Adapun berdasarkan jenisnya, sampah dibagi dalam dua jenis yaitu sampah organik yang tersusun dari senyawa organik sisa tanaman, hewan maupun
kotoran dan sampah non organik yang tersusun dari senyawa anorganik plastik, botol, logam.
Di alam, sampah-sampah tersebut ada yang dapat terurai secara alami oleh jasad hidup bersifat degradable. Sebagian lainnya tidak dapat diuraikan non
degradable yang sulit diurai secara alami oleh jasad hidup. Sebenarnya, hampir
semua sampah baik organik maupun anorganik, dapat diurai oleh mikroorganisme, termasuk benda anorganik seperti besi, kaca, dan batu. Namun
penguraiannya membutuhkan waktu yang sangat lama.
2.1.2. Pengolahan Sampah
Pengolahan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan
lingkungan. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengolahan sampah dianggap baik jika sampah yang diolah tidak menjadi tempat berkembang biaknya
bibit penyakit serta tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah tidak mencemari udara, air atau tanah,
tidak menimbulkan bau dan tidak menimbulkan kebakaran Azwar, 1990. Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia
merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70 dari total volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang terdesentralisisasi sangat membantu
dalam meminimasi sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan
sumbernya. Selama ini pengelolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah bersifat terpusat.
Misalnya saja, seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuang di Tempat Pembuangan Akhir TPA di daerah Bantar Gebang Bekasi. Dapat dibayangkan
berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering. Padahal,
dengan mengelola sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT atau
RW, dengan membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat dikurangi.
2.2. Pencemaran Perairan Pesisir
2.2.1. Sumber-Sumber Pencemar Di Laut
Laut hingga saat ini sering dianggap sebagai tempat pembuangan sampah akhir oleh masyarakat, seluruh bahan pencemar yang timbul dari kegiatan
manusia dapat dipastikan bermuara ke laut. Bahan-bahan pencemar yang mencemari laut tidak hanya berasal dari limpasan air sungai tapi juga dari
kegiatan-kegiatan yang berada di wilayah laut itu sendiri, kegiatan-kegiatan di wilayah laut tersebut antara lain adalah kegiatan pengeboran minyak lepas pantai,
kecelakaan kapal, pencucian minyak dari kapal air ballast, pelabuhan, penangkapan ikan, dan industri. Secara rinci, hal-hal utama yang biasa menjadi
sumber pencemar di laut adalah dikembangkan dari ITTXDPIntegrated Task Team of The Xiamen Demonstration Project
, 1996: 1 Pembangunan berbagai bangunan pantai seperti pelabuhan dan groin serta
reklamasi pantai. Kegiatan pembangunan di daerah pantai biasanya terdiri dari kegiatan
pengerukan dan penimbunan yang menyebabkan teraduknya sedimen dasar pantai sehingga menimbulkan kekeruhan. Reklamasi juga berpotensi besar
menimbulkan kekeruhan karena kegiatan reklamasi merupakan kegiatan penimbunan. Permasalahan lain yang dapat muncul dari pembangunan
bangunan pantai adalah berubahnya pola arus, dimana yang tadinya terbuka menjadi tertutup. Dengan berubahnya pola arus perairan menjadi perairan
tertutup maka proses dilusi bahan pencemar menjadi berkurang dan hal ini akan sangat membahayakan kehidupan biota air secara keseluruhan.
2 Erosi tanah dari bagian hulu. Pembukaan lahan di daerah hulu akibat pesatnya pembangunan telah
menyebabkan tingginya tingkat erosi tanah di berbagai daerah. Tanah yang tergerus dari peristiwa erosi tersebut terbawa ke dalam aliran sungai dan
akhirnya bermuara di lautan, partikel yang terbawa dari proses erosi ini menyebabkan tingginya tingkat kekeruhan di pantai dan laut.