai tersebut. Proporsi harga yang
diterima petani sebesar 28.57 persen sedangkan sisanya akan beralih ke pengusaha restoran atau pedagang minuman. Produsen atau petani yang
menghasilkan nata de coco keuntungannya berkurang 71.43 persen, kali jumlah produk kali harga akhir di tingkat konsumen. Berdasarkan harga yang diterima
103
produsen relatif terhadap harga yang dibayar konsumen, maka sistem pemasaran nata de coco ini tidak efisien karena proporsi harga yang diterima
produsen jauh lebih rendah daripada yang beralih kepada pengusaha restoran atau pedagang minuman. Hal ini tidak menguntungkan pihak petani atau
produsen sebab proporsi resiko yang ditanggung petani tidak mendapat harga yang tinggi. Karena proporsi harga yang diterima petani dari keseluruhan harga
yang terbentuk dalam alur pemasaran nata de coco ini relatif redah, maka dapat dikatakan position petani sangat lemah terhadap pasar.
Pasar nata de coco di Kabupaten Pacitan dapat dikatakan belum berkembang. Sistem penjualan yang diterapkan oleh produsen atau petani
masih bersifat tradisional dan lokal. Kebanyakan produsen hanya menerima order dan bukan mencari order atau menjemput bola. Sifat ini yang
menyebabkan pengusaha kurang proaktif dan ekspansif seperti mencari pasar di luar daerah atau luar propinsi. Jangkauan pasar nata de coco yang dimasuki
oleh pengusaha masih bersifat lokal. Tabel 30. Hasil Analisis Marjin Pemasaran Nata de Coco Lembaran
No Uraian
Nilai Rp Kg 1 Harga
Jual Petani
1000 28.57
a. Bahan baku 120
b. Tenaga kerja 150
c. Input lain 295
d. Biaya transportasi 100
Total Biaya
665 Harga Bersih Petani
335 2
Pengusaha Restoran dan Pedagang Minuman
a. Harga beli 1000
b. Penyimpanan 300
b. Proses Pengolahan Input lain
1000 Tenaga kerja
500 Total
Biaya 1800
Harga Jual
3500 Keuntungan Bersih
700 Marjin
Pemasaran 2500
71.43 Total Marjin Pemasaran
2500 Total Biaya Pemasaran
2465 Total
Keuntungan 700
5.5.4 Virgin Coconut Oil VCO