Kondisi Geografis Teluk Jakarta

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

4.1. Kondisi Geografis

Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6°12 Lintang Selatan dan 106°48 Bujur Timur, Luas wilayah Propinsi DKI Jakarta berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 1227 tahun 1989 adalah berupa daratan seluas 661,52 km² dan berupa lautan seluas 6.977,5 km², terdapat tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu, terdapat pula sekitar 27 buah sungaisalurankanal yang digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan. Oleh : IRMAN FIRMANSYAH NRP P052040261 PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta 44 Di sebelah utara membentang pantai dari Barat ke Timur sepanjang ± 35 km yang menjadi tempat bermuaranya 9 buah sungai dan 2 buah kanal, sementara di sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan wilayah propinsi Jawa Barat, sebelah Barat dengan Propinsi Banten, sedangkan di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa. Wilayah administrasi propinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kotamadya dan satu kabupaten administratif yaitu kotamadya Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara serta kabupaten Kepulauan Seribu. Kota Jakarta terdiri dari 6 kotamadya dan kabupaten administratif, yang terdiri dari Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Kepulauan Seribu. Dari jumlah tersebut terdapat 44 Kecamatan, 267 Kelurahan, 2.595 Rukun Warga, dan 29.111 Rukun Tetangga. Keadaan iklim kota Jakarta secara umum beriklim panas dengan suhu maksimum 30,8 °C pada siang hari dan suhu minimum udara berkisar 26,1 °C pada malam hari.

4.2. Keadaan Penduduk

4.2.1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk

Hasil pencacahan sensus penduduk 2005 menunjukkan bahwa jumlah penduduk DKI Jakarta pada bulan Desember 2005 adalah sebanyak 8.699.600 jiwa. Jumlah ini sudah termasuk penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap tuna wisma dan awak kapal yang jumlahnya sebanyak 28.364 jiwa. Pertambahan penduduk mengalami pertumbuhan pesat mulai dari Tahun 1961. Data pertumbuhan penduduk tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan jumlah penduduk DKI Jakarta Tahun Jumlah Penduduk ribu orang 1961 2.906,5 1971 4.576,0 1980 6.480,6 1990 8.227,7 2000 8.385,6 2005 8.699,6 Sumber : BPS DKI Jakarta 2005 45 Dari Tabel 6 terlihat bahwa perkembangan jumlah penduduk DKI Jakarta selama kurun waktu tahun 1961-1990 tumbuh dengan pesat dari 2,9 juta jiwa pada tahun 1961 bertambah menjadi 4,6 juta jiwa pada tahun 1971. Kemudian sepuluh tahun berikutnya, jumlah penduduk bertambah lagi menjadi 6,5 juta jiwa. Tahun 1990, penduduk DKI Jakarta naik sekitar 1,7 juta jiwa menjadi 8,2 juta jiwa. Pada kurun waktu 1990-2000, pertambahan penduduk DKI Jakarta sudah dapat dikendalikan sehingga kenaikannya hanya sekitar 1,52 persen. Berdasarkan arah perkembangan penduduk dikaitkan dengan dinamika mobilitas penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2025 penduduk DKI Jakarta mencapai 9.259,900 juta jiwa. Jika dilihat pertumbuhannya, laju pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta selama empat dekade terakhir terus mengecil. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta per tahun sampai akhir 2004 diperkirakan sebesar 1,26 persen. Walaupun laju pertumbuhan meningkat, namun laju pertumbuhan penduduk di Jakarta masih terbilang kecil ini disebabkan rendahnya tingkat kelahiran juga disebabkan peningkatan migrasi keluar Wilayah DKI Jakarta yang cukup besar.

4.2.2. Sebaran dan Kepadatan Penduduk A. Sebaran Penduduk

Salah satu dimensi permasalahan kependudukan yang ada di DKI Jakarta adalah tidak meratanya distribusi penduduk antar kotamadya. Dengan kondisi ini, di satu pihak ada kotamadya yang sangat padat penduduknya, sementara di kotamadya lain kepadatan penduduknya relatif rendah. Namun patut diingat bahwa kepadatan penduduk yang paling rendah sekalipun di kotamadya yang ada di DKI Jakarta, masih merupakan yang tertinggi dibandingkan kepadatan penduduk di kota lain di Indonesia. Persentase penduduk menurut kotamadya di DKI Jakarta mulai dari Tahun 1971 dapat dilihat pada Tabel 7. 46 Tabel 7. Persentase penduduk kotamadya di DKI Jakarta, tahun 1971-2004 Terhadap Penduduk DKI Jakarta Kotamadya 1971 1980 1990 2000 2004 Jakarta Selatan 23,12 24,38 23,14 21,37 21,61 Jakarta Timur 17,64 22,48 25,07 28,01 28,34 Jakarta Pusat 27,72 19,08 13,07 10,65 10,31 Jakarta Barat 18,05 19,00 22,12 22,78 23,15 Jakarta Utara 13,47 15,06 16,39 17,01 16,32 Kepulauan Seribu - - - 0,21 0,27 DKI Jakarta 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS DKI Jakarta 2005 Dengan melihat distribusi penduduk antar kotamadya di DKI Jakarta pada Tabel 7 terlihat bahwa pada tahun 1971 sebagian besar penduduk DKI Jakarta tinggal di Jakarta Pusat 27,72 dan Jakarta Selatan 23,12, sementara empat wilayah lainnya relatif seimbang. Sepuluh tahun berikutnya, persentase terbesar penduduk DKI Jakarta berada di Jakarta Selatan, sementara Jakarta Pusat mulai menunjukkan penurunan dan terjadi peningkatan persentase penduduk di Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Tahun 1990, Jakarta Timur memiliki persentase penduduk tertinggi, yaitu sebesar 25,07 persen dan Jakarta Pusat memiliki persentase terendah, yaitu 13,07 persen.

B. Kepadatan Penduduk

Selain persebaran penduduk yang tidak merata, kepadatan penduduk juga menjadi permasalahan pokok dalam pembangunan di DKI Jakarta. Walaupun jumlah penduduk DKI Jakarta tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan propinsi lain di Indonesia, namun dengan luas wilayah yang relatif kecil 661,52 km² atau sekitar 0,03 persen dari luas seluruh Indonesia, kepadatan penduduk DKI Jakarta menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan propinsi lain di Indonesia, yaitu 13.195 jiwa per km². Sebagai ilustrasi, propinsi Jawa Barat yang luas wilayahnya 80 kali lipat lebih dibandingkan luas DKI Jakarta, kepadatan penduduknya hanya 866 jiwa per km². Dengan mengamati antar kotamadya terlihat bahwa Jakarta Pusat merupakan wilayah terpadat, dengan tingkat kepadatan sebesar 18.778 orang per Km². Sementara yang terendah terdapat di Kepulauan Seribu dengan tingkat kepadatan 47 1.974 jiwa per Km². Kepadatan penduduk di empat kotamadya lainnya berkisar antara 10 ribu hingga 16 ribu jiwa per km². Secara umum kepadatan penduduk di DKI Jakarta sepanjang tahun 1961- 2004 meningkat terus. Namun demikian selama sepuluh tahun terakhir peningkatannya relatif kecil dibandingkan yang terjadi pada tiga dasawarsa sebelumnya. Meski diakui akselerasi penurunan laju pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta selama dua dekade terakhir relatif cepat, namun karena kepadatan penduduk yang sangat tinggi mengakibatkan munculnya permasalahan sosial dan ekonomi yang cukup kompleks. Masalah pemenuhan kebutuhan akan pangan, permukiman, kesehatan lingkungan, penyediaan sarana dan prasarana umum, penyediaan lapangan pekerjaan dan lainnya memerlukan penanganan tersendiri yang lebih bersifat specific locatif. Salah satu dampak negatif dari tingginya kepadatan penduduk di DKI Jakarta, dapat dilihat dari banyaknya area kumuh slum area di beberapa Wilayah DKI Jakarta. Menurut laporan BPS 2005, sekitar 54 persen penduduk Jakarta tinggal di rumah yang tidak layak huni. Dari data yang ada diketahui bahwa sekitar 26,47 persen atau sebanyak 687 Rukun Warga RW yang ada di ibukota dari 2.595 RW dalam kondisi kumuh “berat” dan kumuh “sedang”, dan umumnya lokasinya berada di permukiman padat. Data kepadatan penduduk kotamadya di DKI Jakarta mulai dari Tahun 1961 dapat dilihat pada Tabel 8, sedangkan peta proyeksi kepadatan penduduk Tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 11. Tabel 8. Kepadatan penduduk kotamadya di DKI Jakarta, tahun 1961–2004 Kepadatan Penduduk Per km² Kotamadya 1961 1971 1980 1990 2000 2004 Jakarta Selatan 3.201 7.211 10.855 13.128 12.275 12.972 Jakarta Timur 2.656 4.273 7.777 11.012 12.534 13.174 Jakarta Pusat 20.920 26.311 25.992 22.684 18.647 18.778 Jakarta Barat 3.722 6.506 9.789 14.449 15.112 16.013 Jakarta Utara 3.051 3.977 6.371 8.893 10.025 10.006 Kepulauan Seribu - - - - 1.488 1.974 DKI Jakarta 4.394 6.873 9.831 12.485 12.643 13.195 Sumber : BPS DKI Jakarta 2005 48 Berbagai upaya penanggulangan masalah permukiman kumuh telah dilakukan di DKI Jakarta, diantaranya perbaikan lingkungan melalui program Muhammad Husni Thamrin MHT, peremajaan dengan pembangunan rumah susun sederhana, serta membangun sarana dan prasarana lingkungan. Pengembangan pusat-pusat permukiman baru, seperti Wilayah BOTABEK diharapkan dapat mengurangi keberadaan permukiman kumuh di Wilayah DKI Jakarta. Namun karena begitu luasnya permukiman kumuh yang perlu ditanggulangi dan disisi lain kemampuan pemerintah terbatas, maka usaha-usaha tersebut perlu melibatkan peran serta swasta dan masyarakat. Selain itu perspektif masalah permukiman kumuh, umumnya tidak terlepas dari kemiskinan, karena itu upaya-upaya penanggulangan wilayah kumuh hendaknya harus dibarengi dengan upaya pengentasan kemiskinan, sehingga selain dapat dilakukan penataan lingkungan, penduduk miskin yang ada di wilayah tersebut dapat diberdayakan. 2.200.000 143 15.401 3.000.000 12.608 238 1.300.000 270 4.820 2.800.000 18.124 155 3.200.000 14.357 220 Luas Daerah Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Sumber : Bappeda DKI Jakarta, 2005 Gambar 11. Peta distribusi dan kepadatan penduduk DKI Jakarta tahun 2010 49

4.3. Teluk Jakarta

Teluk Jakarta terletak pada 06°0040 LS dan 05°5440 serta 106°4045 BT dan 107°0119 BT. Teluk ini berbatasan dengan Tanjung Pasir di sebelah barat dan Tanjung Karawang di sebelah timur, serta mempunyai rentangan pantai sepanjang kurang lebih 35 km dan luas kira-kira 514 km 2 . Bagian yang jauh menjorok ke dalam, berjarak kurang lebih 18 km dari garis yang menghubungkan kedua ujung teluk. Sebanyak 13 aliran sungai yang melintas di wilayah DKI Jakarta, 9 aliran sungai dan 2 kanal di antaranya bermuara di Teluk Jakarta, serta 10 diantaranya yang dipantau oleh BPLHD DKI Jakarta antara lain Sungai Kamal titik pengamatan 42,--Muara Kamal, Sungai Cengkareng Drain titik pengamatan 22--Jl. Kapuk Muara, Sungai Ciliwung titik pengamatan 6--Jemb. PIK-Muara Angke, Sungai Grogol titik pengamatan 27--PLTU Pluit, Sungai Ciliwung titik pengamatan 32--Jl. Pompa Pluit, Sungai Ciliwung titik pengamatan 30--Jl. Ancol Marina, Sungai Kalibaru Timurtitik pengamatan 34-- Jl. Ancol, Kali Sunter titik pengamatan 13--Bogasari, Sungai Cakung Drain titik pengamatan 38--cilincing, Kali Blencong titik pengamatan 38A--Pantai Marunda. Alur-alur sungai tersebut panjangnya 461 kilometer dengan luas bantaran 1.985,65 hektar. Umumnya daerah tangkapan hujan dari sungai ini sudah banyak dipengaruhi oleh aktivitas penduduk dan industri. Sesempit apa pun bantaran sungai, perannya sangat penting dalam siklus hidup berbagai jenis kehidupan air, dan secara ekologis menjadi penyeimbang laju pertumbuhan wilayah. Karena itulah, lahan bantaran sungai perlu dikonservasi sebagai sempadan sungai untuk memulihkan komunitas bantaran secara alami, melalui rehabilitasi habitat, pengayaan jenis, serta sosialisasi untuk menumbuhkan kearifan masyarakat sekitarnya. Topografi Teluk Jakarta umumnya didominasi oleh lumpur, pasir, dan kerikil. Di bagian pinggir dan tengah teluk banyak terdapat lumpur, sedangkan di bagian laut lepas, keberadaan pasir semakin menonjol. Teluk Jakarta termasuk pada perairan yang dangkal, karena perairan ini umumnya hanya mempunyai kedalaman kurang dari 30 m ke utara. Pada separuh teluk bagian barat, terdapat beberapa pulau kecil antara lain Pulau Nyamuk Besar, Pulau Nyamuk Kecil, 50 Pulau Damar Besar, Pulau Damar Kecil, Pulau Ayer Besar, Pulau Kelor, Pulau Untung Jawa, Pulau Rambut dan Pulau Ubi Besar. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson 1951 dalam Handoko 1995 iklim Teluk Jakarta tergolong klasifikasi iklim tipe D, dengan rata-rata jumlah bulan kering dan rata-rata jumlah bulan basah sebesar 60-100. Sedangkan suhu rata-rata berkisar antara 26°C - 32°C pada saat bulan Oktober.

4.4. Kondisi Penelitian Teluk Jakarta Sampai Saat Ini