105
harga yang diterima konsumen sebesar nilai tersebut. Proporsi harga yang diterima petani sebesar 14 persen sedangkan sisanya akan beralih ke
pengusaha VCO Yogyakarta sebesar 74 persen, dan pedagang pengecer sebesar 12 persen. Produsen atau petani yang menghasilkan VCO
keuntungannya berkurang 86 persen, kali jumlah produk kali harga akhir di tingkat konsumen. Berdasarkan harga yang diterima produsen relatif terhadap
harga yang dibayar konsumen, sistem pemasaran VCO ini sangat tidak efisien karena proporsi harga yang diterima produsen jauh lebih rendah daripada yang
beralih kepada pengusaha Yogyakarta dan pedagang pengecer. Hal ini tentu saja tidak menguntungkan pihak petani sebab proporsi resiko yang ditanggung
petani tidak mendapat harga yang tinggi. Karena proporsi harga yang diterima petani dari keseluruhan harga yang terbentuk dalam alur pemasaran VCO ini
sangat rendah, maka dapat dikatakan position petani sangat lemah terhadap pasar.
Para pelaku usaha VCO di Kabupaten Pacitan masih menggantungkan sepenuhnya pemasaran produknya kepada suatu perusahaan VCO di
Yogyakarta. Perusahaan ini mempunyai cabang di Kabupaten Pacitan yang berfungsi menampung hasil produk VCO setengah jadi dari para petani. Pasar
VCO di Kabupaten Pacitan dapat dikatakan sebagai pasar monopsoni, dimana hanya terdapat satu pembeli dengan banyak penjual. Ke depan diharapkan
dengan adanya dukungan kebijakan dan suntikan modal, proses pengolahan VCO di Kabupaten Pacian dapat menggunakan mesin dan teknologi yang
standard sehingga mampu dihasilkan VCO yang memenuhi kualifikasi sertifikasi BPOM RI. Proses pengemasan dan labelisasi produk pun diharapkan dapat
dilakukan lansung di Kabupaten Pacitan. Tetapi rencana ini menuntut sikap yang proaktif dari pelaku usaha di Kabupaten Pacitan untuk berekspansi mencari
pasar di seluruh wilayah Indonesia bahkan ekspor. Paradigma sikap pelaku usaha yang hanya ‘menerima order’ harus berganti menjadi sikap ‘siap
menjemput bola’.
5.5.5 Serat Sabut Kelapa Coco Fiber
Usaha serat sabut kelapa belum dilakukan di Kabupaten Pacitan, sehingga belum bisa dilaporkan analisa marjin pemasarannya. Beberapa waktu
yang lalu pernah dirintis usaha ini, yang awalnya berwujud kemitraan dengan seorang pengusaha, dimana pengusaha tersebut memberikan fasilitas mesin
106
pemisah serat sabut kelapa. Tetapi baru sekali pengiriman penjualan lantas terhenti. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kapasitas mesin sehingga
kualitas serat yang dihasilkan masih belum memenuhi persyaratan. Selain itu kendala dan masalah dalam pengembangan usaha kecil industri pengolahan
serat sabut kelapa adalah keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas.
Ditinjau dari sisi pemasaran, usaha kecil serat sabut kelapa secara umum tidak dapat langsung memasarkan produknya kepada eksportir. Hal ini karena
persyaratan mutu produk usaha kecil masih belum dapat memenuhi persyaratan mutu yang diinginkan. Selain itu, ketiadaan fasilitas mesin pengepress sabut -
menyebabkan biaya transportasi per kg produk untuk dipasarkan langsung ke eksportir menjadi mahal dan tidak layak secara finansial. Ketidaklayakan mesin
dan peralatan produksi pada usaha kecil menyebabkan jumlah dan kualitas produk yang dihasilkan tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk ekspor langsung.
Pada tingkat pemasaran lokal dan domestik yang terjadi selama ini, kendala yang dihadapi oleh pengusaha kecil adalah lamanya realisasi pembayaran hasil
penjualan produk. Kendala ini semakin dirasakan oleh pengusaha kecil karena keterbatasan modal kerja.
Secara umum fasilitas produksi utama yang dibutuhkan adalah mesin pengurai dan pemisah serat dari sabut kelapa, fasilitas penjemuran atau mesin
pengering, dan alat press serat sabut kelapa dan serbuk gabus sabut kelapa. Proses produksi serat sabut kelapa secara garis besar adalah persiapan bahan,
pelunakan sabut, pemisahan serat, sortasi pengayakan, pembersihan dan pengeringan, pengepakan. Jenis produk yang dihasilkan dari industri
pengolahan serat dapat dikelompokan menjadi dua yaitu : 1 serat sabut kelapa coco fiber dan 2 butiran gabus coco peat. Hambatan yang sering dihadapi
pada aspek produksi adalah kinerja mesin produksi dan mesin penggerak. Kinerja mesin yang rendah menyebabkan kualitas produk dari segi panjang dan
kebersihan serat yang tidak dapat memenuhi standar kualitas untuk ekspor. Selain panjang dan kebersihan serat, tingkat kekeringan juga merupakan salah
satu kriteria kualitas yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil, yang disebabkan kendala modal untuk pengadaan mesin pengering.
5.6 Karakteristik Petani dan Produsen Industri Rumah Tangga Produk Kelapa