Model Pengendalian Pencemaran Laut Untuk Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan Teluk Jakarta

(1)

MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN LAUT

UNTUK MENINGKATKAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

TELUK JAKARTA

IRMAN FIRMANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

Ν

ß

γ

s

É

ã

Ï

9

Ä

¨$

¨

Ζ9

$

#

Ï

÷

ƒ

r

&

ô

M

t

6

|

¡

x

.

$

y

ϑ

Î

/

Ì

ó

s

t

7

ø

9

$

#

u

ρ

Îh

y

9

ø

9

$

#

Î

û

ß

Š$

|

¡

x

9

ø

$

#

t

y

γ

s

ß

t

βθ

ã

è

Å

_

ö

t

ƒ

ö

Ν

ß

γ

¯

=

y

è

s

9

#

(

θ

è

=

Ï

Η

x

å

%

Ï

©

!

$

#

u

Ù

÷

è

t

/

∩⊆⊇∪

41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).


(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ”Model Pengendalian Pencemaran Laut untuk Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan Teluk Jakarta” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam bentuk teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2007

Irman Firmansyah Nrp : P052040261


(4)

ABSTRAK

IRMAN FIRMANSYAH. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Laut untuk Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan Teluk Jakarta. Dibimbing oleh ETTY RIANI dan RAHMAT KURNIA, MSi

Teluk Jakarta adalah perairan yang demikian penting, baik ditinjau dari aspek ekologis maupun ekonomis. Disamping itu, Teluk Jakarta merupakan daerah tempat berbagai sungai bermuara. Sungai-sungai ini melintasi daerah-daerah wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya termasuk Bogor, Tangerang dan Bekasi. Penelitian ini secara umum bertujuan mendapatkan gambaran mengenai sumber-sumber pencemaran di Teluk Jakarta, mengetahui beban pencemaran dan mengukur kapasitas asimilasi Teluk Jakarta, mendapatkan informasi struktur tingkat kepentingan elemen dalam pengendalian pencemaran Teluk Jakarta, membuat teknik permodelan pengendalian pencemaran laut untuk meningkatkan daya dukung lingkungan (kapasitas asimilasi), khususnya perairan Teluk Jakarta dan menentukan arah kebijakan mengenai pencegahan pencemaran di Teluk Jakarta. Penelitian dilakukan dengan lokasi meliputi kawasan DKI Jakarta dan erairan Teluk Jakarta yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2005-April 2006. Analisis yang digunakan dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem (model sistem dinamis). Sumber-sumber pencemaran yang berada di Teluk Jakarta yang terbesar umumnya berasal dari landbased sources

antara lain dari limbah domestik, limbah industri dan limbah pasar. Bahan pencemar yang sudah melebihi kapasitas asimilasi pada penelitian ini adalah TDS sebesar 2.313.609,07 ton/bulan, PO4 sebesar 518,85 ton/bulan, SO4 sebesar

141.610,11 ton/bulan, MBAS sebesar 441,87 ton/bulan, KMnO4 sebesar

23.785,43 ton/bulan, BOD sebesar 16.369,05 ton/bulan, dan COD sebesar 52.983,15 ton/bulan. Arahan kebijakan yang ada dari hasil interpretative

structural modelling (ISM) di dapat lima faktor utama pada sektor independent

antara lain penerapan penegakan hukum, memperbaiki hubungan yang harmonis antar stakeholder, meningkatkan hubungan antar daerah khususnya dalam pengelolaan DAS, kompromi tingkat kebutuhan serta menyamakan visi, misi dan tujuan dalam pengelolaan lingkungan.

Kata Kunci : Teluk Jakarta, pencemaran , kapasitas asimilasi, model sistem dinamis


(5)

ABSTRACT

IRMAN FIRMANSYAH. 2007. Sea Contamination Control Model to Increasing of Environment Carrying Capacities in Jakarta Bay. Under the direction of ETTY RIANI as chairman, and RAHMAT KURNIA as advisory committee member.

Jakarta Bay is important in coastal management for ecological and economical approach. Another case, it’s also as a river estuary area. Many rivers pass Jakarta Capital City, Bogor, Tangerang and Bekasi areas. The objective of this research were conducted to identify kind of source contamination, assimilation capacities of Jakarta Bay, important elements for contamination effect, and than to construct Sea Contamination Control model, for management policy instruction to prevent Jakarta Bay contamination. This research was operated from Agustus 2005 until April 2006. The analysis of this research used the system approach (dynamic system model). The contamination sources of this area were domestic waste, industrial disposal and waste of market. This contamination levels have an exceeded assimilation capacities: TDS is equal to 2.313.609,07 ton/month, PO4 is equal to 518,85 ton/month, SO4 is equal to

141.610,11 ton/month, MBAS is equal to 441,87 ton/month, KMnO4 is equal to

23.785,43 ton/month, BOD is equal to 16.369,05 ton/month, dan COD is equal to 52.983,15 ton/month. The interpretative structural modelling (ISM) indicated that it has five primary factors that is affected by law enforcement, good cooperation of stakeholders, good relation of area management, good compromise of need assessment, vision, target and mission to managing the environment.

Key words: Jakarta Bay, Contamination, Assimilation Capacities, Dynamic System Model


(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm dan sebagainya


(7)

MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN LAUT

UNTUK MENINGKATKAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

TELUK JAKARTA

IRMAN FIRMANSYAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(8)

Judul Tesis : Model Pengendalian Pencemaran Laut untuk Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan Teluk Jakarta

Nama : Irman Firmansyah

Nomor Pokok : P052040261

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Etty Riani, M.S. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Sumberdaya

Alam dan Lingkungan

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.


(9)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji adalah milik Allah SWT Rab semesta alam, yang bersemayam diatas Arsy-Nya meliputi segala sesuatu, yang maha penyayang lagi penerima taubat, yang memberi petunjuk kepada kebenaran. Shalawat serta salam tercurah kepada Nabi dan Rasul Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan umatnya yang mengikuti jejak mereka dengan baik hingga hari akhir, sehingga tesis yang berjudul “Model Pengendalian Pencemaran Laut untuk Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan Teluk Jakarta” dapat terselesaikan dengan baik.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Seiring dengan selesainya penulisan tesis ini, penulis merasa banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S sebagai Ketua Program Studi Ilmu

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta arahannya dalam menyelesaikan studi.

2. Dr. Ir. Etty Riani, M.S dan Ir. Rahmat Kurnia, M.Si sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan tesis.

3. Dr. Ir. Mennofatria Boer, M.Sc sebagai dosen penguji luar dari Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

4. Kedua Orang Tua atas segala kasih sayang dan perhatiannya yang tak mungkin terbalaskan serta do’a yang tak pernah putus dipanjatkan. Teh Susi dan adikku Rini atas kasih sayang dan dorongan semangatnya.

5. E’nna dan keluarga yang telah memberikan perhatiannya selama penulis menyelesaikan studi.


(10)

6. Kepada teman-teman Program Studi PSL, khususnya angkatan 2004, yang berasal dari berbagai daerah sehingga telah memberikan warna kebersamaan dalam perbedaan.

7. Kepada sahabat-sahabat dekatku (Yeni, Dhona, Ridho & Anne, Fahriza, N’jat, dan sahabat dekat yang tidak bisa disebutkan satu persatu).

8. Rekan-rekan satu penelitian di Teluk Jakarta.

9. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung yang tidak mungkin disebutkan satu per persatu, semoga Allah SWT mencatatnya sebagai suatu kebaikan disisi-Nya.

Dalam menyusun tesis ini, penulis telah berupaya untuk menghasilkan karya yang optimal. Oleh karena itu, penulis menantikan tanggapan, kritik dan saran-saran perbaikan untuk menyempurnakannya, selain itu juga penulis mengharapkan semoga hasil-hasil yang tertuang dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bekal ilmu bagi penulis, Amin.

Bogor, Januari 2007


(11)

MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN LAUT

UNTUK MENINGKATKAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

TELUK JAKARTA

IRMAN FIRMANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(12)

Ν

ß

γ

s

É

ã

Ï

9

Ä

¨$

¨

Ζ9

$

#

Ï

÷

ƒ

r

&

ô

M

t

6

|

¡

x

.

$

y

ϑ

Î

/

Ì

ó

s

t

7

ø

9

$

#

u

ρ

Îh

y

9

ø

9

$

#

Î

û

ß

Š$

|

¡

x

9

ø

$

#

t

y

γ

s

ß

t

βθ

ã

è

Å

_

ö

t

ƒ

ö

Ν

ß

γ

¯

=

y

è

s

9

#

(

θ

è

=

Ï

Η

x

å

%

Ï

©

!

$

#

u

Ù

÷

è

t

/

∩⊆⊇∪

41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).


(13)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ”Model Pengendalian Pencemaran Laut untuk Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan Teluk Jakarta” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam bentuk teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2007

Irman Firmansyah Nrp : P052040261


(14)

ABSTRAK

IRMAN FIRMANSYAH. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Laut untuk Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan Teluk Jakarta. Dibimbing oleh ETTY RIANI dan RAHMAT KURNIA, MSi

Teluk Jakarta adalah perairan yang demikian penting, baik ditinjau dari aspek ekologis maupun ekonomis. Disamping itu, Teluk Jakarta merupakan daerah tempat berbagai sungai bermuara. Sungai-sungai ini melintasi daerah-daerah wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya termasuk Bogor, Tangerang dan Bekasi. Penelitian ini secara umum bertujuan mendapatkan gambaran mengenai sumber-sumber pencemaran di Teluk Jakarta, mengetahui beban pencemaran dan mengukur kapasitas asimilasi Teluk Jakarta, mendapatkan informasi struktur tingkat kepentingan elemen dalam pengendalian pencemaran Teluk Jakarta, membuat teknik permodelan pengendalian pencemaran laut untuk meningkatkan daya dukung lingkungan (kapasitas asimilasi), khususnya perairan Teluk Jakarta dan menentukan arah kebijakan mengenai pencegahan pencemaran di Teluk Jakarta. Penelitian dilakukan dengan lokasi meliputi kawasan DKI Jakarta dan erairan Teluk Jakarta yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2005-April 2006. Analisis yang digunakan dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem (model sistem dinamis). Sumber-sumber pencemaran yang berada di Teluk Jakarta yang terbesar umumnya berasal dari landbased sources

antara lain dari limbah domestik, limbah industri dan limbah pasar. Bahan pencemar yang sudah melebihi kapasitas asimilasi pada penelitian ini adalah TDS sebesar 2.313.609,07 ton/bulan, PO4 sebesar 518,85 ton/bulan, SO4 sebesar

141.610,11 ton/bulan, MBAS sebesar 441,87 ton/bulan, KMnO4 sebesar

23.785,43 ton/bulan, BOD sebesar 16.369,05 ton/bulan, dan COD sebesar 52.983,15 ton/bulan. Arahan kebijakan yang ada dari hasil interpretative

structural modelling (ISM) di dapat lima faktor utama pada sektor independent

antara lain penerapan penegakan hukum, memperbaiki hubungan yang harmonis antar stakeholder, meningkatkan hubungan antar daerah khususnya dalam pengelolaan DAS, kompromi tingkat kebutuhan serta menyamakan visi, misi dan tujuan dalam pengelolaan lingkungan.

Kata Kunci : Teluk Jakarta, pencemaran , kapasitas asimilasi, model sistem dinamis


(15)

ABSTRACT

IRMAN FIRMANSYAH. 2007. Sea Contamination Control Model to Increasing of Environment Carrying Capacities in Jakarta Bay. Under the direction of ETTY RIANI as chairman, and RAHMAT KURNIA as advisory committee member.

Jakarta Bay is important in coastal management for ecological and economical approach. Another case, it’s also as a river estuary area. Many rivers pass Jakarta Capital City, Bogor, Tangerang and Bekasi areas. The objective of this research were conducted to identify kind of source contamination, assimilation capacities of Jakarta Bay, important elements for contamination effect, and than to construct Sea Contamination Control model, for management policy instruction to prevent Jakarta Bay contamination. This research was operated from Agustus 2005 until April 2006. The analysis of this research used the system approach (dynamic system model). The contamination sources of this area were domestic waste, industrial disposal and waste of market. This contamination levels have an exceeded assimilation capacities: TDS is equal to 2.313.609,07 ton/month, PO4 is equal to 518,85 ton/month, SO4 is equal to

141.610,11 ton/month, MBAS is equal to 441,87 ton/month, KMnO4 is equal to

23.785,43 ton/month, BOD is equal to 16.369,05 ton/month, dan COD is equal to 52.983,15 ton/month. The interpretative structural modelling (ISM) indicated that it has five primary factors that is affected by law enforcement, good cooperation of stakeholders, good relation of area management, good compromise of need assessment, vision, target and mission to managing the environment.

Key words: Jakarta Bay, Contamination, Assimilation Capacities, Dynamic System Model


(16)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm dan sebagainya


(17)

MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN LAUT

UNTUK MENINGKATKAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

TELUK JAKARTA

IRMAN FIRMANSYAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(18)

Judul Tesis : Model Pengendalian Pencemaran Laut untuk Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan Teluk Jakarta

Nama : Irman Firmansyah

Nomor Pokok : P052040261

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Etty Riani, M.S. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Sumberdaya

Alam dan Lingkungan

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.


(19)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji adalah milik Allah SWT Rab semesta alam, yang bersemayam diatas Arsy-Nya meliputi segala sesuatu, yang maha penyayang lagi penerima taubat, yang memberi petunjuk kepada kebenaran. Shalawat serta salam tercurah kepada Nabi dan Rasul Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan umatnya yang mengikuti jejak mereka dengan baik hingga hari akhir, sehingga tesis yang berjudul “Model Pengendalian Pencemaran Laut untuk Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan Teluk Jakarta” dapat terselesaikan dengan baik.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Seiring dengan selesainya penulisan tesis ini, penulis merasa banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S sebagai Ketua Program Studi Ilmu

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta arahannya dalam menyelesaikan studi.

2. Dr. Ir. Etty Riani, M.S dan Ir. Rahmat Kurnia, M.Si sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan tesis.

3. Dr. Ir. Mennofatria Boer, M.Sc sebagai dosen penguji luar dari Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

4. Kedua Orang Tua atas segala kasih sayang dan perhatiannya yang tak mungkin terbalaskan serta do’a yang tak pernah putus dipanjatkan. Teh Susi dan adikku Rini atas kasih sayang dan dorongan semangatnya.

5. E’nna dan keluarga yang telah memberikan perhatiannya selama penulis menyelesaikan studi.


(20)

6. Kepada teman-teman Program Studi PSL, khususnya angkatan 2004, yang berasal dari berbagai daerah sehingga telah memberikan warna kebersamaan dalam perbedaan.

7. Kepada sahabat-sahabat dekatku (Yeni, Dhona, Ridho & Anne, Fahriza, N’jat, dan sahabat dekat yang tidak bisa disebutkan satu persatu).

8. Rekan-rekan satu penelitian di Teluk Jakarta.

9. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung yang tidak mungkin disebutkan satu per persatu, semoga Allah SWT mencatatnya sebagai suatu kebaikan disisi-Nya.

Dalam menyusun tesis ini, penulis telah berupaya untuk menghasilkan karya yang optimal. Oleh karena itu, penulis menantikan tanggapan, kritik dan saran-saran perbaikan untuk menyempurnakannya, selain itu juga penulis mengharapkan semoga hasil-hasil yang tertuang dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bekal ilmu bagi penulis, Amin.

Bogor, Januari 2007


(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, sebuah kota yang dikenal sebagai kota hujan, pada Tanggal 24 April 1981 sebagai anak ke dua dari tiga bersaudara, dengan Ayah Endi Perdanakusumah dan Ibu Nunung Nurhaety.

Pada Tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 2 Sintang, kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Sintang dan lulus pada Tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Sintang sampai Tahun 1997, kemudian menyelesaikannya di SMU Negeri 1 Boyolali pada Tahun 1999.

Pada Tahun 1999 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan memilih Jurusan Manajemen Hutan pada Fakultas Kehutanan. Selama di Fakultas Kehutanan penulis aktif sebagai pengurus ASEAN Forestry Students Association

(AFSA). Gelar kesarjanaan diraih pada Tahun 2004 dengan mempertahankan skripsi berjudul “Studi Ekonomi Rumah tangga Penyadap Getah Pinus (Pinus

merkusii Jungh, et de Vriese) dan Ketergantungannya terhadap Sumberdaya

Hutan di RPH Cinagara BKPH Bogor KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten”. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa program Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti program Magister Sains, penulis aktif sebagai Dewan Penasehat, Unit Kegiatan Mahasiswa - Music Agriculture Expression (MAX), IPB serta mengikuti beberapa pekerjaan antara lain tim survey LPPM IPB pada kegiatan Sinergi Pemberdayaan Masyarakat (SIBERMAS) di Kabupaten Majalengka (2004), tim survei Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Kegiatan Penyusunan Konsep Perda Mendukung Investasi dan Kemitraan di Provinsi Kalimantan Timur (2005), tim penyusun Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Bogor (2006), dan tim ahli dalam penyusunan Database Sosio-Ekonomi Demografi di 12 Desa Binaan PT. Indocement Tunggal Prakasa, Tbk (2006-2007).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, penulis menulis Tesis dengan judul “Model Pengendalian Pencemaran Laut untuk Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan Teluk Jakarta”.


(22)

Persembahan

Kepada Cita-citaku yang menjulang tinggi

Kepada orang-orang yang membangun kepribadian dan keagungan diri dengan tangan sendiri

Kepada jiwa yang bergejolak untuk mencari sinar kehidupan diantara cinta dan perasaan

Kepada orang-orang yang membawaku ke jalan kebenaran Kepada tetesan air mata yang telah menjadi lautan Kepada berjuta senyuman yang membawa kedamaian

Kepada mereka yang menemaniku dalam perjalanan panjang kehidupan Kepada putri yang kelak menemaniku dalam singgasana kebahagiaan Kupersembahkan untuk


(23)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... vi DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Kerangka Pemikiran... 4 1.3. Perumusan Masalah ... 8 1.4. Tujuan ... 10 1.5. Manfaat Penelitian ... 10 II. TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1. Pengertian Sampah... 11 2.1.1. Jenis Sampah... 11 2.1.2. Pengolahan Sampah ... 12 2.2. Pencemaran Perairan Pesisir ... 13 2.2.1. Sumber-Sumber Pencemar di Laut ... 13 2.2.2. Dampak Pencemaran Laut ... 15 2.2.3. Penanggulangan Pencemaran Pesisir dan Lautan ... 17 2.3. Kapasitas Asimilasi... 17 2.4. Interpretative Structural Modelling (ISM) ... 20 2.5. Sistem dan model ... 22 III. METODE PENELITIAN... 25

3.1. Tempat dan Waktu ... 25 3.2. Rancangan Penelitian ... 25

3.2.1. Pendekatan Sistem ... 25 3.2.2. Metode Pengambilan Data ... 28 3.2.3. Metode Pengumpulan Sampel ... 28 3.2.4. Jenis Data ... 30 3.3. Analisis Data ... 31

3.3.1. Sumber-sumber Pencemaran Teluk Jakarta ... 31 3.3.2. Model Kualitatif dan Kuantitatif Pencemaran

Teluk Jakarta ... 32 3.3.3. Analisis Kebijakan Pengendalian Pencemaran Laut... 34 3.4. Definisi Operasional ... 41


(24)

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI... 43 4.1. Kondisi Geografis ... 43 4.2. Keadaan Penduduk... 44

4.2.1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ... 44 4.2.2. Sebaran Dan Kepadatan Penduduk ... 45 4.3. Teluk Jakarta ... 49 4.4. Kondisi Penelitian Teluk Jakarta sampai saat ini... 50

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 53 5.1. Sumber-sumber Pencemaran di Teluk Jakarta... 53

5.1.1. Sumber Pencemar dari Landbased... 54 5.1.2. Sumber di sepanjang Pantai Pantura Jakarta... 80 5.2. Status Kualitas Perairan, Beban Pencemaran dan Kapasitas

Asimilasi ... 85 5.2.1. Status Kualitas Muara Sungai dan Perairan Teluk

Jakarta ... 85 5.2.2. Analisis Beban Pencemaran Teluk Jakarta ... 88 5.2.3. Analisis Kapasitas Asimilasi Perairan Teluk Jakarta... 92 5.3. Struktur Elemen Kunci dalam Model Pengendalian Pencemaran

Teluk Jakarta ... 101 5.3.1. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Model

Pengendalian Pencemaran Teluk Jakarta ... 101 5.3.2. Tujuan dalam Pengembangan Model Pengendalian

Pencemaran Teluk Jakarta... 104 5.3.3. Kendala dalam Pengembangan Model Pengendalian

Pencemaran Teluk Jakarta... 107 5.3.4. Tolok Ukur Keberhasilan dalam Model Pengendalian

Pencemaran Teluk Jakarta... 110 5.3.5. Struktur Tingkat Kepentingan Antara Subelemen Pada

Empat Faktor Penting Dalam Sistem Pengendalian

Pencemaran Teluk Jakarta... 115 5.4. Pendekatan Sistem ... 119

5.4.1. Analisis Kebutuhan ... 119 5.4.2. Formulasi Masalah ... 122 5.4.3. Identifikasi Sistem... 123 5.4.4. Simulasi Model ... 126 5.4.5. Validasi Model ... 128 5.4.6. Analisis Kecenderungan Sistem... 131 5.5. Analisis Kebijakan ... 134 5.5.1. Penyusunan Skenario ... 134 5.5.2. Simulasi Skenario ... 136 5.6. Penggunaan Perangkat Lunak yang Dikembangkan... 138


(25)

5.7. Strategi dan Arahan Kebijakan ... 148 5.7.1. Penegakan Hukum ... 150 5.7.2. Memperbaiki Hubungan yang Harmonis antar

Stakeholder... 150 5.7.3. Meningkatkan Hubungan antar Daerah Khususnya

dalam Pengelolaan DAS ... 151 5.7.4. Menyamakan Visi, Misi dan Tujuan dalam

Pengelolaan Lingkungan... 153 5.8. Rencana Pengelolaan terhadap Sumber Pencemaran

Teluk Jakarta ... 154 5.8.1. Rencana Pengelolaan terhadap Sumber Pencemar ... 154

5.8.2. Rencana Pengelolaan Limbah secara Umum... 156 5.8.3. Rencana Pengelolaan Pencemaran Sungai... 158 5.8.4. Rencana Pengelolaan Teluk Jakarta... 158 VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 163

6.1. Kesimpulan ... 163 6.2. Saran... 164 DAFTAR PUSTAKA... 166 LAMPIRAN... 169


(26)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman Tabel 1. Peraturan perundangan pencemaran laut ... 17 Tabel 2. Responden penelitian ... 30 Tabel 3. Matriks data... 31 Tabel 4. Structural self interaction matrix (SSIM) awal elemen... 37 Tabel 5. Hasil reachability matrix (RM) final elemen... 38 Tabel 6. Perkembangan jumlah penduduk Kota Jakarta ... 44 Tabel 7. Persentase penduduk kotamadya di DKI Jakarta,

tahun 1971-2004... 46 Tabel 8. Kepadatan penduduk kotamadya di DKI Jakarta,

tahun 1961–2004... 47 Tabel 9. Perkiraan timbulan sampah berdasarkan hasil survei tahun 2005 . 54 Tabel 10. Perkiraan timbulan sampah DKI Jakarta tahun 2005... 57 Tabel 11. Berat jenis sampah dari berbagai sumber sampah ... 57 Tabel 12. Proyeksi komposisi sampah domestik (kondisi kering)... 58 Tabel 13. Komposisi sampah dari beberapa sumber pencemar

di DKI Jakarta ... 59 Tabel 14. Komposisi sampah dari beberapa sumber pencemar

di DKI Jakarta ... 60 Tabel 15. Nilai kalor dan kadar air sampah dari berbagai sumber... 61 Tabel 16. Perkiraan karakteristik rata-rata sampah di DKI Jakarta ... 62 Tabel 17. Dampak-dampak aktivitas industri terhadap lingkungan ... 68 Tabel 18. Proyeksi komposisi sampah pasar dan komersial tahun 2005 ... 71 Tabel 19. Komposisi sampah rata-rata dari sumber pasar di DKI Jakarta

tahun 2005... 75 Tabel 20. Komposisi sampah rata-rata di DKI Jakarta ... 75 Tabel 21. Nilai kalor dan kadar air sampah dari berbagai sumber

pencemar ... 76 Tabel 22. Komposisi sampah pasar tradisional... 78 Tabel 23. Komposisi sampah pertokoan modern ... 79 Tabel 24. Jenis kegiatan yang menyebabkan pencemaran di

Teluk Jakarta ... 81 Tabel 25. Status kualitas muara sungai di Teluk Jakarta ... 85 Tabel 26. Status kualitas perairan Teluk Jakarta... 88 Tabel 27. Beban pencemaran di Teluk Jakarta tahun 2000-2005 ... 89 Tabel 28. Bahan anorganik ion-ion di perairan... 90 Tabel 29. Kapasitas asimilasi perairan Teluk Jakarta ... 93 Tabel 30. Elemen peran pemerintah dalam pengembangan model

pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 101 Tabel 31. Elemen tujuan dalam pengembangan model pengendalian

pencemaran Teluk Jakarta... 104 Tabel 32. Elemen kendala dalam pengembangan model pengendalian

pencemaran Teluk Jakarta... 108


(27)

Tabel 33. Elemen tolok ukur keberhasilan dalam pengembangan model

pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 111 Tabel 34. Perkiraan responden mengenai kondisi masa yang akan datang ... 135 Tabel 35. Skenario dan kombinasi kondisi faktor... 135 Tabel 36. Interpretasi kondisi masa yang akan datang... 136


(28)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman Gambar 1. Interaksi sistem sosial manusia dengan ekosistem alam... 5 Gambar 2. Kerangka pemikiran pengendalian pencemaran laut ... 6 Gambar 3. Matriks driver power dependence (DP-D) untuk elemen ... 21 Gambar 4. Tahapan dalam pendekatan sistem... 26 Gambar 5. Hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi polutan ... 33 Gambar 6. Diagram alir deskriptif teknik ISM pada analisis sistem

pencemaran Teluk Jakarata ... 36 Gambar 7. Agregasi pendapat penilai pada teknik ISM ... 37 Gambar 8. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam

sistem pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 39 Gambar 9. Ruang lingkup dan alur sistematika penelitian ... 42 Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta ... 43 Gambar 11. Peta Distribusi dan kepadatan penduduk DKI Jakarta

tahun 2010... 48 Gambar 12. Indeks diversitas di Teluk Jakarta berdasarkan lokasi titik

pengamatan pada bulan Mei dan Oktober 2004... 51 Gambar 13. Indeks diversitas di Muara Teluk Jakarta pada kondisi pasang

dan surut Bulan Mei dan Oktober 2004 ... 52 Gambar 14. Sampah-sampah di sekitar muara sungai ... 53 Gambar 15. Skema kontribusi sumber pencemar terhadap Teluk Jakarta... 54 Gambar 16. Produksi sampah dari berbagai sumber sampah ... 55 Gambar 17. Kepadatan pemukiman di DKI Jakarta ... 56 Gambar 18. Alur pencemaran Teluk Jakarta ... 70 Gambar 19. Perbandingan persentase proyeksi dan komposisi sampah pasar

di DKI Jakarta dari tahun 1986, 1995 dan 2005 ... 73 Gambar 20. Komposisi rata-rata sampah pasar di DKI Jakarta tahun 2005 ... 74 Gambar 21. Komposisi jumlah sampah total di DKI Jakarta Tahun 2005 ... 76 Gambar 22. Aktivitas kegiatan di pasar tradisional ... 77 Gambar 23. Pengelolaan sampah pasar modern di DKI Jakarta... 79 Gambar 24. Pengelolaan sampah pasar modern di DKI Jakarta... 80 Gambar 25. Kegiatan aktivitas pelabuhan di pantai utara Jakarta ... 81 Gambar 26. Kegiatan aktivitas nelayan di pantai utara Jakarta ... 81 Gambar 27. Perubahan jumlah TDS di perairan Teluk Jakarta

tahun 2000-2005 ... 90 Gambar 28. Lokasi pemantauan muara sungai di DKI Jakarta... 92 Gambar 29. Analisis regresi antara beban pencemar TDS di muara dengan

konsentrasi TDS di Teluk Jakarta dari tahun 2000-2005... 94 Gambar 30. Analisis regresi antara beban pencemar TSS di muara dengan

konsentrasi TSS di Teluk Jakarta dari tahun 2000-2005 ... 94 Gambar 31. Analisis regresi antara beban pencemar Mn di muara dengan

konsentrasi Mn di Teluk Jakarta dari tahun 2000-2005... 95 Gambar 32. Analisis regresi antara beban pencemar PO4 di muara dengan

konsentrasi PO4 di Teluk Jakarta dari tahun 2000-2005... 96


(29)

Gambar 33. Analisis regresi antara beban pencemar Zn di muara dengan

konsentrasi Zn di Teluk Jakarta dari tahun 2000-2005... 96 Gambar 34. Analisis regresi antara beban pencemar SO4 di muara dengan

konsentrasi SO4 di Teluk Jakarta dari tahun 2000-2005... 97

Gambar 35. Analisis regresi antara beban pencemar MBAS di muara dengan konsentrasi MBAS di Teluk Jakarta dari

tahun 2000-2005 ... 98 Gambar 36. Analisis regresi antara beban pencemar KMnO4 di muara

dengan konsentrasi KMnO4 di Teluk Jakarta dari

tahun 2000-2005 ... 98 Gambar 37. Analisis regresi antara beban pencemar BOD di muara dengan

konsentrasi PO4 di Teluk Jakarta dari tahun 2000-2005... 99

Gambar 38. Analisis regresi antara beban pencemar COD di muara dengan konsentrasi COD di Teluk Jakarta dari tahun 2000-2005... 100 Gambar 39. Diagram hierarki dari Subelemen peran pemerintah

dalam pengembangan model pengendalian pencemaran

Teluk Jakarta ... 102 Gambar 40. Matriks DP-D untuk elemen peran pemerintah dalam

pengembangan sistem pengendalian pencemaran

Teluk Jakarta ... 103 Gambar 41. Diagram hierarki dari Subelemen tujuan dalam

pengembangan model pengendalian pencemaran

Teluk Jakarta ... 105 Gambar 42. Matriks DP-D untuk elemen tujuan dalam pengembangan

sistem pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 107 Gambar 43. Diagram hierarki dari Subelemen kendala dalam

pengembangan sistem pengendalian pencemaran

Teluk Jakarta ... 109 Gambar 44. Matriks DP-D untuk elemen kendala dalam pengembangan

sistem pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 110 Gambar 45. Diagram hierarki dari Subelemen tolok ukur dalam

pengembangan sistem pengendalian pencemaran

Teluk Jakarta ... 112 Gambar 46. Matriks DP-D untuk elemen tolok ukur dalam pengembangan

sistem pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 114 Gambar 47. Diagram hierarki dari tingkat kepentingan dalam

pengembangan sistem pengendalian pencemaran

Teluk Jakarta ... 117 Gambar 48. Matriks DP-D untuk tingkat kepentingan dalam

pengembangan sistem pengendalian pencemaran

Teluk Jakarta ... 118 Gambar 49. Diagram sebab akibat (causal loop) model pengendalian

pencemaran laut (Teluk Jakarta) ... 124 Gambar 50. Diagram black box (input-output) sistem pengendalian

pencemaran pencemaran laut ... 126 Gambar 51. Diagram forester model pengendalian pencemaran

Teluk Jakarta ... 127


(30)

Gambar 52. Perubahan jumlah beban pencemaran KMNO4, BOD

dan COD ... 129 Gambar 53. Peningkatan jumlah penduduk DKI Jakarta... 130 Gambar 54. Peningkatan jumlah industri dan pasar di DKI Jakarta... 130 Gambar 55. Perkembangan populasi dan kesadaran masyarakat

terhadap pencemaran Teluk Jakarta (2001-2030) ... 132 Gambar 56. Perkembangan jumlah industri dan tingkat kepedulian

lingkungan terhadap pencemaran Teluk Jakarta (2001-2030) ... 132 Gambar 57. Perkembangan jumlah pasar dan tingkat kepedulian

lingkungan terhadap pencemaran Teluk Jakarta (2001-2030) ... 133 Gambar 58. Skenario-skenario persentase pencemaran Teluk Jakarta ... 137 Gambar 59. Tampilan pembuatan shortcut... 140 Gambar 60. Tampilan awal program MoPPeL ... 141 Gambar 61. Tampilan menu untuk halaman utama ... 142 Gambar 62. Tampilan menu untuk input data ... 143 Gambar 63. Tampilan menu untuk hasil simulasi input data... 144 Gambar 64. Tampilan menu skenario model ... 145 Gambar 65. Tampilan menu skenario model hasil simulasi ... 145 Gambar 66. Tampilan submenu causal loop... 146 Gambar 67. Tampilan submenu diagram forester... 147 Gambar 68. Tampilan submenu black box... 147 Gambar 69. Tampilan submenu skenario ... 148 Gambar 70. Sungai Ciliwung yang melalui beberapa wilayah

administrasi ... 152


(31)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kualitas air Sungai Kamal ... 169 Lampiran 2. Kualitas air Sungai Cengkareng Drain... 170 Lampiran 3. Kualitas air Sungai Ciliwung ... 171 Lampiran 4. Kualitas air Sungai Grogol... 172 Lampiran 5. Kualitas air Sungai Ciliwung ... 173 Lampiran 6. Kualitas air Sungai Ciliwung ... 174 Lampiran 7. Kualitas air Kalibaru Timur ... 175 Lampiran 8. Kualitas air Kali Sunter... 176 Lampiran 9. Kualitas air Sungai Cakung Drain... 177 Lampiran 10. Kualitas air Sungai Blencong... 178 Lampiran 11. Beban pencemaran Sungai Kamal ... 179 Lampiran 12. Beban pencemaran Sungai Cengkareng Drain... 180 Lampiran 13. Beban pencemaran Sungai Ciliwung ... 181 Lampiran 14. Beban pencemaran Sungai Grogol... 182 Lampiran 15. Beban pencemaran Sungai Ciliwung ... 183 Lampiran 16. Beban pencemaran Sungai Ciliwung ... 184 Lampiran 17. Beban pencemaran Kalibaru Timur ... 185 Lampiran 18. Beban pencemaran Kali Sunter... 186 Lampiran 19. Beban pencemaran Sungai Cakung Drain... 187 Lampiran 20. Beban pencemaran Sungai Blencong... 188 Lampiran 21. Beban Pencemaran di Teluk Jakarta Tahun 2000-2005... 189 Lampiran 22. Perhitungan analisis regresi bahan pencemar ... 190 Lampiran 23. Hasil ISM untuk elemen peran pemerintah... 195 Lampiran 24. Hasil ISM untuk elemen tujuan ... 196 Lampiran 25. Hasil ISM untuk elemen kendala ... 197 Lampiran 26. Hasil ISM untuk elemen tolok ukur ... 198 Lampiran 27. Hasil ISM untuk elemen tingkat kepentingan... 199 Lampiran 28. Perkembangan jumlah penduduk DKI Jakarta... 200 Lampiran 29. Perkembangan dan kesadaran penduduk DKI Jakarta dari

hasil regresi ... 201 Lampiran 30. Perkembangan dan lingkungan industri DKI Jakarta dari

hasil regresi ... 202 Lampiran 31. Perkembangan dan lingkungan pasar DKI Jakarta dari

hasil regresi ... 203 Lampiran 32. Skenario-skenario model untuk parameter TDS dalam

model pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 204 Lampiran 33. Skenario-skenario model untuk parameter TSS dalam

model pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 205 Lampiran 34. Skenario-skenario model untuk parameter Mn dalam

model pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 206 Lampiran 35. Skenario-skenario model untuk parameter PO4 dalam

model pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 207


(32)

Lampiran 36. Skenario-skenario model untuk parameter Zn dalam

model pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 208 Lampiran 37. Skenario-skenario model untuk parameter SO4 dalam

model pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 209 Lampiran 38. Skenario-skenario model untuk parameter MBAS dalam

model pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 210 Lampiran 39. Skenario-skenario model untuk parameter KMnO4 dalam

model pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 211 Lampiran 40. Skenario-skenario model untuk parameter BOD dalam

model pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 212 Lampiran 41. Skenario-skenario model untuk parameter COD dalam

model pengendalian pencemaran Teluk Jakarta ... 213 Lampiran 42. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang

berwawasan lingkungan ... 214 Lampiran 43. Bagan pengelolaan masalah pencemaran limbah industri

dengan pendekatan teknologi, lingkungan,

dan administratif ... 216 Lampiran 44. Kuisioner Penelitian ... 217


(33)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara kita sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi. Di dalam pembangunan ekonomi, di negara yang sudah maju sekalipun selalu tergantung pada sumberdaya alam dan produktifitas ekosistem, karena pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat ini memerlukan barang dan jasa yang semuanya berasal dari ekosistem dan sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya, sehingga untuk keperluan pembangunan sering kali menimbulkan tekanan-tekanan terhadap lingkungan.

Pertumbuhan dan perlindungan lingkungan sejalan dengan visi pembangunan berkesinambungan, dimana selama bertahun-tahun pertumbuhan ekonomi yang pesat telah memberikan keuntungan yang besar kepada orang Indonesia. Namun, pertumbuhan ini telah menghasilkan polusi yang signifikan, dimana orang Indonesia telah membayar mahal dipandang dari segi kesehatan manusia dan degradasi lingkungan.

Teknologi memang mengalami kemajuan yang pesat, tetapi dalam perkembangannya tidak seluruhnya mampu menggantikan fungsi lingkungan alam. Hal ini menimbulkan ketimpangan, yang selanjutnya mengakibatkan kemerosotan kualitas lingkungan, antara lain: (a) timbulnya pencemaran lingkungan oleh bahan beracun berbahaya (B3) serta limbah lainnya, (b) tercemarnya kebutuhan pokok : tanah, air, udara dengan berbagai bahan pencemar baik kimia, fisik, maupun hayati, termasuk hujan asam, kenaikan kadar CO2,

kenaikan suhu atmosfer dan sebagainya.

Pencemaran merupakan masalah kemanusiaan dan masalah masa depan kehidupan manusia. Pencemaran juga merupakan cermin dari ketidaktepatan pola hubungan antara sistem kemasyarakatan dengan sumberdaya alam dan lingkungan, yang seharusnya diharapkan mampu mempertahankan keberlanjutan sistem penyangga kehidupan. Ketidaktepatan pola hubungan ini lahir sebagai akibat dari ketidakmampuan manusia untuk mengartikulasikan makna kemajuan dan pertumbuhan bagi kehidupan, yang dipercepat oleh strategi pembangunan yang tidak sejalan dengan azas sustainability.


(34)

2 Sejak dulu bangsa Indonesia sudah bersahabat dengan laut, bahkan kehidupan sebagian penduduk di Indonesia seperti sebagian besar penduduk di kawasan Asia Tenggara sangat bergantung pada laut. Laut dapat berfungsi sebagai sumber kehidupan, penyedian makanan, obat-obatan dan bahan-bahan material. Laut juga sebagai media transportasi dan komunikasi sehingga akan mempunyai kontribusi dalam perdagangan dan pertumbuhan ekonomi.

Faktor penting dalam pelestarian suatu perairan pantai adalah kegiatan manusia di sekitarnya dan cara pengelolaan yang dilakukan terhadap pantai tersebut. Meningkatnya aktivitas manusia akan menyebabkan peningkatan terhadap kegiatan pembangunan sehingga berdampak pada eksploitasi sumberdaya alam.

Strategi pengelolaan lingkungan pada awalnya didasarkan pada pendekatan kapasitas daya dukung (carrying capacity approach). Namun kemampuan daya dukung lingkungan alamiah sangat terbatas untuk menetralisir pencemaran yang semakin meningkat, upaya mengatasi masalah pencemaran berkembang ke arah pendekatan mengolah limbah yang terbentuk (end of pipe treatment). Pendekatan ini terfokus pada pengolahan dan pembuangan limbah untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pada kenyataannya pencemaran dan kerusakan lingkungan tetap terjadi dan cenderung terus berlanjut, karena dalam prakteknya pendekatan melalui pengolahan limbah menghadapi berbagai kendala, antara lain :

•Bersifat reaktif, yaitu bereaksi setelah limbah terbentuk.

•Tidak efektif dalam memecahkan masalah pencemaran lingkungan karena mengolah limbah hanyalah mengubah bentuk limbah dan memindahkannya dari satu media ke media lain.

•Biaya investasi dan operasi pengolahan dan pembuangan limbah biasanya mahal, yang mengakibatkan biaya proses produksi meningkat dan harga jual produk juga naik. Hal ini menjadi salah satu alasan pengusaha untuk tidak memasang alat pengolah limbah atau mengoperasikan sekedarnya.

•Memberi peluang untuk pengembangan teknologi pengolahan limbah sehingga tidak terpikirkan untuk mengurangi limbah sejak awal pada sumbernya.


(35)

3

•Peraturan Perundang-undangan yang menetapkan persyaratan limbah yang boleh dibuang setelah dilakukan pengolahan cenderung untuk dilanggar bila pengawasan dan penegakan hukum lingkungan tidak efektif dijalankan.

Salah satu perairan laut yang kualitas perairannya sudah melewati batas ambang baku mutu kualitas perairan menurut kriteria Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut adalah Teluk Jakarta. Hal ini disebabkan banyak limbah yang masuk ke dalam perairan Teluk Jakarta yang dibawa oleh sungai-sungai yang bermuara ke dalamnya. Teluk Jakarta menjadi teluk yang paling tercemar di Asia antara lain akibat limbah yang berasal dari rumah tangga dan industri serta reklamasi tanah, pencemaran tersebut bahkan meluas hingga ke Pulau Seribu.

Teluk Jakarta adalah perairan yang demikian penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Perairan ini secara ekologis menjadi penting karena menopang kehidupan biota laut di Laut Jawa serta mendapat ancaman serius pencemaran melalui limbah hasil kegiatan seluruh manusia di DKI Jakarta dan sekitarnya melalui 10 muara sungai yang dipantau oleh BPLHD Jakarta (BPLHD, 2004). Secara ekonomis, perairan ini merupakan lahan kehidupan ribuan manusia, mulai dari nelayan, pelaku bisnis, hingga masyarakat umum lainnya. Di teluk ini pula terletak sebuah pelabuhan internasional yang memiliki frekuensi transportasi perkapalan yang tinggi. Belum lagi kegiatan pariwisata bahari di pantai Teluk Jakarta dan di gugusan Kepulauan Seribu. Singkat kata, Teluk Jakarta adalah sebuah ekosistem perairan yang mendapat tekanan ekologis-ekonomis tinggi dari manusia (Damar, 2004).

Disamping itu, Teluk Jakarta merupakan daerah tempat berbagai sungai bermuara. Sungai-sungai ini melintasi daerah-daerah wilayah DKI dan sekitarnya termasuk Bogor, Tangerang dan Bekasi. Daerah ini umumnya padat dengan pemukiman serta kegiatan-kegiatan industri oleh karena itu sangatlah beralasan jika sungai-sungai yang melintasi daerah tersebut memiliki potensi mengandung limbah.

Limbah rumah tangga dan limbah industri tanpa pengolahan yang memadai kemudian mengalir masuk ke saluran air dan perairan pantai mempunyai dampak signifikan pada flora dan fauna perairan pantai. Limbah rumah tangga terutama


(36)

4 meningkatnya BOD dapat mengurangi oksigen terlarut, yang menimbulkan kondisi anoxic. Dengan kondisi demikian, ikan dan spesies lain yang bergantung pada oksigen tidak dapat bertahan dan organisme aerobik lambat laun tergeser oleh bentuk kehidupan anaerobic, terutama bakteri dan spesies invertebrata dalam jumlah terbatas. Polusi organik ini berdampak penting pada organisme bentik dan perikanan pantai, terumbu karang, serta spesies-spesies lain yang hidupnya tergantung pada organisme muara dan sungai (Bank Dunia, 2003).

Sekitar 9 juta manusia di DKI Jakarta bertanggung jawab atas pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta. Seluruh limbah hasil kegiatan manusia, baik kegiatan domestik maupun industri, masuk ke perairan ini. Adalah suatu fakta pula bahwa sampai saat ini belum tersedia fasilitas pengolahan limbah cair domestik kolektif yang memadai mampu mengolah seluruh limbah cair domestik dari seluruh manusia di DKI Jakarta. Akibatnya, limbah cair domestik dari setiap rumah tangga masuk ke sistem drainase kota (kali dan sungai) tanpa diolah, yang kemudian masuk ke perairan Teluk Jakarta.

Potensi pencemaran di Teluk Jakarta yang tinggi disebabkan oleh tingginya potensi limbah pencemar yang masuk dari daratan di sekitar teluk akan menambah beban pencemaran dari tahun ke tahun, dan untuk membenahi masalah tersebut merupakan tantangan utama bagi pemerintah dan masyarakat dalam mengelola wilayah pantai yang harus diintegrasikan dengan manajemen perkotaan serta daerah aliran sungai. Untuk mengatasi permasalahan pencemaran di Teluk Jakarta tersebut, perlu studi mengenai beban pencemaran dan asimilasi perairan di Teluk Jakarta serta model pengendalian pencemaran laut agar dapat diambil suatu kebijakan mengenai minimalisasi pencemaran di perairan tersebut.

1.2. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini berdasarkan pada teori Rambo (1984) dalam Andajani (1997) yang terlihat pada Gambar 1, dimana aktivitas manusia, pranata sosial dan unsur-unsur budaya berada dalam satu kesatuan yang integral yakni sistem sosial. Pengembangan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2, dimana sistem sosial saling berinteraksi dengan ekosistem alam, dalam hal ini laut beserta potensinya sebagai suatu ekosistem.


(37)

(38)

6

Pengaruh Terhadap Lingkungan

Pengelolaan Sumber Pencemaran Daya Dukung

Lingkungan

Simulasi Pemodelan Pengendalian Pencemaran Laut Sumber-sumber Pencemaran Laut

• Pemukiman, industri, rumah sakit, pasar, perdagangan dan jasa, transportasi pelabuhan laut, dan lain-lain.

Ekosistem Alam - Air

-Tanah - Udara - Iklim Sistem Sosial

-Populasi -Teknologi -Struktur Sosial -Ideologi

Seleksi, Adaptasi dan Interaksi

Potensi SDA (Lingkungan Laut) Potensi SDM dan

Karakteristik Sistem Sosial (Aktivitas Sosial)

Aliran Energi, Materi dan Informasi

Tingkat Pencemaran Teluk Jakarta Aliran Energi, Materi dan Informasi

Strategi Pola Sistem Pengendalian Pencemaran Laut

• Mengurangi Dampak dari Pencemaran Laut

• Menjaga Kelestarian Lingkungan

• Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan atau Kemampuan Asimilasi


(39)

7 Dengan adanya sifat fisika kimia air yang istimewa dan didukung dengan letak topografinya yang khas, tekanan-tekanan terhadap lingkungan dari kegiatan pembangunan baik dari kegiatan pembangunan yang terjadi di ekosistem perairan itu sendiri maupun yang berasal dari kegiatan pembangunan yang terjadi di luar ekosistem perairan, pada akhirnya akan masuk ke dalam laut, akibatnya dapat terjadi perubahan pada kualitas air di ekosistem laut tersebut. Bahkan bukan hanya itu saja, akibat dari kegiatan pembangunan ini telah mengakibatkan terakumulasinya bahan-bahan beracun dan berbahaya (bahan pencemar) dan banyak diantaranya sudah mengalami pencemaran sampai pada tingkat yang melampaui daya dukung lingkungan (di luar batas toleransinya). Padahal air merupakan kebutuhan pokok bagi seluruh mahluk hidup.

Suatu perairan dikatakan tercemar apabila beban pencemar lebih besar dari kapasitas asimilasi perairan yang diindikasikan oleh tingginya konsentrasi bahan pencemar dibandingkan ambang batas baku mutu yang berlaku. Kondisi ini apabila tidak segera dikelola akan segera menimbulkan dampak negatif pada sistem ekologi, ekonomi dan sosial.

Tercemarnya air laut oleh bahan pencemar umumya di sebabkan masuknya limbah ke dalam perairan. Berbagai kegiatan pembangunan yang dapat menimbulkan pencemaran perairan di Teluk Jakarta diantaranya adalah pemukiman, industri, rumah sakit, industri perikanan, perdagangan dan jasa, serta transportasi dan pelabuhan laut. Terbatasnya usaha pengolahan limbah pada berbagai kegiatan tersebut dapat menyebabkan konsentrasi limbah yang dihasilkan akan melebihi daya asimilasi (kemampuan menetralisir) air laut.

Menurut Soedharma et al. (2005) sebagian besar (lebih kurang 85%) beban pencemaran yang masuk ke Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu berasal dari daratan dan hulu daerah aliran sungai (DAS). Kegiatan yang makin intensif ini mengakibatkan perairan Teluk Jakarta telah mengalami perubahan dan kemungkinan telah menyebabkan kerusakan pada lingkungan perairan yang disertai dengan menurunnya kualitas air laut. Pencemaran perairan ini memberikan dampak terhadap kehidupan biota laut, sumberdaya dan kenyamanan ekosistem laut serta nilai guna lainnya dari ekosistem laut.


(40)

8 Teluk Jakarta mengalami penambahan bahan pencemar oleh berbagai aktivitas manusia dan fasilitas umum, dimana limbah dari kegiatan itu terkumpul di kawasan teluk, ditambah lagi dengan perairan Teluk Jakarta relatif tertutup dan arus pasang surut yang rendah, sehingga dimungkinkan terjadi penurunan kualitas perairan di kawasan Teluk Jakarta.

Apabila pencemaran itu dibiarkan sampai pada taraf dimana beban pencemar lebih besar nilainya dari pada kapasitas asimilasi maka akan berakibat fatal bagi sistem kehidupan. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pengurangan beban pencemar langsung dari sumbernya. Untuk sampai pada kebijakan seperti itu, tentu saja terlebih dahulu perlu kita ketahui secara kuantitatif berapa besarnya nilai beban pencemar dan kapasitas asimilasi suatu perairan.

1.3. Perumusan Masalah

Tekanan terbesar lahir oleh semakin meningkatnya pencemaran dari berbagai aktivitas ekonomi yang secara langsung atau tidak langsung terkait dengan wilayah perairan pesisir dan lautan. Tingkat pencemaran ini terus-menerus meningkat karena masih dipercayainya fungsi perairan pesisir dan lautan sebagai tempat pembuangan limbah dari berbagai kegiatan manusia. Sekitar 60%-85% sumber pencemar perairan pesisir dan laut adalah berasal dari berbagai kegiatan di daratan, sisanya adalah dari kegiatan dari laut itu sendiri. Hal ini telah memperburuk kondisi lingkungan di kawasan itu yang ditandai oleh meningkatnya pencemaran sampah, menurunnya tutupan karang, dan berkurangnya populasi ikan. Namun, hingga kini belum ada upaya serius dan berkelanjutan untuk mengatasinya. Berbagai program yang pernah dicanangkan pemerintah seperti Program Nasional Pantai Lestari yang melibatkan empat departemen terkait dan Program Prokasih (Program Kali Bersih) hanyalah kegiatan sesaat dan tidak terlihat hasilnya, karena program-program tersebut telah dilaksanakan bertahun-tahun tetapi kondisi pencemaran Teluk Jakarta semakin meningkat pula dari tahun ke tahun berdasarkan data kualitas air yang terus dipantau oleh BPLHD.


(41)

9 Teluk Jakarta selama ini dikenal sebagai salah satu lokasi pencemaran. Data hasil riset Bank Dunia (2003) menunjukkan bahwa ballast dari kapal-kapal yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, ikut berperan dalam pencemaran air laut di sana, selain adanya limbah industri dan rumah tangga. Bukti paling mutakhir adalah fenomena matinya ribuan ikan di Teluk Jakarta mulai dari bulan Mei, bulan Nopember 2004 serta bulan April 2005.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian para pakar dari IPB, BPLHD DKI Jakarta dan LIPI. Hasil riset itu menyatakan bahwa kondisi Teluk Jakarta telah mendekati titik kritis terjadinya fenomena HAB-harmfull algal

bloom atau red tide. Algal bloom adalah fenomena meledaknya populasi

fitoplankton terutama jenis dinoflagellata sebagai konsekuensi tingginya kandungan nutrien dari pencemaran logam berat dan limbah organik. Berdasarkan pengalaman sejenis di seluruh daerah tropis, jenis dinoflagellata

tersebut kemungkinan adalah Gambieradiscus toxicus, Prorocentrum lima,

Ostreopsis sp, Coolia monotis yang menghasilkan toksin yang dikenal sebagai

Ciguaetera fish poisoning yaitu sejenis toksin termasuk golongan ciguatoxin,

maitotoxin, scaritoxin, gambierotoxin (polyethers). Ledakan populasi

fitoplankton jenis dinoflagellata ini juga dipicu oleh rendahnya oksigen terlarut. Sisi yang lain, limbah rumah tangga meningkatkan BOD dan mengurangi oksigen terlarut kemudian menimbulkan anoxic (keadaan tanpa oxigen). Dengan kondisi ini, ikan dan spesies lain yang bergantung pada oksigen tidak dapat bertahan dan organisme aerobik lambat laun tergeser oleh bentuk kehidupan anaerobik, terutama bakteri dan spesies invertebrata dalam jumlah terbatas. Berbagai pencemaran tersebut menimbulkan dampak signifikan pada flora dan fauna perairan pantai. Kondisi rendahnya oksigen terlarut dan kaya akan nutrien tersebut merupakan konsekuensi logis pencemaran dari industri, rumah tangga dan ballast kapal-kapal yang berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok.

Perairan Teluk Jakarta merupakan tempat pelimpahan akhir dari sungai-sungai yang bermuara ke dalam teluk, baik sungai-sungai-sungai-sungai yang terdapat di DKI Jakarta maupun yang berada di sekitar wilayah BODETABEK, sehingga beban yang diterima oleh Teluk Jakarta cenderung semakin berat. Kepentingan yang


(42)

10 mencakup kegiatan perikanan, wisata, pertambangan/industri dan perhubungan secara integral menambah kompleksnya permasalahan yang timbul.

1.4. Tujuan

Tujuan dari penelitian antara lain :

1. Mengetahui sumber-sumber pencemaran di Teluk Jakarta.

2. Mengetahui beban pencemaran dan mengukur kapasitas asimilasi di perairan Teluk Jakarta.

3. Mengetahui struktur tingkat kepentingan elemen dalam pengendalian pencemaran Teluk Jakarta.

4. Membuat suatu teknik pemodelan pengendalian pencemaran laut untuk meningkatkan daya dukung lingkungan (kapasitas asimilasi), khususnya perairan Teluk Jakarta.

5. Menentukan strategi arahan kebijakan mengenai pencegahan pencemaran di Teluk Jakarta agar dapat meningkatkan daya dukung lingkungan perairan.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Manfaat Ilmiah. Secara umum penelitian ini memberikan manfaat kepada

ilmu lingkungan, seperti penerapan aplikasi cara berfikir sistem dalam merumuskan alternatif pengendalian pencemaran laut dan diharapkan dapat menambah "model pengendalian pencemaran lingkungan" dalam ilmu lingkungan; penerapan metode simulasi dinamika sistem untuk analisa kebijakan dapat memperkaya metodologi ilmu lingkungan

2) Manfaat Praktis. Manfaat yang dapat diberikan kepada pembangunan dalam bentuk saran kebijakan yang dapat dipakai untuk pengambilan keputusan dalam bidang pengelolaan limbah indutri berkelanjutan pada umumnya dan pencegahan meningkatnya pencemaran di Teluk Jakarta pada khususnya.


(43)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Sampah

Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud padat baik berupa zat organik maupun anorganik yang bersifat dapat terurai maupun tidak terurai dan dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga dibuang ke lingkungan (Menteri Negara lingkungan Hidup, 2003). Segala macam organisme yang ada di alam ini selalu menghasilkan sampah atau bahan buangan. Sebagian besar sampah yang dihasilkan oleh organisme yang ada di alam ini bersifat organik, kecuali sampah yang berasal dari aktifitas manusia yang dapat bersifat organik maupun anorganik. Contoh sampah organik adalah: sisa-sisa bahan makanan yang berasal dari tumbuhan atau hewan, kertas, kayu, bambu, dan lain-lain. Sedangkan sampah anorganik misalnya plastik, logam, gelas, dan karet.

Azwar (1990) mengatakan bahwa sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, umumnya berasal dari kegiatan manusia dan bersifat padat. Definisi lain dikemukakan oleh Hadiwijoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan baik telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak memiliki nilai serta dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian alam.

2.1.1. Jenis Sampah

Sumber sampah digolongkan ke dalam dua kelompok. Pertama, sampah domestik yaitu sampah yang dihasilkan oleh kegiatan manusia sehari-hari secara langsung. Baik yang berasal dari rumah, pasar, sekolah, pemukiman, rumah sakit, pusat-pusat keramaian, dan lain-lain. Kedua, sampah non domestik, yaitu sampah yang dihasilkan oleh kegiatan manusia sehari-hari secara tidak langsung, misalnya dari pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, perhutanan, transportasi, dan lain-lain. Sedangkan berdasarkan bentuknya, sampah digolongkan kedalam sampah padat (berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan, kotoran), sampah cair (berasal dari buangan pabrik, industri, pertanian, peternakan, rumah tangga) dan sampah gas (berasal dari knalpot kendaraan, cerobong pabrik dan lain-lain).


(44)

12

Adapun berdasarkan jenisnya, sampah dibagi dalam dua jenis yaitu sampah organik yang tersusun dari senyawa organik (sisa tanaman, hewan maupun kotoran) dan sampah non organik yang tersusun dari senyawa anorganik (plastik, botol, logam).

Di alam, sampah-sampah tersebut ada yang dapat terurai secara alami oleh jasad hidup (bersifat degradable). Sebagian lainnya tidak dapat diuraikan (non

degradable) yang sulit diurai secara alami oleh jasad hidup. Sebenarnya, hampir

semua sampah baik organik maupun anorganik, dapat diurai oleh mikroorganisme, termasuk benda anorganik seperti besi, kaca, dan batu. Namun penguraiannya membutuhkan waktu yang sangat lama.

2.1.2. Pengolahan Sampah

Pengolahan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengolahan sampah dianggap baik jika sampah yang diolah tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah tidak mencemari udara, air atau tanah, tidak menimbulkan bau dan tidak menimbulkan kebakaran (Azwar, 1990).

Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang terdesentralisisasi sangat membantu dalam meminimasi sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengelolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah bersifat terpusat. Misalnya saja, seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di daerah Bantar Gebang Bekasi. Dapat dibayangkan berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering. Padahal, dengan mengelola sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT atau


(45)

13

RW, dengan membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat dikurangi.

2.2. Pencemaran Perairan Pesisir

2.2.1. Sumber-Sumber Pencemar Di Laut

Laut hingga saat ini sering dianggap sebagai tempat pembuangan sampah akhir oleh masyarakat, seluruh bahan pencemar yang timbul dari kegiatan manusia dapat dipastikan bermuara ke laut. Bahan-bahan pencemar yang mencemari laut tidak hanya berasal dari limpasan air sungai tapi juga dari kegiatan-kegiatan yang berada di wilayah laut itu sendiri, kegiatan-kegiatan di wilayah laut tersebut antara lain adalah kegiatan pengeboran minyak lepas pantai, kecelakaan kapal, pencucian minyak dari kapal (air ballast), pelabuhan, penangkapan ikan, dan industri. Secara rinci, hal-hal utama yang biasa menjadi sumber pencemar di laut adalah (dikembangkan dari ITTXDP/Integrated Task

Team of The Xiamen Demonstration Project, 1996):

(1) Pembangunan berbagai bangunan pantai seperti pelabuhan dan groin serta reklamasi pantai.

Kegiatan pembangunan di daerah pantai biasanya terdiri dari kegiatan pengerukan dan penimbunan yang menyebabkan teraduknya sedimen dasar pantai sehingga menimbulkan kekeruhan. Reklamasi juga berpotensi besar menimbulkan kekeruhan karena kegiatan reklamasi merupakan kegiatan penimbunan. Permasalahan lain yang dapat muncul dari pembangunan bangunan pantai adalah berubahnya pola arus, dimana yang tadinya terbuka menjadi tertutup. Dengan berubahnya pola arus perairan menjadi perairan tertutup maka proses dilusi bahan pencemar menjadi berkurang dan hal ini akan sangat membahayakan kehidupan biota air secara keseluruhan.

(2) Erosi tanah dari bagian hulu.

Pembukaan lahan di daerah hulu akibat pesatnya pembangunan telah menyebabkan tingginya tingkat erosi tanah di berbagai daerah. Tanah yang tergerus dari peristiwa erosi tersebut terbawa ke dalam aliran sungai dan akhirnya bermuara di lautan, partikel yang terbawa dari proses erosi ini menyebabkan tingginya tingkat kekeruhan di pantai dan laut.


(46)

14

(3) Erosi garis pantai.

Selain erosi dari daerah hulu, erosi juga dapat terjadi di sepanjang garis pantai. Erosi garis pantai ini dapat terjadi akibat pembukaan hutan mangrove ataupun akibat pembangunan berbagai jenis bangunan pantai. (4) Kegiatan perikanan.

Kegiatan perikanan, baik budidaya maupun penangkapan, merupakan salah satu sumber pencemar utama di pantai dan lautan. Pencemaran dari kegiatan budidaya terutama berasal dari sisa pakan, pupuk, pestisida, dan feses; sedangkan pencemaran dari kegiatan penangkapan biasanya disebabkan dari pemakaian bahan-bahan beracun seperti potas.

(5) Limbah domestik.

Pemukiman (domestik) bisa dianggap sebagai penghasil limbah terbesar saat ini. Limbah domestik menimbulkan masalah sangat serius (terutama di negara berkembang seperti Indonesia), karena limbah domestik umumnya belum tertangani secara baik. Sekarang ini rumah-rumah di Indonesia umumnya membuang air kotornya langsung ke selokan, dan air dari selokan tersebut langsung mengalir ke sungai kemudian bermuara ke laut; sangat jarang sekali air kotor dari perumahan yang diolah pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Selain limbah berupa cairan; kegiatan domestik juga menghasilkan berbagai jenis limbah dalam bentuk padatan. Limbah padat tersebut juga sering dibuang ke sungai dan laut sehingga menimbulkan masalah pencemaran yang serius.

(6) Limbah industri.

Berbagai jenis industri yang beroperasi di sepanjang aliran sungai dan garis pantai merupakan salah satu sumber pencemar di laut. Saat ini di Indonesia masih sedikit industri yang memiliki IPAL, dan sekalipun memiliki IPAL terkadang efisiensi pengolahannya masih kurang; hal ini menyebabkan perairan semakin tercemar.


(47)

15

(7) Limpasan dari areal pertanian.

Kegiatan pertanian umumnya menggunakan pupuk dan pestisida dalam jumlah yang besar, hal ini menyebabkan limpasan air dari areal pertanian mengandung pencemar pupuk dan pestisida yang tinggi. Selain dari kegiatan pertanian, limpasan air yang mengandung pupuk dan pestisida juga dapat berasal dari padang golf.

(8) Kecelakaan kapal, tumpahan minyak, dan air ballast.

Kegiatan pengeboran minyak lepas pantai, tumpahan minyak dari kapal, kecelakaan kapal, dan pencucian kapal (air ballast) merupakan kegiatan-kegiatan yang menimbulkan pencemaran minyak di pantai dan laut.

2.2.2. Dampak Pencemaran Laut

Beberapa jenis dampak lanjutan akibat pencemaran di pesisir dan lautan diantaranya adalah sedimentasi, eutrofikasi, anoksia, dan kesehatan umum. Di bawah ini dipaparkan secara detail masing-masing dampak tersebut (Hartono, 2004):

(1) Sedimentasi

Sedimen yang tersuspensi, terutama dalam bentuk partikel yang halus dan kasar, akan menimbulkan dampak negatif terhadap biota perairan pesisir dan lautan. Secara garis besar dampak tersebut terjadi melalui tiga mekanisme.

Pertama, bahan sedimen menutupi biota laut, terutama yang hidup di dasar

perairan (benthos) seperti hewan karang, lamun, dan rumput laut, atau menyeliputi sistem pernapasannya. Akibatnya biota-biota tersebut akan susah bernapas dan akhirnya akan mati lemas. Kedua, sedimentasi menyebabkan peningkatan kekeruhan air. Kekeruhan menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam air dan mengganggu organisme yang memerlukan cahaya seperti fitoplankton. Efek ini juga berpengaruh pada komunitas dasar yang juga memerlukan cahaya untuk fotosintesa misalnya padang lamun dan zooxanthellae

pada terumbu karang. Ketiga, sedimen yang berasal dari lahan pertanian yang mengandung nitrogen dan fosfat tinggi dapat menimbulkan eutrofikasi.


(48)

16

(2) Eutrofikasi

Fitoplankton dalam masa pertumbuhannya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ketersediaan nutrien, terutama nitrogen dan fosfor. Namun, jika kadar nitrogen dan fosfor hadir dalam jumlah yang berlebihan, maka hal itu dapat menyebabkan pertumbuhan fitoplankton yang luar biasa, yang diistilahkan dengan eutrofikasi.

Dalam kondisi normal, jumlah individu berbagai spesies fitoplankton hadir dalam kondisi seimbang dalam komunitas. Namun pada saat terjadi ledakan populasi, sebagian besar spesies komunitas plankton musnah dan kemudian diganti oleh jenis yang tidak diinginkan dalam jumlah yang sangat besar. Dengan demikian, eutrofikasi menyebabkan terjadinya penurunan keanekaragaman komunitas mikroalga. Ketidakseimbangan komunitas ini dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungan, yaitu berupa racun yang dihasilkan atau menciptakan kondisi tanpa oksigen pada malam hari, hal ini akan mengancam kehidupan biota lain.

(3) Kekurangan Oksigen (anoksia)

Kondisi kekurangan oksigen (anoksia) terjadi bila organisme pengguna oksigen dan proses penggunaan oksigen di dalam air berada pada kisaran yang lebih besar daripada persediaan oksigen yang berasal dari udara atau hasil fotosintesis. Umumnya, penyebab anoksia adalah kelebihan organisme pemakai oksigen yang sering dikombinasikan dengan stratifikasi oksigen dalam kolom air. Pada lapisan dasar kolom air, biasanya kandungan oksigen relatif rendah, karena di sini hanya terjadi proses pemakaian yang tidak diimbangin dengan suplai oksigen. Penyebab utama kekurangan oksigen adalah kelebihan bahan organik yang masuk ke dalam perairan, baik yang berasal dari limbah industri dan domestik ataupun ”ledakan populasi” alga.

Bahan organik yang masuk secara berlebihan ke dalam perairan pesisir dan laut akan diuraikan oleh bakteri, baik secara aerob maupun anaerob. Pada kondisi tanpa oksigen, proses penguraian yang berlangsung dapat membahayakan kehidupan ikan dan invertebrata dasar. Kematian biota yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh ketiadaan oksigen dalam kolom air, melainkan juga disebabkan oleh senyawa gas yang bersifat racun. Senyawa ini dihasilkan oleh proses


(49)

17

dekomposisi bahan organik secara anaerob. Senyawa gas tersebut terdiri dari gas amonia, metana, hidrogen sulfida, dan karbonmonoksida. Selain bersifat racun, senyawaaan gas tersebut mengeluarkan bau yang tidak sedap.

(4) Masalah Kesehatan Umum

Limbah rumah tangga banyak mengandung mikroorganisme, diantaranya bakteri, virus, fungi, dan protozoa yang dapat bertahan hidup sampai ke lingkungan laut. Meskipun limbah rumah tangga telah mengalami pengurangan kandungan mikroorganisme, namun mikroorganisme yang bersifat patogen dapat tetap bertahan dan berpotensi menimbulkan masalah pada kesehatan manusia.

2.2.3. Penanggulangan Pencemaran Pesisir dan Lautan

Untuk menanggulangi pencemaran pesisir dan lautan, pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan perundangan dan menugaskan beberapa instansi untuk menangani masalah tersebut. Pada Tabel 1 di bawah ini disajikan beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan masalah pencemaran laut.

Tabel 1. Peraturan perundangan pencemaran laut

No Nomor Peraturan Tentang

1 UU No. 17 Tahun 1985

Pengesahan United Nations Convention on The

Law of The Sea (Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut) 2 UU No. 23 Tahun

1997

Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3 PP No. 19 Tahun

1999

Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut

4 Kepmen LH No. 45 Tahun 1996

Program Pantai Lestari 5 Kepmen LH No.

47 Tahun 1996

Penetapan Prioritas Propinsi Daerah Tingkat I Program Pantai Lestari

2.3. Kapasitas Asimilasi

Limbah pada dasarnya dapat menjadi sumberdaya (resources) dan dapat juga menjadi pencemar. Bahkan Gunnerson (1987) meneliti bahwa beragam kasus dari bahan limbah cair buangan ke laut, dengan rancangan yang sesuai untuk saluran pembuangan, ternyata lebih banyak keuntungan yang didapat dari pada kerugian bagi lingkungan. Perbedaan utama dari sumberdaya dan pencemar


(50)

18

itu adalah meliputi karakteristik dari lingkungan penerima limbah, kualitas dari limbah yang dibuang, dan waktu limbah dibuang (Quano, 1993).

Perairan sebagai tempat penerima limbah organik (padat maupun cair) mempunyai kemampuan purifikasi atau kapasitas asimilasi yang terbatas. Kemampuan terebut terjadi karena adanya pengenceran (hidrodinamika) maupun proses perombakan.

Kapasitas asimilasi di definisikan oleh Quano (1993) sebagai kemampuan air atau sumber air dalam menerima pencemaran limbah tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukkannya. Sementara itu konsentrasi dari partikel polutan yang masuk ke perairan akan melalui tiga macam fenomena, yaitu pengenceran (dilution), penyebaran

(dispertion) dan reaksi penguraian (decay or reaction). Pengenceran terjadi pada

arah vertikal ketika air limbah sampai di permukaan perairan. Peristiwa penguraian merupakan pengenceran pada permukaan perairan ketika limbah tercampur karena gelombang.

Perhitungan kapasitas asimilasi sangat spesifik untuk setiap lokasi (site

spesific), dengan mengembangkan model hidrodinamika dan komputer modelling

yang menggunakan elemen terbatas dari persamaan penyebaran larutan. Metode tersebut memiliki kelemahan, karena setiap lokasi penelitian badan airnya diasumsikan empat persegi panjang dengan lebar dan panjang tidak terbatas, yang berarti hanya terjadi sedikit pengaruh fisik pada permukaan dan dasar perairan.

Evaluasi kapasitas asimilasi memerlukan model matematika yang sesuai untuk mendeterminasi konsentrasi parameter kunci yang merupakan hasil dari tingkat beban limbah. Konsentrasi beban limbah sangat dipengaruhi oleh proses transport (proses pencampuran dan proses kinetik). Daerah yang mempunyai sirkulasi yang bagus akan mempunyai kapasitas asimilasi yang tinggi. Selain itu, distribusi dari daerah kritis di estuari dalam hubungannya dengan kapasitas asimilasi yang pada akhirnya akan sangat berguna untuk mengestimasi daya dukung (carrying capacity) untuk suatu kegiatan adalah pasang surut (proses pencampuran), termasuk waktu pembilasan apabila limbah pencemar masuk ke lingkungan estuari.


(51)

19

Menurut Quano (1993) mengemukakan beberapa metode yang biasa digunakan untuk menentukan nilai kapasitas asimilasi diantaranya adalah dengan menggunakan hubungan antara kualitas air dan beban limbahnya. Metode lain untuk menentukan kapasitas asimilasi diantaranya :

1. Metode Penghitungan Pengurangan Limbah Awal, Dispersi dan Penguraian. Metode ini dapat ditentukan nilai kapasitas asimilasi melalui penggabungan nilai pengurangan limbah awal, nilai dispersi limbah dan nilai pengurangan limbah. Limbah awal dapat ditentukan dengan beberapa faktor antara lain kecepatan pencampuran antara limbah dan air sungai, kedalaman air limbah yang mengalir di badan air, lebar penyebaran limbah dan debit air limbah. Untuk menentukan nilai dispersi limbah, tergantung dari faktor jarak sepanjang garis aliran limbah, kecepatan pencampuran dan lebar dari sistem penyebaran limbah. Selanjutnya untuk penentuan penguraian limbah perlu di hitung waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai 90% bakteri mati, kecepatan pencampuran dan jarak air limbah.

Kelebihan dari metode ini adalah bahwa penghitungan lebih ditekankan pada faktor-faktor fisik, sehingga ketepatan perhitungannya tinggi. Adapun kelemahannya, metode ini kurang memperhitungkan faktor-faktor kimia dimana perbedaan jenis limbah yang masuk ke sungai tidak diperhatikan. 2. Metode Arus Bermuatan Partikel

Nilai kapasitas asimilasi pada metode ini ditentukan dengan cara membandingkan konsentrasi limbah dengan konsentrasi air sungai yang menerima limbah. Hal-hal yang diperhitungkan antara lain kecepatan aliran, perbedaan konsentrasi dan debit air sungai. Metode ini memperlihatkan perbandingan antara profil konsentrasi pada arus ringan yang mengalir dengan air penerima yang memiliki kepekatan yang sama.

Kelebihan metode ini adalah adanya pembanding antara konsentrasi limbah dan air sungai yang sangat penting bagi penentuan kapasitas asimilasi. Kelemahannya adalah kesulitan dalam penghitungan konsentrasi limbah berupa bahan kimia yang masuk ke sungai yang membutuhkan waktu yang lama.


(52)

20

3. Metode Penurunan Oksigen dari Streeter dan Phelps

Metode ini bertujuan untuk menentukan nilai asimilasi dengan cara mengamati pengurangan nilai oksigen terlarut. Faktor-faktor yang diperhitungkan antara lain waktu perjalanan limbah di sungai dan konsentrasi asam karbonat yang tetap pada saat perjalanan limbah.

Dengan metode ini penghitungan dilakukan terus-menerus secara rutin. Hal ini merupakan suatu kesulitan karena tentu akan membutuhkan waktu yang lama. Sementara itu kelebihannya adalah penghitungan akan lebih teliti karena dilakukan penghitungan waktu perjalanan limbah.

4. Metode Hubungan Kualitas Air dan Beban Limbahnya

Dalam metode ini, kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara memplotkan nilai-nilai kualitas air suatu perairan pada kurun waktu tertentu dengan beban limbah yang dikandungnya ke dalam suatu grafik, yang selanjutnya direferensikan dengan nilai baku mutu air yang diperuntukkan bagi biota laut berdasarkan Kep-Men KLH No. 02/MenKLH/1988. Dari titik potong yang diperoleh melalui grafik ini kemudian diketahui waktu terjadinya dan selanjutnya dilihat nilai beban limbahnya. Nilai beban limbah inilah yang dimaksud dengan nilai kapasitas asimilasi (Dahuri, 1999).

2.4. Interpretative Structural Modelling (ISM)

Berbagai teori telah dikembangkan untuk perencanaan strategi dimana informasi kualitatif dan normatif mendominasi input kebijakan. Salah satu diantaranya adalah “interpretative structural modelling” (ISM), yakni teknik permodelan deskriptif yang merupakan alat strukturisasi untuk suatu hubungan langsung (Saxena et al., 1992 dalam Marimin, 2004).

Teknik ISM adalah proses pengkajian kelompok. Model struktural dihasilkan guna memotret masalah kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. Melalui teknik ISM, model mental yang tidak jelas ditranformasikan menjadi model sistem yang tampak (visible).

Bagian pertama dari teknik ISM adalah melakukan penyusunan hirarki. Penentuan tingkat hirarki dapat didekati dengan lima kriteria (Eriyatno, 2003)


(53)

21

yaitu (1) kekuatan pengikat (bond strength) di dalam dan atau antar kelompok/tingkat, (2) frekuensi relatif dari oskilasi; tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dibandingkan tingkat di atasnya, (3) konteks; tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu lebih lambat dalam ruang yang lebih luas, (4) liputan; tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat di bawahnya, dan (5) hubungan fungsional, tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat tingkat di bawahnya.

Sebagai bagian kedua adalah membagi substansi yang sedang ditelaah ke dalam elemen-elemen dan sub-subelemen secara mendalam sampai dipandang memadai. Penyusunan subelemen ini menggunakan masukan dari kelompok yang terkait. Selanjutnya ditetapkan hubungan kontekstual antar subelemen, yang dinyatakan dalam terminologi subordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan.

Berdasarkan pertimbangan hubungan kontekstual, disusun structural self

interaction matric (SSIM), kemudian dibuat tabel reachability matrix (RM) dan

perhitungan menurut transivity rule dimana dilakukan koreksi terhdap SSIM sampai diperoleh matriks yang tertutup RM yang telah memenuhi transvity rule

kemudian diolah untuk menetapkan pilihan jenjang (level pertition). Hasilnya dapat digambarkan dalam bentuk skema setiap elemen menurut jenjang vertikal dan horisontal. Berdasarkan RM, subelemen di dalam satu elemen dapat disusun menurut Driver Power Dependence (DP-D) menjadi 4 klasifikasi atau sektor seperti terlihat pada Gambar 3.

IV. Independent :

Strong driver weak

dependent variables

III. Linkage :

Strong driver – strongly dependent variables

I. Autonomous :

Weak driver – weak dependent variables

II. Dependent :

Weak driver – strongly dependent variables


(54)

22

2.5. Sistem dan Model

Terminalogi sistem sering digunakan dalam berbagai bidang dengan interpretasi beragam, akan tetapi berkonotasi tentang sesuatu yang “utuh” dan “keutuhan” (wholeness) (Eriyatno, 2003). Banyak definisi sistem yang telah dikemukakan oleh para penulis. Forester (1971) mendefinisikan sistem sebagai sekelompok komponen yang beroperasi secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Manetsch and Park (1979) dalam Eriyatno (2003) mendefinisikan sistem sebagai suatu gugus elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan. O’ Connor and McDermott (1997) mendefinisikan sistem sebagai suatu identitas yang mempertahankan eksistensi dan fungsinya sebagai suatu keutuhan melalui interaksi komponen-komponennya.

Dari beragam definisi sistem yang ada, terlihat bahwa sistem memiliki karaktersitik keutuhan dan interaksi antar komponen yang membangun sistem. Secara lebih tegas beberapa karakteristik yang dimiliki sistem dapat dinyatakan sebagai berikut (Sushil, 1993) :

1) Dibangun oleh kelompok komponen yang saling berinteraksi. 2) Memiliki sifat yang “utuh” dan “keutuhan” (Wholeness).

3) Memiliki satu atau segugus tujuan.

4) Terdapat proses transformasi input menjadi output.

5) Terdapat mekanisme pengendalian yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan sistem.

Fenomena dunia nyata seperti kawasan perkotaan, menunjukkan kompleksitas yang tinggi dan sangat sulit dipahami hanya melalui satu disiplin keilmuan. Upaya dari masing-masing disiplin untuk memahami fenomena dunia nyata yang kompleks melalui pengembangan beragam model seringkali tidak konsisten, hanya bersifat parsial, tidak berkesinambungan, dan gagal memberikan penjelasan yang utuh (Eriyatno, 2003). Konsep sistem yang berlandaskan pada unit keragaman dan selalu mencari keterpaduan antar komponen melalui pemahaman yang utuh (Forrester, 1971), dapat menawarkan suatu pendekatan baru untuk memahami dunia nyata. Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap


(1)

230

Pengaruh langsung dan tingkat kepentingan antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran laut, dapat diisi pada kolom tabel di bawah ini:

1 lebih penting dari 12 6 lebih penting dari 1

12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

1 V A

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

III. Keadaan (State) Faktor Di Masa Datang

Berdasarkan faktor kunci yang telah diidentifikasi pada pertanyaan diatas, menurut Bapak/Ibu bagaimana keadaan (state) faktor-faktor tersebut di masa datang?

Mohon keadaan (state) faktor-faktor tersebut di masa datang di tulis dalam matriks yang disediakan. Keadaan (state) faktor di masa datang dapat berupa dinamika seperti : meningkat, tetap, menurun, atau lainnya. Keadaan untuk masing-masing faktor di masa datang tidak perlu sama, misalnya untuk faktor A dibuat 5 macam keadaan, mungkin saja untuk faktor B hanya 2 atau 3 macam keadaan seperti di ilustrasikan pada tiga baris pertama matriks.


(2)

Contoh Matriks Keadaan (State) Faktor Kunci Faktor

Kunci Keadaan (State) di Masa Datang

(Ilustrasi) Meningkat karena...

Tetap Menurun karena...

(Ilustrasi) Mendukung dengan...

Tidak mendukung dengan...

Tetap seperti sekarang

Menjadi tidak efektif

(Ilustrasi) Meningkat karena...

Tetap

Matriks Keadaan (State) Faktor Kunci Faktor

Kunci Keadaan (State) di Masa Datang

A

B

C

D


(3)

232

Matriks Keadaan (State) Faktor Kunci (Lanjutan) Faktor

Kunci Keadaan (State) di Masa Datang

F

G

H

I

J

K

L

M

N


(4)

6.1. Kesimpulan

Dari penelitian ini untuk pengembangan sistem pengendalian pencemaran laut, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1) Sumber-sumber pencemaran yang berada di Teluk Jakarta yang terbesar

berasal dari landbased sources yakni dari limbah domestik, limbah industri dan limbah pasar.

2) Sebagian besar yakni 65,48% parameter kualitas air pada seluruh lokasi

pengamatan sudah melampaui baku mutu air sungai/badan air serta baku mutu limbah cair di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta). 3) Beban pencemaran di 10 muara sungai pada tahun 2005 yang paling tinggi

setelah diperbandingkan dengan baku mutu yang ada yaitu zat padat terlarut (total dissolved solid/TDS), dimana muara yang paling banyak memberikan kontribusi beban pencemaran terbesar sebesar 1.540.311,55 ton/bulan adalah Kali Blencong dengan titik pengamatan 38 A yang berada di Pantai Maruda.

4) Kapasitas asimilasi untuk parameter TDS sebesar 109.249 ton/bulan, TSS

sebesar 71.819 ton/bulan, Mn sebesar 426,8 ton/bulan, PO4 sebesar 160 ton/bulan, Zn sebesar 404,2 ton/bulan, SO4 sebesar 31.387 ton/bulan, MBAS sebesar 112 ton/bulan, KMnO4 sebesar 6.393 ton/bulan, BOD sebesar 5.602 ton/bulan, dan COD sebesar 6.966 ton/bulan.

5) Sebanyak tujuh dari sepuluh parameter yang diamati pada penelitian ini

telah melebihi kapasitas asimilasi (asimilative capacity). Parameter-parameter tersebut antara lain TDS, PO4, SO4, MBAS, KMnO4, BOD, dan COD.


(5)

164

6) Teknik permodelan yang dibuat bertujuan untuk mengetahui beban

pencemaran di masa yang akan datang dengan mensimulasikan berbagai sumber-sumber pencemaran penyebab terjadinya pencemaran di Teluk Jakarta.

7) Penegakan hukum dalam penerapan Undang-undang harus benar-benar

ditegakkan, adanya penegakan hukum bagi masyarakat akan mendorong iklim yang kondusif dimana masyarakat bersedia mengikuti dan mentaati hukum; masing-masing stakeholder perlu memperhatikan dampak dari kegiatan yang dilakukannya terhadap stakeholder lainnya agar terciptanya hubungan yang harmonis; dalam meningkatkan hubungan antar daerah khususnya pengelolaan DAS dapat dilakukan dengan prinsip keterpaduan; perlunya wadah diskusi yang dapat mempertemukan masing-masing stakeholder dalam merencanakan pengelolaan Teluk Jakarta khususnya dalam pengendalian pencemaran yang terjadi sehingga mengetahui permasalahan dan kebutuhan dari masing-masing stakeholder; perlunya membangun visi dan kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan ekologi dan lingkungan dengan menjadikan permasalahan pencemaran limbah sebagai masalah penting yang harus ditanggapi secara serius.

6.2. Saran

Adapun saran untuk pengembangan sistem pengendalian pencemaran laut, adalah sebagai berikut :

1) Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta perlu meningkatkan program

pengendalian pencemaran khususnya yang menyangkut pengendalian limbah, baik domestik, industri maupun pasar.

2) Pola kerjasama dan koordinasi berbagai instansi pemerintah dan

masyarakat yang lebih terstruktur.

3) Pengumpulan pendapat pakar yang memahami kajian penelitian, untuk

membangun arahan kebijakan dan prospek pengembangan pengendalian pencemaran Teluk Jakarta, akan lebih baik bila dilakukan dalam suatu forum pertemuan (expert meeting), tidak hanya dikumpulkan melalui kuisioner secara terpisah. Dengan demikian dapat terjadi suatu diskusi dan


(6)

pertukaran informasi yang dinamis antar para pakar yang memahami kajian penelitian.

4) Perlu kajian lebih lanjut mengenai kerugian ekonomi pencemaran Teluk

Jakarta dengan metode pendekatan sistem sebagai landasan penentuan kebijakan lebih lanjut, khususnya mengenai besarnya investasi perbaikan lingkungan agar setiap stakeholder yang terkait mengetahui pentingnya menjaga kerusakan lingkungan dari pada memperbaikinya.