109
Kelemahan internal industri rumah tangga berbasis produk kelapa secara umum di Kabupaten Pacitan adalah lemahnya kapasitas manajemen dan
wirausaha, serta teknis produksi dan infrastruktur. Infrastruktur yang dimaksud meliputi akses terhadap sumber modal, pasar, informasi, teknologi, sarana dan
prasarana. Sedangkan kelemahan eksternal terkait dengan pelaku-pelaku dalam lingkup usaha, yang disebut sebagai hubungan usaha hulu – hilir. Hubungan
usaha tersebut adalah hubungan antara pelaku usaha dengan pelaku-pelaku lain yang ada dalam jalur produksi dan pemasaran.
5.7 Penumbuhan Klaster Kelapa Berbasis Komunitas
Penumbuhan klaster merupakan strategi pengembangan wilayah untuk memanfaatkan potensi ekonomi. Wacana penumbuhan klaster kelapa tidak
lepas dari strategi tersebut, yang tujuannya untuk mendorong pengembangan sentra industri komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan. Dengan penumbuhan
klaster kelapa diharapkan unit-unit usaha yang ada dapat memerankan fungsi yang saling mendukung pengembangan ekonomi di Kabupaten Pacitan.
Unit-unit usaha rumah tangga produk turunan kelapa di Kabupaten Pacitan yang terkonsentrasi pada kawasan tertentu dapat dikategorikan sebagai
klaster yang terbentuk secara alamiah tanpa intervensi pemerintah. Klaster ini terbentuk oleh kegiatan ekonomi masyarakat secara turun temurun. Ciri ekonomi
klaster alamiah komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan adalah skala ekonominya kecil bahkan cenderung mikro, jumlah pekerja per unit usaha
maksimum 5 orang yang sebagian besar masih anggota keluarga, serta inovasi produk yang sangat jarang terjadi.
Berdasarkan kualitas produksi, teknologi, pasar, kapasitas sumberdaya manusia dan hubungannya dengan pihak-pihak terkait, maka klaster alamiah
kelapa berbasis usaha komunitas yang saat ini terdapat di Kabupaten Pacitan masih tergolong klaster yang tidak aktif. Klaster tersebut memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: produk yang tidak berkembang cenderung mempertahankan produk yang sudah ada, teknologi tidak berkembang memakai tekonologi tradisional,
pasar lokal memperebutkan pasar yang sudah ada, tidak termotivasi untuk memperluas pasar sehingga terjadi persaingan pada tingkat harga bukan
kualitas dan tergantung pada pedagang perantara, tingkat ketrampilan statis dan turun temurun, tingkat kepercayaan antar pelaku rendah kapital sosial rendah,
serta informasi pasar sangat terbatas.
110
Masyarakat Mandiri MM Dompet Dhuafa, adalah lembaga swadaya masyarakat yang menggulirkan program pemberdayaan masyarakat berbasis
potensi lokal, dengan model pembiayaan secara berkelompok serta menumbuhkan kelembagaan lokal yang memperkuat posisi tawar komunitas
dampingan. Intervensi program MM pada komunitas petani kelapa di Kabupaten Pacitan, diharapkan dapat memberi nilai tambah, serta dapat menghasilkan
usaha turunan yang punya daya saing di pasar nasional bahkan global. Pada wilayah dampingan di Kabupaten Pacitan, MM menempatkan dua
orang pendamping yang tinggal bersama masyarakat selama program berlangsung. Pendamping menjalankan aktivitas berupa sosialisasi program;
studi kelayakan mitra; pendampingan mulai dari pembentukan kelompok, pembiayaan, pelatihan yang berupa pengetahuan praktis keorganisasian,
manajemen usaha, maupun manajemen produksi; serta penumbuhan dan penguatan lembaga lokal. Kegiatan pendampingan memberikan landasan pada
penguatan kelembagaan lokal sampai pada tahap formalisasi lembaga, pembangunan jaringan pasar dan perintisan klaster industri.
Setelah melalui masa sulit, eksistensi komunitas dampingan Program MM di Kabupaten Pacitan mulai mencapai perubahan positif. Dari segi produk,
kualitas gula merah yang dihasilkan memperoleh pengakuan dari perusahaan pengguna. Hal ini mengubah citra buruk gula merah Pacitan yang dalam kurun
sepuluh tahun sebelumnya dinilai kurang bermutu karena bercampur ampas atau “zat penambah bobot” lainnya. Perubahan positif ini berhasil dicapai melalui
proses pendampingan yang menekankan pada kedisiplin dalam proses produksi. Dari sisi posisi tawar, komunitas dampingan kian “melek bisnis”.
Setelah memperoleh akses informasi harga gula merah di pasaran, mereka tidak lagi pasrah pada harga yang ditetapkan para bakul. Perubahan yang terasa
menonjol adalah terbangunnya kepercayaan diantara anggota komunitas usaha, sehingga terjalin keterikatan internal satu sama lain.
Selain mengelola produk gula merah, kelembagaan komunitas ini tengah berupaya memproduksi produk-produk turunan berbasis kelapa yang lainnya,
antara lain minyak kelapa murnivirgin coconuts oil VCO, nata de coco, pengolahan sabut kelapa, gula jahe dan gula semut.
Pembentukan dan konsolidasi kapital sosial menjadi unsur inti dalam perintisan dan penumbuhan klaster industri kelapa. Kapital sosial klaster
sebagai ikatan internal ini akan menjembatani dalam berhubungan dengan pihak
111
eksternal. Bentuk yang dipilih oleh kelembagaan komunitas produsen kelapa di Kecamatan Kebonagung Pacitan untuk menumbuhkan klaster, adalah koperasi.
Koperasi ini diharapkan dapat menjadi fasilitator pengembangan klaster. Ikatan yang cukup kuat diantara para pelaku usaha memungkinkan untuk dilakukan
kegiatan produksi dari hulu – hilir. Kelembagaan lokal yang berbadan hukum koperasi ini diharapkan dapat
meneruskan keberlanjutan program setelah selesai masa pendampingan dari “pihak luar”. Dalam rangka kemandirian kelembagaan lokal perlu dilakukan
upaya untuk membangun jaringan, membuka akses informasi dan penguatan posisi tawar. Hal ini harus ditopang dengan penguatan kapasitas kelembagaan
lokal. Klaster alamiah kelapa berbasis usaha komunitas di Kabupaten Pacitan
menghasilkan jenis produk yang homogen dengan segmen pasar yang seragam. Oleh karena itu keseragaman produk maupun pasar diharapkan dapat
mendorong unit usaha di dalam klaster untuk membentuk kerja sama horizontal, yang dapat menjamin pasokan produk dan menjaga kepercayaan pasar.
5.8 Sektor Basis dan Pengembangan Klaster